.
.
Aku menuangkan air putih kedalam gelas yang kupegang. Mataku mengerling ke belakang ditempat Jeno menatapku tidak tenang.
"Ngeliatnya biasa aja, bisa nggak?"- tegurku yang kini berjalan mendekatinya yang duduk di kursi meja makan yang ada di apartemen miliknya.
"Kamu beneran kan, nggak terjadi apa-apa kemarin?"- ia mengulang kembali kalimatnya, entah yang keberapa kalinya hari ini.
"Jeno, kamu tau gak, ini mungkin udah yang keseratus kali aku bakal jawab, nggak ada apa-apa!"- aku mulai kesal dengan kecurigaannya padaku.
"Ya, siapa taukan, kamu ngerekam hal-hal aneh waktu aku mabuk kemarin yang bisa kamu jadikan alat buat meras aku."- risaunya.
"Ide bagus."- aku menanggapi risaunya dengan lelucon. Jeno mengernyitkan dahinya, menatapku penuh selidik.
"Ck!"- aku berdecak, ku tekan rahangnya yang tegas agar mulut Jeno terbuka. Aku memasukkan pil yang ada ditanganku kedalam mulutnya dan menyodorkan air agar pil itu bisa melesat masuk kedalam tubuhnya. Bahkan, untuk meminum vitamin aja, Jeno nggak bisa melakukannya sendiri.
Aku meletakkan gelas yang hanya tinggal setengah isinya diatas meja, kutarik kursi disamping Jeno untuk kududuki.
"Memang, apa aja yang kamu ingat semalam?"- tanyaku menompang daguku dengan satu tangan menatapnya.
"Em.."- Jeno tampak berpikir, tentang kejadian di perusahaan semalam. Saat ia mabuk dan aku membawanya ke kamar. Dan, ya kalian tau sendirikan apa yang terjadi selanjutnya.
Aku terpaksa menemani Jeno disana karena ia terus saja menarikku untuk tetap tinggal bersamanya. Dan ketika sadar, ia malah berteriak padaku dan menuduhku melakukan hal-hal aneh padanya. Padahal dia sendiri yang melepas bajunya, dan terus menggenggam tanganku ketika tidur. Aku bahkan nggak tidur dan tetap melek buat mastiin dia nggak bertingkah aneh.
Jeno menggelengkan kepalanya, "Aku Cuma ingat, kalo aku pusing."-
"Bagus, kayaknya kamu memang nggak ingat apa-apa."- kataku, menggodanya. Jeno mengerjapkan matanya malas, satu tangannya terulur padaku seperti meminta sesuatu. "Apa?"- tanyaku menatap telapak tangannya yang besar didepan wajahku.
"Handphone."- minta Jeno, menggerakkan tangannya agar aku segera memberikannya ponsel milikku.
"Handphone? Buat apa? Pulsa kamu abis?"- aku masih pura-pura nggak tau, padahal aku tau maksud Jeno pasti mau ngecek hpku.
"Ck! Na Yoo Ra!!"- ia akhirnya kesal, bahkan ia memanggil namaku dengan nada tinggi.
Aku terkekeh sebelum mengeluarkan ponselku lalu memberikannya pada Jeno. Jeno mengambilnya dengan agak bar-bar.
"Heh, hati-hati, awas aja kalo Handphoneku sampe patah ya."- tegurku, ya takut aja gitu. Tau sendirikan Jeno kekuatannya kayak titan.
Jeno tidak menghiraukan teguranku, ia sibuk memeriksa galeri foto dan video di ponselku. Aku juga ikut mengintip, takut-takut ada video atau foto aib milikku disana. Tapi, sepertinya tidak ada.
Dengan wajah sedikit lega, Jeno mengembalikan kembali ponselku.
"Wajah seunyu gini, mana mungkin punya pikiran brengsek kayak gitu."- aku mengambil kembali alih ponselku darinya.
"Ya, aku kan Cuma jaga-jaga. Memang agak nggak mungkin sih kamu begitu."- ia menyetujui ucapanku, "Tapi, apa? Unyu?"- Jeno memalingkan wajahnya padaku.
Ia menilik wajahku, menyipitkan matanya yang sipit lebih dalam, "Kalo yang itu, aku gak setuju."-
"Aku juga."- aku menimpali. Unyu? Yang benar saja. Jelas-jelas aku tidak unyu, tetapi aku cantik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Rencard | Jeno Lee
RomanceLulus kuliah, apa yang harus kalian lakukan? Tentunya mencari pekerjaan, bukan? Ini kisahku, Na Yoora, sang freshgraduate yang sedang mencari pekerjaan di bidang PR Manager, tapi malah berakhir menjadi Asisten Idol. Daripada menjadi pengangguran, b...