Bab 4..... Cekidoootttt
"Tante, boleh Edel keluar bentar gak?" Tanya Edel suatu pagi yang cerah di hari minggu.
"Lho, ngapain nanya boleh apa gak sih?" Wanita yang sedang menata kembali tanaman di taman belakang berhenti dari kegiatannya dan balik bertanya kepada gadis yang tengah berdiri di hadapannya itu.
"Ya, Edel gak enak aja sih tan. Kali aja gak di izinin." Jawab gadis itu sambil tersenyum yang lebih kepada cengiran.
"Emang mau kemana?" Lagi tanya Vania, dan kembali mengangkat pot-pot bunga berukuran kecil serta memindahkannya di tempat yang telah di sediakan tadi olehnya.
"Mau ke toko buku, nyari bahan refrensi buat tugas kelompok nanti." Jawab Edel lagi.
"Ya udah, sama siapa berangkatnya? Kalo gak, minta di anterin sama Grego aja. Mungkin hari ini dia gak sibuk." Ucapan Vania sontak membuat Edel melotot.
"Eh, gak usah tante. Edel udah janjian sama temen kelas di sana. Gak enak kalo Grego mesti ikut." Sahut Edel menolak. "Pasti Grego juga gak mau kalo nemenin anak SMA nyari buku." Lanjutnya sedikit terlihat kesal, membayangkan jika itu terjadi. Tapi tak sampai di perhatikan Vania karena terlalu sibuk dengan kegiatannya.
"Kan kamu belom coba nanya dia mau apa enggak. Tanya dulu gih." Raut wajah Edel semakin terlihat lesu tatkala Vania mengatakan hal itu. Mau menolak lagi, dirinya semakin tak enak rasanya.
"Edel tanya Grego dulu tan." Kata gadis itu pada akhirnya berbalik menuju lantai atas di mana terdapat kamar cowok songong yang sok, menurut Edel. Dengan langkah lesunya gadis itu menaiki tangga dan berdiri tepat di depan pintu kamar yang tertutup.
Seolah menimbang apakah dirinya akan mengetuk pintu itu ataukah berbalik pergi dan masuk ke kamarnya serta membatalkan janjinya dengan Valent, sahabatnya. Gadis itu hanya mematung di depan pintu berwarna cokelat tua itu. Setelah yakin akan keputusannya, dan setelah terdiam beberapa saat, akhirnya tangannya terangkat hendak mengetuk pintu itu.
"Ngapain lo di depan kamar gue?" Tiba-tiba yang punya kamar bersuara dari arah belakang Edel. Membuat gadis itu mematung seketika dan tangannya berhenti di udara, saking kagetnya. Betapa menyesal dirinya dengan keputusannya tadi, sambil menutup mata sekilas dan menghembuskan nafas pelan gadis itu berbalik.
"Gue, gue cuma mau bilang kalo lo di panggil tante Vania." Kata gadis itu dengan nada sewot dan langsung memutar badannya serta melangkah masuk ke kamarnya, meninggalkan Grego yang menatapnya heran.
Di dalam kamar Edel merutuki kelakuannya beberapa detik yang lalu. Dirinya heran kenapa bisa-bisanya dirinya berbohong dengan cara seperti itu.
"Edel bego, kalo dia nanya sama nyokapnya gimana?" Gadis itu memukul-mukul kepalanya sendiri menyesali kebohongan yang sudah di ciptakannya tadi.
"Argh, sial kenapa gue jadi kayak gini sih? Ck, bukan gue banget, kali." Lagi rutuknya. Tapi sedetik kemudian suara ketukan pintu kamarnya membuat gadis itu berhenti memukuli kepalanya lagi.
"Siapa?" Tanyanya sedikit berteriak dan terdengar kesal. Mudah-mudahan bukan si songong, batinnya berharap. Tapi tak ada jawaban, melainkan kembali terdengar suara ketukan di balik pintu itu dan kali ini lebih terdengar tidak sabar.
"Ck," Sungut gadis itu langsung berdiri dan membuka pintu kamarnya itu. Mati gue, kenapa mesti dia sih yang ngetuk nih pintu, lagi batinnya merutuki. "Apa?" Tanyanya seketika melihat siapa yang mengetuk pintunya itu, sambil menampakkan tampang jengkelnya.
"Maksud lo apa sih?" Tanya Grego menggunakan nada datarnya dengan tampang datarnya juga. "Lo bener-bener ngerecokin hidup gue, tau gak." Lanjutnya kali ini terdengar lebih kesal.