CERPEN.

681 101 87
                                    

Di malam yang gelap namun sedikit diterangi oleh sinar bulan, aku membuka sebuah album besar yang tidak pernah lelah untuk kulihat. Aku memandangi semua foto-foto Taufan yang aku potret secara diam-diam disaat ia sedang melakukan aktifitasnya. Taufan, laki-laki yang suka menebar senyuman manisnya walau sebenarnya aku tidak rela melihat dia memberikan senyuman itu kepada gadis lain selain aku.

Di halaman pertama berisikan foto Taufan yang tengah tersenyum sembari memegang secangkir Special Hoot Cokelat. Oh ya, ada tulisan tanganku juga dibawahnya.

"Taufan laki-laki yang hanya bisa aku simpan namanya lalu kutatap wajahnya dengan harapan tatapan balik dari mata birunya. Tapi saat ulang tahunku ... dia menatapku dan menghadiahkan sebuah senyuman yang indah. Saat itu aku hanya mematung tanpa bisa berkata apa-apa, aku ingin mengatakan terimakasih tetapi kondisi tubuhku tidak mendukungku saat itu. Sehingga aku hanya bisa menulis kata-kata ini 'Taufan terimakasih telah menghadiahkanku senyuman yang begitu indah' Aku hanya berharap semoga kau selalu baik-baik saja."

Bibirku mulai terangkat dan membentuk sebuah senyuman kecil.

"Apa aku sangat menyukainya? Sampai-sampai aku menulis kata sepanjang ini?" gumamku.

Aku membuka halaman kedua album itu, dan kali ini yang aku lihat bukan fotonya Taufan melainkan fotonya Halilintar. Aku juga menuliskan satu kalimat dibawahnya.

"Halilintar biarpun kau menyebalkan, tapi kau ada gunanya, terimakasih karena sudah menolong aku saat itu."

Buugh! Aku menutup album itu.

"Ini saatnya aku bercerita tentang aku dan Taufan! Bukan saatnya untuk aku menceritakan tentang kisah dibalik album besar yang berdebu ini!"

Duduklah disampingku akan aku ceritakan bagaimana aku bisa jatuh hati kepada laki-laki bernamakan Taufan itu.

Waktu aku baru masuk kelas 1 SMK, aku duduk di meja paling pojok sebelah kiri di samping gadis memakai kerudung berwarna merah muda, yang saat itu aku belum tahu namanya. Biarpun aku duduk di samping gadis itu, tatapanku tidak fokus kearahnya, aku malah terfokus pada seorang laki-laki yang tengah duduk di bangku pojok sebelah kanan dengan posisi kaki naik ke atas meja.

"Siapa laki-laki itu? Kelihatannya sok sekali!" caciku diam-diam.

"Namanya Halilintar sebaiknya kau jauhi dia, aku sudah kenal dia cukup lama! Dia anak berandal!" jawab gadis berkerudung merah muda tersebut.

"Astaga anak berandal! Menjijikan sekali dia! Ganteng-ganteng tapi berandal!" balasku menghadapnya.

Tanpa aku sadari perkataanku yang ketus itu sampai ke telinga Halilintar.

"Hei kau yang disana!" tunjuk Halilintar.

"Eum aku keluar kelas dulu ya," pamit perempuan yang duduk di sampingku berupaya menghindari Halilintar.

"Apa kau memanggilku?" kataku memastikan.

Tiba-tiba saja laki-laki itu turun dari tempat duduknya dan berjalan ke arahku sambil menyeret kursinya.

BRUUGH!!!

Halilintar menggeprak meja ku dengan tangannya.

"APA-APAAN KAU INI?!" omelku tidak terima.

"Kau bilang aku ini menjijikan bukan?" tegas Halilintar sambil menangkup pipiku.

"Aku tidak salah!" kataku sembari melepaskan tangan Halilintar dari pipiku.

"Beraninya kau!" geram Halilintar.

"Sudahlah Hali dia itu perempuan, jangan jadi pengecut dengan melawan seorang perempuan!" sindir Taufan sambil berjalan kaarahku dan Halilintar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hugging The Sky - Boboiboy TaufanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang