2 • Rigel Kaleel Ganapatih

10 1 0
                                    

Retha baru sadar kalau dompetnya hilang ketika dia mau ambil uang di ATM. Begitu tangannya merogoh ke dalam tas mencari dompetnya, benda itu tidak ada. Dia sampai mengobrak-abrik isi tasnya dan tetap tidak menemukan dompetnya di mana pun. Pikirannya langsung menerawang, mengingat-ingat apa saja yang ada di dalam dompetnya—ATM, KTP, student card, SIM, perintilan-perintilan lainnya yang nggak kalah penting. Uang cash-nya sih, tidak seberapa.

Dia menghela napas. Retha malas banget harus mengurus semua kartu-kartunya yang hilang. Tapi kalau sudah begini Retha cuma bisa pasrah. Dia pun berjalan lunglai meninggalkan ATM Center untuk mencari tempat duduk. Begitu menemukannya, Retha duduk dan merenung, merutuki keteledorannya sendiri. Sebelum ia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.

"Yes Tha," sapa orang di seberang telepon.

"Jay, gue nggak tau sih kenapa gue ngasih tau ini ke lo karena ngasih tau lo atau enggak juga gak ubah apa-apa sebenernya. I just feel like telling you this, i'm at PIM now and i lost my wallet," kata Retha dengan tenang.

"Gimana-gimana? Explain, please?" pinta Jaya, yang mana malah laki-laki itu yang terdengar panik di seberang sana.

"Barusan gue mau ambil uang cash kan ke atm, terus gue baru sadar dompet gue nggak ada di tas. Udah gue cari-cari mungkin keselip apa gimana dan tetep gak ada. Ya udah, berarti fix ilang," tutur Retha.

"Kok bisa sih Tha.."

"Ya nggak tau gue juga, kalau gue tau mah namanya bukan ilang Sanjaya."

"Ck, lo sama siapa di sana?"

"Sendiri."

"Lah, didn't you said you want to go with others?"

"Gak jadi. I went here alone,"

Di seberang sana, Jaya sepertinya menahan napas selama beberapa detik, sebelum menghembuskannya begitu ia bicara lagi. "Stubborn you. Kata gue juga pergi sama gue aja, hilang kan dompet lo tuh jadinya."

"There's no correlation ya gue nggak pergi sama lo dan dompet gue hilang. Even gue pergi sama lo kalau dompet gue emang ditakdirin ilang ya ilang aja."

"Ya udah iyaa, terus mau disusulin nggak?"

Retha diam sejenak sebab menjauhkan ponsel dari telinga, memeriksa baterai ponselnya. "Mau deh, hp gue lowbat nih tinggal lima belas persen. Makin ribet urusannya kalau hp gue mati juga. And I don't bring power bank if that's what you wanted to ask afterwards."

"Hadehh, ya udah gue otw ke sana sekarang. Hp lo jangan dimainin terus, biar bisa ngabarin."

"Hm." Retha menurut, karena dia sadar akan lebih menyedihkan lagi kalau-kalau baterai ponselnya habis. Sudah dompetnya hilang ditambah ponsel mati, membayangkannya saja bikin Retha bergidik.

***

Seorang laki-laki yang mengenakan jaket jeans dengan kaos putih di dalamnya terlihat turun dari mobil SUV hitam mengkilat dengan tas ransel yang hanya disampirkan di sebelah bahunya. Kedua telinganya disumpal dengan earphone, membuat laki-laki itu tampak tidak ingin diusik. Dia berjalan santai keluar parkiran menuju area Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Sejujurnya hari ini dia tidak ada jadwal apapun di kampus, hanya saja ada sesuatu yang perlu diurusnya. Dua hari yang lalu di PIM, dia tidak sengaja menemukan dompet milik seorang perempuan yang sebenarnya dia juga tidak kenal siapa. Tapi dia masih ingat bagaimana perempuan itu tidak menyadari dompetnya tidak dimasukkan ke dalam tas dengan benar dan terjatuh tidak jauh dari Sephora—kebetulan perempuan itu memang baru keluar dari sana.

Tentang J dan RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang