Karena kita (enggak) bisa

8 3 0
                                    

Dan sekali lagi. Kita hanya sebuah kata yang tak pernah Aku dan kamu sepakati.

Second Story: Hai Aji
***
"Flo"Aji menengok padaku yang sekarang duduk disebelahnya.

"Iya"jawabku membalik melihatnya.

Pandangku bertemu sapa dengan binar mata yang menjadi titik paling teduh dibumi.

"Gue gak bisa lagi disamping lo"

Dari milyaran frasa didunia. Tidak bisakah dia memilih serangkaian kata lain?. Katanya ini bahkan lebih sakit dari umpatan yang kerap kali kuterima.

"Kenapa lo ngomong gitu?" Lagi-lagi suaraku purau.

Saat ini tidak mendung. Ditaman yang tidak jauh dari rumah Aji. Kami berdua duduk disalah satu bangku taman ini. Transisi suasana hatiku dari sedih menuju gembira lalu dijatuhkan lagi begitu cepat bertransisinya.

"Lo tahu juga. Gue mau nikah. Gak enak kalau kita terus bareng. Kita gak akan pernah bisa saling mengerti batasan. Kasihan bini gue entar"

Bisa-bisanya Aji mengucap kalimat sesakit ini dengan sebuah kekehan. Sakit? Mungkin hanya Aku yang sakit. Lantas tidak denganmu.
Iya begitulah Aku dan Aji pada akhirnya. Aku pikir kita berdua akan punya ending yang berbeda. Aku kira kita akan memulai hal baru. Sekarang Aku sadar hanya aku yang mau. Dan dia tidak. Bukan karena waktu yang tidak tepat ternyata. Tapi memang karena Kita enggak pernah bisa.
***
Sudah satu bulan sejak hari itu. Iya.. Hari dimana Aji sekali lagi mematahkan hatimu. Jujur rasanya berat. Kerap Aku masih menyalahkan diriku. Andai Aku enggak suka Aji. Kalau aja aku enggak jujur soal perasaanku. Andai dan terus andai. Tapi akhirnya aku sadar hidupku tidak hanya berporos pada Aji. Bukan salahku. Dia yang mau pergi padahal aku sudah berusaha menahannya tapi ia tidak mau.
"Mba, Ke nikahannya mas Abdul suruh pakai baju warna ijo kata bunda."
Akibat ada satu dua hal tidak terduga. Nikahan Mas abdul akhirnya baru dilaksanakan besok pagi. Dan sekarang Aku sama adikku tercinta Abin lagi disalah satu outlet baju. Buakan mau cari beras buat sumbangan ke nikahan besok. Kalau ke sini udah pasti beli baju.
"astaga,Bin. Gue kalau pakai warna ijo mirip cabe ijo." Keluhku saat mencoba dress model sabrina demgan bahan brutkat bewarna hijau tua.
Abin cekikikan melihatku. Pasti dia juga sepemikiran denganku.
"Mbak ini kalau kita minta ganti konsep warna ke bunda bakal dibolehin gak ya?."
Aku terbahak melihat wajah cemberut Abin saat mencoba baju batik bewarna hijau yang tadi dipilihnya.
"Ya Allah,bin. Mirip kodok." cibirku
"Mbak ojo ngono tah. Isin aku."
Jurus Abin ketika sudah kepalang malu adalah berbicara dengan bahasa jawa lengkap dengan aksen medhoknya. Maksud abin tadi 'Mba jangan gitu. Malu aku'. Adikku selalu menggemaskan sampai kadang mau tak masukin ke kantong plastik.
"Mending kita cari baju lain aja deh,bin."
Aku melangkah menelusuri lagi baju yang menggantung di outlet ini. Daripada lihat Abin malah bikin ketawa kan?.
***
Mas Abdul baru aja resmi jadi suamj orang. Istrinya bernama Elain, tapi lidahku suka belibet manggil namanya asli.
"Selamat yang mbak leha." Aku bersalaman dengan istri mas abdul. Tidak lupa cium pipi kanan kiri.

"Flo nama istri gue 'Elain' bukan leha."
Mbak leha terkekeh mendengar pertengkaran kecilku dengan mas Abdul.
" Mas abdul ribet amat. Orang istri lo gue panggil Leha aja gak masalah. Iyakan mba leha?"Aku tersenyum pada pengantin perempuan.
Mbak Leha cuma tersenyum. Setelah itu Aku pamit undur diri dari pelaminan. Kasihan yang dibelakang sudah antre mau salaman sama ngantennya.
Aku berjalan mendekati abin yang kulihat sedang mengisi piringnya demgan 75% jenis makanan yang dihidangkan. Adikku macam orang gak pernah jajan. Yaudah Aku gak mau kalah. Piringku juga sudah mengabsen 80% makanan disini. Ingat mottoku 'Ada yang gratis tidak boleh disia-siakan.'

"Flo kesini sendiri? Katanya mau sama calonnya?"
Tadi itu bulik Lilis yang nanya. Untung banget Aku gak keselek setelah denger pertanyaannya tadi. Aku lagi makan bakso baru aja masuk mulut belum kukunyah. Serem juga kalau misal keselek.
Aku kunyah baksonya cepet-cepet dan kutelan "Anak bulik aja jodohin sama Aku" jawabku setelah berhasil menelan bakso.
"Wah mau?"
aku mengangguk. Ya ampun siapa yang enggak mau coba? Anak Bulik lilis ini mahasiswa di UGM jurusan bahasa korea. Astaga ya jelas maulah.
"Tapi kayaknya dia udah ada pacar Flo. Nanti coba Bulik tanyain."
Setelah basa basi sedikit. Bulik lis pamit, mau salaman sama mas abdul katanya. Aku menghampiri abin yang sekarang lagi terbahak.
"Udah yakin akhirnya dipatahin."
Dia ngapain? apalagi kalau bukan ngetawain diriku. Iya abin baru saja jadi saksi kegagalanku buat mepet Mas Angga, anak bulik lis.
"Miris gue lihatnya kak"
Aku jitak saja kepala Abin biar tahu rasa.
"Tapi kata bunda selain mas angga ada yang lebih cocok sama Mba Flo."
Aku penasaran siapa yang dimaksud Abin "Siapa?" Tanyaku sambil majukan dagu.
"Tuh" mataku mengukuti arah telunjuk adikku menunjuk.
Dan....

"Apa maksud lo nyuruh gue sama Mbah Bardi. Anjir."

Yang benar saja. Orang yang dimaksud adalah Mbah bardi, Duda yang punya sawah beberapa hektar. Tapi gak gitu juga astaga. Baru Aku mau menimpuk Abin, dia udah kabur ternyata. Awas ya,bin.

Sepulang dari nikahan mas Abdul. Aku langsung pulang ke kos. Untungnya Abin mau nganterin jadi hemat ongkos. Sebelum pulang karena lagi baik hati. Aku ajak dia untuk beli seblak di kedainya pak Umar. Sedikit info, Abin ini sohibnya apak umar. Kalau udah bertemu layaknya  dua bapak bapak yang lagi ngeteh di pos ronda. Ketawa tapi garing bercandaannya. Untunglah muka keduanya ganteng jadi agak tertolong.

"Wahai pak umar apa kabar?" Abin menyapa Pak umar dengan antusias.

"Kabar baik duhai Mas abin" sahut pak umar

Kan... Baru saja kubahas mereka sudah memulai. Aku cukup mengelus dada.

"Lo adik gue bukan sih,Bin?" Tanyaku begitu Abin duduk dihadapanku.

"kalau boleh milih gue mau jadi adiknya pak umar aja ,mba."

"Bodoamat"

Abim memang paling suka menggodaku. Mau Aku barter sama.adik orang lain tapi kok masih gantengan Abin. Yaudah aku pasrah aja.

"Pak umar. Seblaknya satu."
Mataku beralih pada cowok yang baru saja datang dan memesan seblak pada pak umar. Gak sopan banget suaranya masuk ke telingaku. Setelah kulihat ternyata bukan cuma suaranya yang ganteng tapi orangnya juga.
"Mas Nadir! Duduk sini mas."
'AAAAAAA'
Anggap aja aku sedang berteriak dalam batin. Karena baru saja Abin memanggil cowok tadi dan direspon dengan anggukan. Sekarang cowok ini sudah duduk disebelah Abin.
°°°
"Maaf,Ji. Tapi lo datang disaat yang gak tepat lagi."

"Gue bakal nunggu elo."
"Elo selalu bilang gitu tapi pada akhirnya elo yang pergi. Bahkan saat gue meminta kesempatan. U never gimme that."
"Flo...."
~~
Tbc
Haii!!
Terimakasih sudah mengikuti Second story. Imma sorry telat banget update nyaa..
Jangan lupa ketuk follow dan vote yaaa.

Second Story : Hai Aji!! Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang