Life goes on. Sering gak sih, waktu terasa lewat terlalu cepat? Katanya itu gara-gara kita terlalu menikmati hidup. Tapi kok buatku, justru itu kejadian karena kita "cuma" menjalani hari tanpa punya sesuatu yang cukup berarti ya?
Aku menjalani pagi sampai malamku...ya gitu-gitu aja. Bangun, sarapan, mandi, kerja, makan siang, pulang kerja, jajan, sampai rumah, makan malam, nonton sama keluarga, tidur... Yang bikin excited cuma jam-jam makan ama jajan doang, ha. Besoknya gitu lagi.
"Ambu bosen liat kamu di rumah terus, tau gak sih!" Bahkan ibuku komentar melihat rutinitasku yang gak berubah sejak aku balik Bandung dan tinggal di rumahnya lagi. Sabtu Minggu kuhabiskan di rumah, nonton film yang hasil bajakan selama seminggu di komputer dan wifi kantor.
Untuk pertama kalinya, Ambu sampai komen kalau hidupnya Ijas--yang masih kuliah tapi gak kelar-kelar karena nyambi jadi presenter acara outdoor di TV gaul, jauh lebih berwarna dibanding aku. Ambu bisa ngomong gitu karena dia besok-besok mau pergi ekspedisi ama timnya, sih. Mau bikin buku soal Sambal Nusantara.
"Main sama siapa gitu, Nda. Temen kamu kan banyak..."
"Jauh gak ada yang di Bandung."
"Temen SMA kan banyak, Ambu inget kamu dulu ikut bazaar, masa gak ada yang masih main sih!"...enggak sama sekali.
Sejak lulus, aku anti banget ketemu atau berhubungan sama teman-teman SMA-ku. Bukan salah mereka sih. Aku males karena semua hal yang nyangkut dengan SMA, akan berujung pada Inyo. Udah susah-susah dilupain dan khawatir bakalan inget lagi kalau berurusan ama siapapun dari masa itu."Udah pada sibuk kali, Mbu."
"Ah, kemarin Ambu ketemu salah satu temen kamu di Griya. Siapa itu ya, cantik, kayaknya pernah pacaran ama Ijas..."
"Fanny?"
"Iya itu. Dia nanyain kamu, minta nomer telpon kamu malah. Katanya kamu ngilang. Yaudah Ambu kasih."Oh. That explains weird phonecalls and even weirder chats on whatsapp. Sok-sok mau kenalan. Monmaap aku gak minat. Aku gak bales.
"Kamu ada pacar gak sih?"
"Udah nikah siri aku sama Jake Gyllenhaal."
"Kamu coba main sama anak temen Ambu aja gimana? Dia udah mapan, cakep, sayang keluarga..."
"Ambu, idiiiihhhhh. Kayak aku gak bisa cari sendiri!"
"Emang gak bisa!"Perdebatan melawan Ambu gak pernah bisa menang. Tau-tau aku harus ketemuan sama anak temen Ambu, Sabtu ini, di KFC Dago. Apa pula coba.
"Paling gak, kalaupun kamu gak suka orangnya tapi bisa dititipin KFC." Ambu menambahkan.
Yes. Udah makan apapun dari manapun, ibuku yang penulis soal makanan ini demennya KFC. Lidah MSG mah ga bisa dibohongin.Aku menyerah dan akhirnya mengiyakan. Ambu gak kasih nomer si anak-teman-misterius ini, dengan alasan takut aku batalin sendiri. Blind date ceritanya. Gila emang. Umurku 23 padahal. Secara akal sehat harusnya bisa cari sendiri.
...tapi emang gak minat.Jadi yaudalah.
Ikut aja.Hari Sabtu, aku DIANTERIN sama Ambu ke KFC. Didrop untungnya gak ditungguin, tapi sumpah ya, langsung ngebayangin Siti Nurbaya paz dibawa ke Datuk Maringgih aja gitu. Bedanya mungkin hanya gak ada badut Chaki lagi nyanyi Happy Birthday sebagai backsound.
KFC di hari Sabtu siang ramenya menggila. Aku masuk dan disuruh cari mas-mas bersweater abu-abu. Dari awal langsung bzzzz. Masih jam 2 siang dan udah pakai sweater? Pasti orangnya bosenin atau sakitan. Etapi aku juga belakangan ini membosankan menurut Ambu. Mungkin cocok.
Aku mencari-cari di antara banyak bocah berkeliaran dan situasi chaos dua kasir doang. Lalu pundakku ditepuk dari belakang.
Aku menoleh dan...
Mas Gani berdiri di depanku.
"Nda. Hai.""Eh. Mas Gani. Ya ampun, halo. Apa kabarnya? Lama banget ya gak ketemu..."
Lama banget! Terakhir ketemu, di RS itu."Baik. Kamu lagi mau pesan makan?" Ia menunjuk antrean.
"Enggak." Aku lagi mau dijodohin ibuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Belas Tahun
RomansaNda dan Inyo, sudah berada di tepi jurang perceraian. Pernikahan keduanya, membosankan dan sangat melelahkan. Saat keduanya harus liburan di tengah-tengah pandemi, beberapa rahasia dan kisah masa lalu muncul, membuat Nda dan Inyo memikirkan ulang se...