Part 31 - Reality

970 60 12
                                    

Aku milikmu dan kau milikku, Tuhan pun tahu ini.

Setelah ia bertemu Hala tadi pagi, Lili tidak hanya senang tetapi ia juga harus meminta penjelasan kepada bu Ashalia agar semua yang tertutupi segera terbuka dan tidak ada kesalahpahaman yang akan terjadi nantinya. Ia bisa melihat kakak yang tidak pernah ia duga sama sekali, mata Hala berbinar dan bibirnya tidak henti-hentinya mengukir senyum. Lili bisa melihat beberapa hal yang membuat mereka berbeda walaupun nanti akan ada banyak orang yang tidak bisa membedakan mereka berdua.

Dari warna rambut, jelas terlihat perbedaan diantara mereka berdua, jika rambut Lili berwarna sedikit pirang maka Hala berwarna dark mahogany tetapi tetap saja rambut mereka berdua sama-sama lurus. Mata mereka berwarna coklat hazel dan riasan Hala terlalu tebal dibandingkan dengan Lili itu saja yang membuat orang-orang mudah membedakan mereka tanpa menatap terlalu intens. Dari segi karakteristik Hala mempunyai karakter berani dan kuat kemudian Lili memiliki karakter yang lemah lembut.

Maaf, karena terlalu banyak menggambarkan sosok Hala dan Lili Ralendra, aku lupa berterimakasih kepada Zio Relegan karena dia yang sudah mempertemukan kedua saudari kembar yang terpisah itu. Andai, jika Lili tahu segalanya mengenai hati dan perasaan Zio mungkin wanita itu akan memahaminya dan berkata, "Zio, terima kasih atas bantuanmu yang tidak pernah kuduga, rasanya aku tidak akan pernah melupakan semua perbuatan baik yang lakukan padaku. Dan, untuk perasaan ... Maaf aku tidak bisa membalasnya karena memang kita tidak bisa semena-mena mempermainkan cinta. Bukalah hatimu dan biasakan tanpaku. Lihatlah, ada banyak wanita yang lebih dariku menunggumu diluar sana, gapailah dia jangan sampai kamu terus berada dalam siklus perasaan tanpa pembalasan. Kudoakan semoga dirimu selalu bahagia, selamanya."

***

Mobil putih milik Lili telah terparkir rapih di pekarangan rumah mendiang Ardian Pranata. Lili menuju ke rumah orang tua angkatnya itu di antar oleh pak Yitno, lelaki yang seumuran dengan mertuanya itu telah menganggap wanita ini menjadi putrinya sendiri karena sampai saat ini pak Yitno dan bu Nendah belum juga dikaruniai buah hati.

"Ibu ... Ghefira ..." panggil Lili dari luar rumah menunggu kedatangan ibu dan adiknya.

Dari dalam rumah terlihat Ashalia yang berjalan menuju sumber suara disusul oleh Ghefira. Wanita setengah baya itu tersenyum bahagia seraya memeluk erat putri tercintanya itu.

"Putriku, Sayangku." ujar Ashalia. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Lili terakhir kali ia mengetahui kabar Lili saat Mario dan Zio mencari Lili ke rumah orang tuanya. Kemudian setelah itu Mario memberitahukan Ashalia bahwa Lili sudah ketemu dan dia baik-baik saja.

Putrinya ini memang sangat tegar menghadapi berbagai macam cobaan dan rintangan yang menerpa hidupnya, tak pernah ia mengadu mengenai apa yang ia rasakan, selalu ia memikul semua beban itu sendirian karena ia tidak mau orang lain merasakan beban yang sama ketika dia membagi susahnya.

Setelah Ashalia memeluk Lili kemudian kini giliran Ghefira yang memeluk kakaknya itu.

"Kakak."

"Iya, Adikku."

"Mari masuk, Sayang." ucap Ashalia mempersilakan Lili masuk ke dalam rumah untuk melanjutkan temu rindu itu, tak lupa ia mempersilakan juga kepada pak Yitno.

"Sepertinya di sini saja, Bu. Karena aku masih ada banyak urusan lain. Dan mungkin sebentar lagi aku harus pergi."

Ashalia mengangguk memahami perkataan putrinya, "Baiklah."

"Ibu," panggil Lili kepada Ashalia yang masih tersenyum lebar.

"Apa aku ini putri Ibu?" tanya Lili membuat senyum Ashalia perlahan menghilang. Tetapi jika dipikir-pikir Lili tidak pantas mempertanyakan semua itu dikarenakan pasti hati Ashalia akan terluka.

TIRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang