Jangan Lagi Datang
Apakah kesalahan besar jika kau tidak bisa mendefinisikan degup jantungmu sendiri?"Bagaimana perasaanmu terhadap dia sesungguhnya?"
Ini adalah pertanyaan yang tak pernah kuharapkan muncul. Sekalipun datang dari Kak Saras. Pertanyaan yang terpicu sebab ceritaku sendiri. Perihal kedatangan lelaki itu yang tiba-tiba. Jadi, meskipun berulang-ulang dilontarkan, aku masih kebingungan untuk menjawab dengan kalimat tepat.
Dia, lelaki yang namanya tak lagi ingin kusebut, datang sore-sore. Saat aku baru pulang dari sanggar. Sosoknya sudah berdiri di depan pintu rumah. Kakinya tampak mondar-mandir dalam gerakan lambat. Sepertinya dia sudah ada di sana sejak lama. Begitu mendengar suara motor, kepalanya segera menoleh. Dengan segera juga, dia melangkahkan kaki, mendekat. Tetapi gerakan itu terhenti berjarak tiga langkah dariku. Seolah sadar dengan rona terkejut di hadapannya. Dia menunggu hingga aku benar-benar selesai memarkirkan motor di halaman depan.
Untuk apa dia ke sini? Aku memang mengabaikan panggilan ponselnya berapa hari lalu. Ketika pulang diantar Kak Saras. Bahkan saat malam pun, nada dering terdengar lagi. Akhirnya aku mematikan ponsel. Menenggelamkan diri dengan menonton film komedi jadi pilihan aktivitas berikutnya. Gara-gara itu, akibatnya mengorbankan pesan dan panggilan masuk lainnya yang lebih penting. Baru kuketahui paginya, dan merasa sebal sendiri.
"Bagaimana kabarmu?"
Dia mensejajari langkah kaki saat aku berjalan ke arah pintu seraya mengeluarkan kunci dari dalam tas. Tidak kurepons sapaannya barusan.
"Aku sebelumnya ke rumah sana, tapi katanya kau sudah pindah ke sini. Jadi aku langsung ke sini."
Aku paham yang dimaksud dengan "sana" adalah rumah orangtuaku. Dan kuyakin, yang memberitahunya jika bukan kakak lelaki jadi-jadian itu maka ibunya. Sepertinya mereka sengaja ingin mengusik kehidupanku. Memanfaatkan lelaki yang kini berdiri di samping, menungguku memutar kunci pintu. Aku menggeser tubuh, menjauh. Rusak sudah mood, ditambah fisik yang kelelahan. Ingin rasanya aku melontarkan kalimat kalau aku tidak peduli dengan segala penjelasannya barusan. Bodo amat!
Namun, untuk mengeluarkan kata-kata dalam intonasi yang keras, aku harus bersiap dengan mata para tetangga. Bisa jadi, mereka nanti malah berkumpul ke mari.
"Tunggu, di teras saja. Ada tempat duduk juga di situ."
Aku berusaha, sangat, untuk mengucapkan kalimat barusan agar terdengar sopan. Nyatanya, tetap saja, telingaku menangkap sendiri ada nada ketus di dalamnya. Tiga belas bulan, agaknya belum cukup untuk menyembuhkan lara. Terlampau dalam goresannya. Dan bekas luka itu tetap menganga.
Dia mengangguk, mengusap telinga. Sambil merasa kikuk, melangkahkan kakinya ke teras. Rumah peninggalan ini sebetulnya hanya memiliki sedikit lantai teras. Dulu, Mama menaruh pot-pot bunga untuk mengisinya. Begitu aku yang selanjutnya harus tinggal di sini, kutaruh dua kursi dan sebuah meja taman sebagai pemisahnya. Sebagai seorang perempuan yang tinggal sendirian, aku sadar mesti melakukan itu. Berjaga-jaga jika ada tamu lelaki yang datang. Meskipun hanya untuk menerima seorang petugas perumahan yang keliling dari rumah ke rumah meminta iuran komplek bulanan. Iuran keamanan, sampah, dan kas sosial. Begitulah keterangannya.
Semestinya usai masuk rumah begini, aku melanjutkan mandi, lalu rebahan sejenak, meluruskan punggung. Akan tetapi sebab ada dia, sekarang yang kulakukan adalah melempar tas asal ke kursi di ruang tengah, mengambil air mineral botol dari dalam lemari es, dan kembali ke teras depan sesegera mungkin.
"Maaf, tidak ada cemilan apapun." Kuletakkan dua botol air mineral di atas meja. Kemudian mengempaskan tubuh ke kursi yang kosong. Di perjalanan pulang tadi, sudah ada rencana apa yang akan kumasak untuk santap malam nanti. Stok bahan masakan masih ada. Tetapi, sepertinya akan berujung memesan makanan via ojek online lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Telanjur
RomanceSendang pikir kata cinta bukanlah untuknya. Mahligai pernikahan yang ia kira akan mampu bertahan, apapun keadaan dan rintangannya, kandas usai 7 tahun. Tujuh tahun yang semula baik-baik saja, di antara ikhtiarnya agar bisa mempunyai keturunan. Sayan...