Hai, moga kalian diberikan kesehatan ya gaes. Mau ingetin kalau cerita ini sudah sampai bab 9 di KBM app dan masih gratis. Ayo ramaikan. Username :aniswiji
Selamat Membaca
Selesai memeriksa pekerjaan sekolah, aku mematikan laptop dan meregangkan tubuh. Lelah juga ya, melihat jam dinding ternyata sudah pukul tiga sore. Aku berjalan menuju ke kamar kembar dan mengecek apakah mereka sudah bangun.
Ternyata belum, melangkah menuju lemari pendingin aku membukanya dan melihat ada beberapa makanan yang bisa aku olah. Bibi yang bekerja disini itu hanya bekerja dari pagi sampai siang, karena sorenya harus menjaga cucunya. Jadi otomotis makan malam harus beli, itu yang dikatakan Rian.
Ketika melihat ada bahan makanan, aku jadi teringat untuk memasak saja. Sekalian menunggu mereka bangun. Mengeluarkan semua bahan yang dibutuhkan, aku meracik masakan dengan cekatan. Aku memasak masakan sederhana saja, karena memang aku tidak begitu jago mengolah masakan yang seperti restoran, hanya bisa masakan rumahan.
Menunggu masakan matang, aku melihat Qian berjalan dengan muka bantalnya. "Wah Qian sudah bangun?" Dia mengangguk dan mendaratkan tubuhnya di kursi.
"Masak apa Tan?"
"Sayur brokoli sama jamur, terus kita buat telur gulung sama jus mangga."
"Qian mau makan apa?" Dia menggeleng.
"Oh, yasudah Tante selesaikan masakannya terus kita mandi." Ajakku ke anak lima tahun ini.
Setelah selesai memasak dan memandikan si kembar, kami berjalan menuju rumah Kayla. Dengan raut bahagia mereka menyenandungkan lagu anak-anak.
"Assalamualaikum," ujar kami serempak sebelum masuk ke rumah Kayla.
"Waalaikumsalam, sini Qian Quin." Ajak Kak Anik menyuruh keduanya masuk. Merebahkan tubuh di kasur depan TV aku membuka beberapa pesan singkat dari teman maupun rekan kerja.
"Gimana?" Aku mengabaikan pertanyaan Kak Anik dan masih berkutat dengan ponsel. Hingga Kak Anik merasa kesal jika aku mengabaikannya.
"Dasar adik kurang ajar." Katanya berjalan masuk. Siapa suruh mau godain aku lagi.
"Tante, Kayla mau punya adik!" Suara teriakan Kayla dari dalam tempat bermain membuatku terbangun dan mendekat.
"Kay jangan teriak-teriak, ada apa?" Tanyaku memandang ketiga anak itu.
"Kay mau punya adik." Katanya kembali. Aku mengkerutkan kening, mencoba mengerti apa yang dimaksud Kayla.
"Memamg Mama lagi hamil ?" Tanyaku, "tidak tahu tapi Kay mau punya adik, biar kaya Qian Quin punya teman main. Huhuhu," tangisan Kayla menggema di ruangan kecil ini yang membuat Kak Anik berjalan menghampiri kami.
Aku merengkuh tubuh Kayla yang menangis histeris, mencoba menenangkan.
"Ada apa?" Kak Anik berdiri di pintu memandang Kayla dengan sorot mata penuh tanya.
"Kay mau punya adik." Quin mengeluarkan suara, mengatakan keinginan Kayla.
"Memang ada apa? Kan Kay biasanya tidak begini." Kak Anik mengambil tubuh Kayla untuk digendongnya.
"Kay... pingin kaya Quin Qian punya teman." Jawabnya sesenggukan.
"Oh, begitu. Nanti Mama beli di mall ya, biar nanti Mama bilang Papa dulu." Kata Kak Anik menghibur Kayla, dengan jawaban yang entah tidak masuk akal itu Kayla tersenyum dan turun dari gendongan Kak Anik berjalan mendekat si kembar dan bermain kembali.
Ada-ada aja polah tingkah mereka. Mana ada bayi dijual di mall. Hahaha
***
Malam ini Ayah si kembar lembur, itu yang aku baca dari pesan masuk tadi sore. Jadi aku masih berada di rumahnya, menunggu dia pulang baru aku akan izin pulang.
Jam dinding juga sudah menunjukkan pukul delapan malam waktunya Qian Quin tidur. Mencoba menidurkannya dengan membacakan buku dongeng, dan akhirnya mereka terlelap tidur. Sungguh menawan mereka, wajah yang rupawan ditambah tumbuh kembangnya yang melampaui anak seusianya. Bisa dikatakan gen Rian berbicara disini.
Aku berjalan keluar, mungkin dengan menontom televisi rasa bosanku bisa hilang.
"Kok belum tidur?" Rian masuk dengan masih mengenakan baju kebesarannya, menyapaku yang sedang menonton televisi. Aku menoleh dan tersenyum, "belum kan nungguin Bapak, kalau Bapak sudah pulang. Saya izin mau pulang."
"Kenapa tidak tidur disini saja? Kan sudah saya siapkan kamar."
Aku menggeleng tegas, bagaimanapun kami manusia dewasa yang jika kelepasan bisa runyam.
"Tidak Pak, nggak enak juga kalau dibicarakan sama tetangga kalau saya menginap disini. Yasudah saya pulang dulu, Pak."
"Eh, jangan. Kamu tunggu saya sebentar. Saya mandi dulu, baru nanti saya antar." Dia berjalan meninggalkanku masuk ke ruangan yang aku tahu bahwa itu kamarnya.
Hingga beberapa saat kemudian, Rian berdiri mengambil kunci mobil dan berjalan mendekatiku. "Ayo saya antar."
Aku mengikuti langkah tegapnya, menuju ke sebuah mobil yang terparkir di depan rumah. "Ayo masuk."
"Pak, la nanti kalau kembar bangun gimana?" Tanyaku saat mobil mengarah ke jalan rumahku.
"Tidak, kembar itu kalau sudah tidur ya akan tidur sampai pagi." Katanya serius menatap ke depan.
"Oh, syukurlah. Saya takut jika mereka bangun."
"Tidak akan." Hingga mobil yang kami tumpangi sampai di halaman rumahku. "Pak, mari masuk sebentar."
"Tidak, saya langsung balik saja. Besok kalau saya ada waktu saya akan mampir." Katanya, aku mengangguk dan menunggunya hingga mobilnya tidak terlihat lagi.
"Baru pulang, Dek?" Tanya Ibu saat aku memasuki ruang tengah. Ibu dan Bapak sedang menonton berita yang menayangkan beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini.
"Iya, nunggu Ayahnya kembar pulang kerja baru bisa pulang." Jelasku, mereka mengangguk serempak. "Lekas mandi dan istirahat, biar besok bisa bangun pagi." Perintah Bapak kepadaku.
Aku mengiyakan perintah Bapak dan berjalan menuju kamar tidur dan merebahkan tubuh sebelum memilih membersihkan tubuh. Sungguh nyaman posisi ini. Hmmm.
"Semoga besok lebih baik dan menyenangkan lagi." Aku tersenyum membayangkan polah tingkah si kembar dan Kayla.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Shaffira ✔ (KBM & KARYAKARSA)
Художественная прозаAku menatap lelaki yang duduk di sampingku dengan binar penuh tanya. Kenapa lelaki ini yang ada di sini? Bahkan aku bisa melihat dua anak kecil yang duduk bersama Nenek mereka tak jauh dari tempat duduk kami. Ya Allah apa ini takdirku? Menikah den...