Part 33 - Everything exists because of hope

982 54 4
                                    

Sudah lelah aku menanti karena semua yang kudapatkan hanyalah harapan semu.

"Sayang," panggil Halman kepada putri bungsunya yang baru beberapa hari ia temui itu.

"Masih memikirkan dia? Lelaki yang memberimu realita pahit malam itu?" tanya Arista dengan khawatir.

Lili menggeleng, "Tidak, Ibu. Aku tidak memikirkan apapun sebab aku terlalu bahagia saat ini."

"Kamu berbohong, Sayang. Ibu tahu apa yang dirimu katakan tidak sesuai dengan apa yang hatimu inginkan. Ibu melihat semua itu dari mata indahmu."

Arishta dan Hala pun memandang Lili yang tengah gundah gulana dengan tersenyum.

"Ayah tahu bagaimana bimbang nya perasaanmu. Seharusnya hal ini tidak terjadi tetapi mau berbuat apa lagi kalau akhirnya sudah seperti ini? Ayah mana yang tidak marah jika putrinya di hina, di caci, di rendahkan layaknya pelayan. Ayah bertindak seperti ini agar suamimu tahu bagaimana cara ia menjalankan tanggungjawabnya."

"Ingatlah, Sayang. Kamu adalah seorang putri bukanlah seorang pelayan."

"Ayah juga hampir tidak percaya dengan apa yang terjadi, putriku yang menghilang bertahun-tahun kini tepat berada di hadapanku, diantara keluarga kecilku. Ayah memang tidak menunjukan air mata Ayah seperti Ibumu yang menangis haru malam itu saat membawamu pulang ke rumah ini, Ayah menangis dengan bahagia dibalik wajah tegar Ayah. Maafkan Ayah karena tidak bisa menemukanmu dan membawamu dalam pelukan Ibu dan Ayah." Dia memeluk Lili dengan erat memberikan kasih sayang dan cintanya untuk putri bungsunya itu setelah beberapa saat Halman merentangkan tangannya untuk membuat Hala juga ikut Bersama saudarinya berada dalam dekapan Halman.

Melihat keluarganya kembali utuh senyuman itu tidak akan hilang dari bibir anggota Ralendra. Kebahagiaan yang tidak ternilai.

"Apa Ibu dilupakan, ya? Putri-putri Ibu dipeluk semua dan Ibu dibiarkan melihat saja. Ibu pergi saja, deh." Arishta mencoba memberikan kode-kode cinta pada suaminya namun Halman tidak mengerti maksud dari istrinya itu.

Hala mencubit kecil lengan ayahnya mencoba membuatnya mengerti arti dari perkataan ibunya. "Ayah, lihatlah. Ibu sedang merajuk, bujuklah Ibu." setelah beberapa menit ia mencoba memahami maksud istri dan putrinya, Halman pun segera meraih tubuh Arishta kedalam dekapannya Bersama dengan putri-putrinya.

Lili melonggarkan pelukannya, "Ayah, apakah aku boleh pergi sebentar saja. Ada beberapa hal yang perlu Lili selesaikan."

Halman mengernyitkan dahinya. "Kalau Ayah balas tidak boleh, bagaimana?" mendengar penolakan dari Halman, Lili tetap tersenyum karena ia tidak bisa memaksa keinginannya jika orang tuanya saja tidak merestuinya.

"Mengapa tersenyum? Tidak marah jika Ayah tolak permintaanmu?" Lili menggelengkan kepalanya pelan.

"Untuk apa Hali marah, Ayah? Jika Ayah mengatakan tidak maka Hali tidak akan memaksa."

Halman terkekeh melihat wajah lugu putrinya, "Kalau kakakmu Ayah tolak permintaannya pasti dia akan terus merengek dan jika benar-benar Ayah menolak permintaannya maka ia akan merajuk mungkin tujuh hari tujuh malam. Benarkan Hala?"

Hala yang mendengar ayahnya berkata seperti itu pun dengan cepat ia menyembunyikan wajahnya.

"Enggak. Ini cerita Ayah yang buat-buat, kenyataannya aku nggak seperti itu."

"Apa benar, Hala? Kalau Ayah berbohong. Ayah bisa menunjuk Ibu sebagai saksinya." Ia mencoba menggoda putri sulungnya itu membuat Arishta dan Lili tertawa.

Halman menatap Lili, "Ayah hanya bergurau, Putriku. Ayah mengizinkanmu untuk pergi menyelesaikan hal-hal yang perlu kau selesaikan tetapi Ayah tidak mau putri Ayah bertemu dengan keluarga Relegan." Lili mengangguk mengiyakan perkataan ayahnya.

TIRANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang