PROLOG

3K 284 84
                                    

"Seandainya gue orang kaya, pengin sekolah di sekolah elite yang kerja kelompoknya penuh penelitian."

Kerja kelompok. Kerja dengan tenaga berkelompok atau kerja secara berkelompok.

Namun terkadang, siswa salah mengartikannya, menjadi satu orang kerja dan yang lain berkelompok.

Seperti yang sedang terjadi sekarang ini. Di rumah Willa, diadakan sebuah kerja kelompok untuk tugas bahasa Indonesia. Anggotanya kebetulan tiga orang satu kelompok. Ada Willa, Chelsea, dan Gebi.

Anehnya dalam kelompok ini, yang terjadi bukan satu orang kerja dan yang lain berkelompok, melainkan dua orang kerja dan satunya berkelompok.

Memang aneh dan membingungkan.

"Seandainya gue punya pacar ketos ya. Kayaknya asik."

Ah, tidak, mari kita mulai. Willa si gadis dengan rambut dicepol satu, mulai berhalusinasi setelah membaca kalimat di novel yang dia baca. Mulutnya komat-kamit, berucap seandainya begini, seandainya begitu.

Chelsea berdecak sebal mendapati temannya memulai perdebatan mereka lagi itu. Sudah dibilang, Willa harus mengurang-ngurangi berimajinasi yang membuatnya tidak fokus pada kehidupan nyata.

"Fokus Willa, jangan halu terus!" Gebi melempar snack pada gadis itu. "Eh, kerja kelompok dulu, atuh, baca novelnya nanti aja!"

Seperti tidak memiliki telinga dan pikirannya terbang entah ke mana, Willa kembali membaca novel yang dia genggam. Tak menghiraukan protesan Gebi dan Chelsea yang sedari tadi sibuk mengerjakan tugas kelompok mereka.

Ya, dua orang kerja dan satu orang berkelompok dengan tokoh-tokoh di novel.

"Nggak pacaran sama ketos nggak papa deh, pacaran sama wakilnya aja juga boleh," sambung Willa keterusan berhalu ria.

Chelsea berdecak lagi ke sekian kali. Untung saja yang menjadi teman kelompok kali ini adalah Willa, teman sebangkunya sendiri. Kalau bukan, mungkin sudah dia lempari kotak pensil.

"Sebentar!" Gebi terkekeh, seketika peka dengan maksud Willa. "Woi, Will!"

"Hm?" Willa melirik sekilas, lalu kembali membaca novel lagi dengan posisi tengkurap. Kalau Willa sudah membaca, jangan harap dunia ini membuatnya teralihkan. Dunia fiksi baginya lebih indah.

"Wilson, kan, wakil ketua OSIS." Gebi menaik-turunkan alisnya, menatap Willa, berusaha menggoda.

Namun, Willa hanya melirik sekilas dan kembali menatap novel lagi, tak peduli.

Sebagai informasi, Wilson adalah lelaki yang tinggal di jalan yang sama dengan Willa. Rumah mereka satu arah. Kebetulan juga, jabatan Wilson di OSIS sekarang adalah wakil ketuanya. Kemungkinan, tahun depan dia akan dicalonkan menjadi ketua. Yakin Willa tidak keceplosan barusan?

"Wilson terlalu nyata, nggak mungkin," ungkap Willa, "lebih baik berhalu aja."

"Haluin Wilson?" tanya Chelsea yang membuat Willa berdecak.

"Ya enggaklah!" protes Willa. "Haluin si Nakula, ketua OSIS SMA Sevit di novel berjudul 'Senior' ini. Yang ditulis sama Katakokoh. Ya kali, ngayalin Wilson! Cih, nggak bakal nyata. Nggak usah ngarep, nanti nanges."

Tiba-tiba, bunyi ketukan pintu rumah mengheningkan perdebatan mereka. Ada tamu. Willa masih malas bangkit itu malah membaringkan diri di ambal dengan nyaman dan kembali membaca. 

Gebi geleng-geleng kepala, terpaksa berdiri dan membuka pintu. Kasihan sang tamu sudah menunggu lama dengan memanggil nama Willa si pemilik rumah yang malasnya minta ampun dan hanya berfokus ke novel saja.

"Wa'alaikumussalam Willanya lagi ketagihan baca novel... eh, Wilson!" Gebi tersenyum sambil sedikit melotot, kaget melihat kehadiran wakil ketua OSIS di hadapan, tepat setelah mereka membicarakannya.

Wilson tadi mendengar percakapan mereka tidak ya?

"A-ada apa ya?" Gebi bertanya, dengan senyum terpaksa.

"Panggil Willa," titah Wilson seperti orang tidak sabaran bercampur panik.

Terpaksa lagi, Gebi memaksa gadis kutu buku itu bangkit dan berjalan sebentar ke pintu saja. Sempat terjadi kehebohan, tetapi akhirnya permintaan Gebi itu dikabulkan.

Willa pun mau saja berdiri, walau sangat terpaksa. Mungkin Wilson malu jika disuruh masuk ke rumah karena dominan perempuan. Pandangan gadis itu masih berfokus ke novel, meskipun sudah di ambang pintu berhadapan dengan Wilson.

Gebi lebih dulu meninggalkan mereka karena permintaan Wilson. Willa sudah tidak heran dengan pemberian privasi itu.

"Kenapa Wil?" tanya Willa sambil terus membaca.

Hening.

"Ada apa?" tanya Willa lagi.

Tak mendengar sahutan, akhirnya Willa menurunkan novel dari tangannya dan menatap Wilson yang ragu-ragu. "Kenapa, sih?"

"Jadi pacar gue ya Will?" tawar Wilson tiba-tiba.

Kenyataan.

Impian Willa baru saja menjadi nyata.

=Because I'm Fake Nerd!=

Aku mau main di cerita ini.
Semoga aku bisa selesaikan cerita ini dengan baik.

Tinggalkan jejak ya, cek profilku juga siapa tahu tertarik sama cerita laen. Kalau baca offline, vote aja dulu ya say, entar masuk aja kok di notif.

Semoga suka!

Makasih<3

Because I'm a Fake Nerd! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang