~Chapter 17 - Third Chance

112 19 0
                                    

Warning!

Cerita ini maju mundur. Perhatikan tanda (***) sebagai alur mundur atau cerita masa lalu saat Mark dan Haechan masih kuliah.




















 
Happy Reading!










 
"Hikss... Haechan kita yang malang... Hikss, maafkan aku karena membuat mu harus menceritakan ini semua." Haechan meringis, bangkit dari tempatnya duduk untuk mendekati Ten yang tengah mendapat usapan perlahan dari sahabatnya yang lain, Johnny.

"Ayolah, Hyung... Inilah kenapa aku merasa segan untuk menceritakannya pada kalian. Berhentilah menangis..." Haechan pun mengambil alih untuk mengusap punggung sahabatnya, duduk di antara Johnny dan Ten yang memberikan respon berbeda atas cerita masa lalu dirinya yang baru saja ia ungkapkan.

Ten jelas menangis sedangkan Johnny terlihat lebih tegar walau Haechan yakin bahwa pria yang sempat mencintainya itu pun ingin meluapkan emosinya juga. Dia hanya mencoba menahan diri untuk tidak menangis dan menjadi sosok yang lebih kuat karena yakin bahwa Ten tidak bisa seperti itu.

Setidaknya, harus ada satu orang yang mampu menenangkan di saat satu orang lainnya dipenuhi emosi.

"Kau baik-baik saja, Haechan-ah? Kau benar-benar baik-baik saja? Hikss..." hanya itu yang bisa Ten tanyakan atas kebenaran pahit yang harus ia dengar dari mulut sahabatnya. Ten hanya tidak menyangka bahwa Haechan-nya harus mengalami hal menyakitkan seperti itu di masa lalu. Ini semua begitu banyak dan keterlaluan.

"Mmm, aku baik-baik saja, Hyung... Jadi, berhentilah menangis." Ten mengangguk kecil atas usapan Haechan walau isakan masih dapat mereka dengar. Dan saat ia berusaha keras membuat sahabatnya tenang, Haechan mendapati matanya berkaca-kaca ketika Johnny balik mengusap kepalanya dan berkata,

"Kau sudah bekerja keras." Dengan senyuman hangat.

Haechan tidak bisa menahan, kata-kata manis yang sebenarnya terdengar biasa itu. kata-kata sederhana yang hebatnya mampu membuat hatinya sakit sekaligus menghangat di saat bersamaan.

"Thanks, John."

"Sure, Chan."

Dan ketiganya pun berpelukan dengan Haechan dan Ten yang masuk ke dalam dekapan lebar Johnny. Ketiga sahabat yang telah mengenal lebih dari bertahun-tahun lamanya itu saling berbagi kesedihan dan di saat bersamaan pula mencoba untuk menenangkan dan menguatkan satu sama lain.

Sedangkan di sisi lainnya, masih di dalam ruangan yang sama, berdiri di dekat dinding Lucas mengusap kasar air mata yang tidak bisa ia cegah untuk keluar, menatap sosok Haechan sejenak sebelum berbalik untuk menutupi keadaannya. Menangis dalam diam sampai telapak tangan seseorang menyentuh punggung dan memberikan usapan perlahan di sana.

"Tidak perlu kau tahan, Luke. Menangis saja, kalau itu memang terdengar menyakitkan."itu Paman Doyoung, pria yang sejak awal telah berada di sana bersama Lucas mendengarkan cerita masa lalu Haechan hanya dapat mengusap punggung yang lebih muda dengan mata yang sudah tidak lagi tertuju kepada ketiga sahabat itu dan balik memfokuskan diri pada Lucas yang juga membutuhkan sosok penenang.

"Hanya saja, Hyung-" Lucas menyempatkan diri untuk membuat suara yang keluar dari hidungnya sebagai bentuk penahanan sebelum kembali bicara.

"Aku tidak menyangka kalau Haechan Hyung mengalami nasib menyakitkan seperti itu. Demi Tuhan, dia hanyalah anak kecil."

Di sini tanpa mengatakan apapun, Doyoung masih mendengarkan dengan tangan yang mengusap punggung, tengkuk ataupun kepala Lucas.

"Aku sempat membencinya karena telah meninggalkan Mark tanpa mengetahui alasan besar di balik itu semua. Sekarang setelah mengetahui semuanya, pikiran ku kembali tertuju pada Mark. Bagaimana perasaannya sekarang dan- sampai kapan anak itu harus menderita."

For Your Life [MARKHYUCK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang