"Kak Juno!"
"Sumpah! Mirip banget sama Reo!"
"Astaga! Cakep banget!"
"Mau adik atau kakak, sama-sama cakep!"
Juno mencengkram erat pensil mekaniknya ketika mendengar suara yang terkadang dapat membuatnya jengkel—seperti saat ini. Suara itu adalah teriakan dari sekelompok cewek-cewek—tidak sampai 6 orang—yang tidak pernah bosan memujinya secara langsung tanpa malu-malu. Daffa yang sedang menemani Juno belajar di taman belajar, mendelik ke arah Juno yang tampak jengkel. Padahal tujuan mereka belajar di sini adalah... kabur dari kelas.
Baik Daffa, maupun Juno, keduannya sangat menyukai belajar di luar kelas. Namun, ada yang menjadi penghalang bagi Juno untuk menikmati belajar di luar seperti yang ia harapkan. Cewek-cewek itu selalu menemukannya. Beruntungnya, cewek-cewek itu tidak mengikutinya sampai belajar di kelas ataupun ketika ia perlu ke toilet.
"Argh!" Juno membanting pensil mekaniknya tepat ke buku tulisnya, hingga meninggalkan bekas coretan granit pada bukunya.
Daffa yang sedari tadi tampak santai karena mendengarkan musik melalui headset, menolehkan kepalanya ketika ia menyadari teman dekatnya mulai kesal dan frustasi. Ia langsung mencabut headsetnya tanpa mematikan musiknya terlebih dahulu. Ia tahu pasti apa yang sedang dirasakan Juno sekarang. Teman dekatnya itu tengah kembali dilanda emosi memuncak karena teriakan cewek-cewek itu.
"Sabar, Jun. Resiko jadi flower boy," ujar Daffa yang tampak tidak memiliki ide untuk meredakan emosi Juno dan juga mengusir cewek-cewek itu.
"Berisik!" bentak Juno, entah kepada siapa. Yang terlihat jelas adalah Daffa yang tampak seperti menelan ludahnya karena terkejut dengan bentakan Juno. "Denger, ya, Daf. Gue nggak abis pikir,"
"Tentang?" tanya Daffa dengan dahinya yang sedikit mengerut.
"Gua nggak abis pikir, kenapa Kak Reo bisa tahan sama kondisi begini?!" Ia memijat dahinya frustasi. Urat dahi cowok itu tampak terlihat timbul sedikit, meskipun semu.
"Mungkin, kakak lo udah berpengalaman dalam menghadapi para penggemarnya. Selain ganteng bukannya dulu, kakak lo emang terkenal banget sama cara bicara dan logikanya? Reo Verrel Pratama, seorang siswa berprestasi dalam debat Bahasa Indonesia. Coba sekarang gua liat lo. Hmm..., Arjuno Jos—"
Juno memukul bahu Daffa yang duduk di sebelahnya keras tepat sebelum Daffa menyelesaikan ucapannya. Pukulan yang berasal dari kepalan telapak tangan Juno yang mengeras dapat membuat Daffa meringis pelan sampai memejamkan matanya selama beberapa saat.
"Ngawur! Jangan konyol, Daf," ucap Juno sinis. "Pusing gue dengerin orang-orang yang nggak ada habisnya muji Kak Reo,"
"Jadi, lo iri sama kakak lo sendiri?" tanya Daffa sambil mengusap bahunya. Meskipun sudah dipukul Juno, Daffa masih saja ingin membuat Juno jengkel. "Makanya, lo tunjukkin kalo lo itu cikal bakalnya peserta olimpiade fisika atau pemain tenis meja. Oh, ya, Jun, kalo cikal bakalnya aja udah kelas 11, lo ikut olimpiadenya kap—"
"Lo itu berisik banget, ya?" bentak Juno yang langsung menyela ujaran Daffa. "Liat? Belum satupun soal yang berhasil gue jawab. Mending lo usir itu cewek-cewek. Atau nggak, lo gabung aja sana bareng mereka. Lo kan sama berisiknya kayak mereka," ujar Juno menunjuk ke arah cewek-cewek itu, membuat teriakan cewek-cewek itu mengeras.
"The power of Juno's point!" Ledek Daffa tak jera.
Juno mendesis dan ingin memukul teman dekatnya itu kembali. Tak sampai hal itu terjadi, ia segera menarik tangannya kembali lalu mengembuskan napasnya kasar. Ia mengacak-acak rambutnya tak jelas dan berakhir dengan mengusap wajahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession
JugendliteraturSeperti cerita kebanyakan, Juno adalah seorang laki-laki populer akan fisiknya yang begitu memikat. Ia dicap sebagai flower boy oleh angkatannya dan adik kelas, bahkan angkatan kakaknya sendiri. Bahkan, ia disebut-sebut akan mengangtikan posisi kaka...