08. Jeff?

60 17 14
                                    

Pemandangan aneh tapi nyata terlihat dengan jelas sekarang, Alinandra Bagaskara, laki-laki yang sangat anti dengan buku dan bolpoin, sekarang sedang memperhatikan ibu guru di depan sana yang berbicara panjang lebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pemandangan aneh tapi nyata terlihat dengan jelas sekarang, Alinandra Bagaskara, laki-laki yang sangat anti dengan buku dan bolpoin, sekarang sedang memperhatikan ibu guru di depan sana yang berbicara panjang lebar.

Nandra sudah berulangkali menyugar rambutnya, frustasi memahami kalimat yang diucapkan Bu Imelda, guru biologi kelas dua belas.

Kalimat Bu Imelda hanya masuk telinga kanan, lalu keluar melalui telinga kiri, tidak berniat menetap di kepala dan diserap otak.

Nandra berulang kali menghela nafas berat. Ditambah dua orang perempuan yang sibuk berbicara di meja depannya.

Karena terganggu, Nandra menendang kursi perempuan yang duduk didepannya. Kaki Nandra panjang, tentu saja akan mudah menendangnya.

Tidak membuat suara yang cukup besar, namun mampu membuat dua perempuan yang sedang sibuk menggosip memutar kepalanya belakang.

Nandra tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menempelkan telunjuknya di bibir, dan mereka berdua saling menyikut dan kembali melihat ke depan.

Hanya dengan pergerakan sesederhana itu, dua perempuan itu diam dan memperhatikan ke depan dengan badan yang sedikit menegang, efek samping bersitatap dengan Nandra.

Dua jam pelajaran Biologi sudah usai, Bu Imelda sudah dari lima menit yang lalu keluar kelas. Nandra menidurkan kepalanya di meja, membiarkan buku-buku yang berserakan dan masih terbuka di meja menjadi bantalan, kepalanya berasap.

Rambutnya di acak-acak dengan keras, siapa lagi kalau bukan Rendi pelakunya.

Sambil merapikan rambutnya, dia memperhatikan teman-temannya yang satu persatu masuk kelas.

Rendi duduk di bangku sebelah bangkunya, terlihat heran melihat banyaknya buku terbuka di meja Nandra.

"Lo habis belajar? Tumben?"

"Kok malah tumben? Harusnya lo bersyukur temen lo mau tobat," Mark menoyor pelan kepala Rendi.

Rendi yang tidak terima mencoba balas dendam, tapi sayangnya Mark sudah keburu pergi menjauh dengan tawanya yang menggelegar.

"Can."

Candra yang sibuk mencorat-coret papan tulis di depan kelas menoleh mendengar panggilan Nandra. Dia langsung meletakan spidol hitam di meja guru dan duduk di kursi depan Nandra, tempat kedua perempuan berisik tadi duduk.

"Apaan?"

"Jadi Dokter susah nggak sih?"

Candra heran apa maksud pertanyaan Nandra, tapi dia tetap menjawabnya.

"Tergantung, kenapa emangnya? Lo mau jadi dokter?"

Nandra mengangguk dengan entengnya, "Iya."

Suasana kelas berubah menjadi hening, lalu lima detik kemudian semua yang ada disana, kecuali Nandra, tertawa terbahak-bahak, termasuk Yesana yang terkekeh pelan di depan ponselnya.

Melukis ParasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang