YOUR HEARTBEAT : BAB 50

1.6K 173 7
                                    

POV Amanda.

Aku dan Arya keluar dari kamar mandi. Tidak terjadi apapun semalam bahkan pagi ini. Kami berdua hanya mandi  berdua , berdiri dibawah shower. Mantan buaya ini masih bisa mengontrol dirinya sendiri dan itu cukup membuat aku lega. Meskipun sempat bingung dan takut jika joninya meronta-ronta ingin dipijit dibawah sana.

Kami bersiap mencari sarapan di depan cluster. "Mas.." Arya hanya berdehem dan sekilas melihatku yang sudah bersiap di belakangnya. "Apa baby ?" Tanyanya sambil mengenakan jam tangannya.

"Aku pengen makan bubur ayam." Entah kenapa aku ingin sekali makan bubur ayam pagi ini. Membayangkannya saja sudah membuat aku kesulitan menelan salivaku. Sudah lama sekali rasanya tak memakannya.

Arya mengangguk. Dia mengambil kunci mobilnya. Dia menggandeng tanganku berjalan keluar rumah. Kami memasuki mobil dan dia segera malajukannya meninggalkan rumah.

Pagi ini sangat cerah. Sinar matahari bergitu ramah menyapa hari ini. Saat Arya melajukan mobilnya aku lihat kerumunan orang mengantre di pinggir jalan. Gerobak itu bertuliskan "bubur ayam". Aku tersenyum.

"Kita cari bubur ayam dimana baby ?" Tanyanya. "Disana!" Telunjuk ini memberi tahu tempat penjual bubur ayam itu. Arya memicingkan mata. Aku mengerutkan dahi melihat ekspresinya. Apa jangan-jangan dia enggan untuk makan bubur ayam di pinggir jalan.

"Mas..kenapa ? Kamu nggak suka ya ?"

Dia menatapku. "Bukan begitu. Itu penjual buburnya ramai sekali baby. Emang gak ada yang selain disitu ?"

Aku menggelengkan kepala. Pasti ada penjual bubur yang lain , tapi aku sudah ingin makan bubur ayam sekarang. Bukannya jika pembelinya banyak berarti rasa buburnya enak ?

"Kamu gak doyan ya mas ? Atau kita makan di restoran aja ?" Tanyaku lirih. Semoga dia menolak ajakan basa-basiku ini. Bagiku makan di manapun oke. Yang penting murah , banyak dan kenyang. Jika rasanya enak itu menambah nilai tersendiri. Aku tau makan dipinggir jalan seperti ini pasti jarang sekali untuk orang sekelas Arya. Dulu aja waktu aku ajak makan martabak dia hanya mencicipi sedikit.

"Kita udah sampai. Yuk turun." Aku tersenyum dan mengangguk mendengarnya. Arya menggenggam tanganku erat saat kami sudah turun dari mobil. Aku bahagia dan terus menarik garis lengkung di bibir ini , tak peduli berapa banyak orang yang memandang diantara mereka yang sedang mengantre. Genggaman tangan Arya terlalu nyaman untukku.

"Mau makan disini atau bawa pulang baby ?" Tanyanya dengan melirikku tajam.

"Makan disini aja ya mas!" Arya mengangguk pasrah. "Kamu nggak suka ya mas ?" Aku ragu dan merasa tidak enak sudah memaksanya. Apa dia mampu makan di tempat seperti ini. Ditambah lagi suasananya sangat ramai. Lebih ramai dari tempat martabak sebelumnya. Entahlah , aku hanya mengangkat kedua bahu.

Arya memesan sendiri pada penjualnya. Lalu dia mengajak aku duduk di meja yang baru saja ditinggalkan oleh pelanggan di ujung.  Dia menggeser kursi itu untuk ku duduki. Bak ratu yang dipersilahkan duduk oleh pangerannya. Aku menatapnya. Dari semua kejadian hidup yang aku lalui , aku bersyukur karena bisa menjalani hingga titik ini. Dan Tuhan memberiku apa yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Arya. Iya , suami yang selalu membuat aku tersenyum dan merasakan bahagia.

"Makasih ya mas.." ucapku lirih hampir tak terdengar. Mungkin Arya juga tak mendengar perkataanku.

Arya kemudian duduk di hadapanku. Manik matanya bergerak kesana kemari melihat pembeli yang sedang mengantre. "Apa rasanya sangat enak ?" Aku mengangkat bahu. Karena ini juga pertama kalinya bagiku. "Pasti enak baby." Sahutnya.

Tak lama kemudian pesanan kita sampai. Aku menelan salivaku menghirup aroma bubur ayam itu. Aku menatap Arya. "Kamu doyan kan mas ?" Dia tertunduk melihat bubur itu.

"Iya. Tapi aku gak suka kacangnya baby."

"Ohh.. sini kasih ke aku mas.." kataku pelan.

Arya memundurkan kepalanya. "Bener ?" Aku mengangguk.

"Sini!" Aku mengambil seluruh kacang yang ada dalam buburnya. "Harusnya tadi kamu bilang mas , gausah pake kacang." Seruku dengan memperhatikan tak ada satupun kacang yang ada dalam mangkuknya.

"Aku lupa baby."

Aku tersenyum seraya mengaduk-aduk bubur di depan mata lalu memasukkannya ke dalam mulut. Dahiku berkerut saat melihat Arya memakan buburnya tanpa mengaduk terlebih dahulu.  Jangan-jangan dia tak mengerti cara memakan bubur.

"Mas..diaduk dulu. Gak enak dong kalo gak di aduk."

"Enak kok. Aku tim bubur tanpa di aduk." Jawabnya sambil terus melahap buburnya.

Aku mengernyitkan dahiku. Bagaimana rasanya bubur tanpa di aduk. Melihatnya aku jadi gemas ingin mengaduknya.

"Habis sarapan kamu mau kemana lagi baby ?" Tanyanya dengan memiringkan kepala dan mengangkat kedua alisnya.

"Aku mau jalan-jalan ke taman sama kamu. Boleh nggak ?" Tanyaku sambil tersenyum genit padanya.

Arya mengangguk. Sambil melayangkan wajah gemas padaku. "Boleh baby." Dia memasukkan buburnya sambil terus menatapku.

Karena sudah tak sabar , aku menyudahi sarapan ini. Menaruh sendok di mangkuk dan menatapnya kembali yang masih menyantap buburnya. "Cepetaan mass..."

"Iyaa sabar baby. Kamu kenapa gak habis makannya ? Habisin." Katanya sambil menggenggam tanganku.

"Kenyaang.." jawabku. Genggaman tangannya kulepas dan aku menopangkan tanganku menahan kepalaku. Arya bangkit dan segera membayar.

Aku pun bangkit meninggalkannya dan berajalan ke mobil. Arya menoleh.

"Tungguin aku baby." Serunya sambil berlari kecil.

" Serunya sambil berlari kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalo kalian tim mana nih ? Bubur diaduk atau tanpa diduk ? Hahaha 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kalo kalian tim mana nih ? Bubur diaduk atau tanpa diduk ? Hahaha 😁

Maaf yaa baru sempat up. Selamat membaca jangan lupa vote yaa.
Sehat selalu untuk kita dan kalian semua.

Your Heartbeat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang