Beberapa orang tampak memasang wajah gelisah. Tidak sedikit yang berlarian kesana kemari mencari sesuatu yang sudah tidak terihat sejak semalaman. Panti sedang dirundung rasa kecemasan pada seorang anak laki-laki berusia enam yang hilang tanpa jejak.
"Abah Imran! Perlukah kita lapor polisi? Bagas tidak ditemukan dimana-mana." Seorang laki-laki berusia kepala tiga menghampiri Imran dengan raut cemas.
Imran yang biasa tenang pun kini tak bisa menutupi kebuncahannya "Kemana Ares dan Raline?"
"Mereka sedang berada di puncak menghadiri reuni kampus. Haruskah kita menghubungi mereka?" tanya laki-laki itu.
Imran terdiam sejenak, tampak berpikir. Sebenarnya dia tidak mau memanggil dua orang itu. Dia tidak mau mengganggu mereka yang sedang bersuka cita. Akan tetapi, imran juga tidak punya kemampuan lebih apalagi dengan umurnya yang sudah terbilang renta. Jika terus menunda, ia khawatir sesuatu yang buruk akan menimpa Bagas.
"Hubungi Ares saja. Raline... biar saya yang urus. Dia pasti akan sangat terpukul mendengar berita ini." laki-laki berjenggot tipis itu mengangguk mendengar perintah Imran. Ia kemudian segera mendial nomor ponsel Ares.
Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan
Begitu kiranya bunyi suara operator saat laki-laki itu menelpon Ares. "Bagaimana Han? Apa Ares menjawabnya?"
Laki-laki bernama Farhan itu menghela napas lalu menggeleng "Sepertinya Ares sudah sampai di puncak, Bah. Disana sinyalnya buruk,"
Helaan napas terdengar "Bagaimana jika aku sendiri yang kesana menyusul Ares?" Imran tampak berpikir sejenak sebelum pada akhirnya mengangguk "Baiklah. Ingat, hanya Ares. Jangan biarkan orang lain tahu terutama Raline."
"Baik, Bah. Saya permisi." Farhan menunduk lalu dengan langkah cepat segera menuju mobil hijau tua yang terparkir di lapangan.
***
Malam telah menunjukan pukul 20.00 itu berarti sebentar lagi acara puncak akan segera dimulai. Raline beserta kedua temannya telah sampai satu jam yang lalu, lebih cepat daripada prediksi karena supirnya mengaku sebagai mantan penasihat balap liar saat di bangku kuliah dulu.
Sensasi dataran tinggi di puncak membuat Raline merapatkan pelukannya pada dirinya sendiri. Perempuan dengan sweater putih dilengkapi syal berwarna soft brown benar-benar kedinginan. Ia tidak menyangka akan sedingin ini.
Terlepas dari dingin yang menjerat, dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat keindahan pedesaan di sisi kanannya dan hutan lebat yang konon merupakan hutan terlarang dengan beragam mitos berada di sisi kirinya. Sungguh pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Acara reuni sengaja diselenggarakan di puncak dengan tujuan untuk mengakrabkan diri sebab di puncak sinyal ponsel sulit ditemukan. Sehingga pikir mereka, reuni akan lebih khitmat jika tidak ada yang sibuk dengan gadget mereka masing-masing. Hal ini terbukti benar. Reuni yang dihadiri oleh puluhan orang dari berbagai angakatan itu pun berlangsung meriah dan mencipatakan kehangatan antar alumni.
Kecuali dua orang perempuan yang berdiri tak jauh dari Raline. mereka sibuk melompat-lompat dan mengibaskan ponselnya ke udara untuk mendapatkan sinyal.
"Mau live ig sebentar doang elah." Gerutu wanita berambut sepanjang bahu.
"Ishh.. Kampret! Ini udah login, kenapa sinyal pake ilang segala sih?" umpat wanita berambut hitam panjang dengan poni sealis. Raline hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakukan konyol kedua temannya.
Raline menyesap kopinya, tiba-tiba dia teringat Ares. Sepertinya dia harus minta maaf karena berlaku kasar padanya tadi. Matanya mencari sosok laki-laki itu tetapi nihil. Padahal baru saja, dia mendengar suara Ares dari atas panggung menjadi perwakilan ayah angkatnya sebagai sponsor.
KAMU SEDANG MEMBACA
If Something Happens I Love You
RomanceRaline Dhara, seorang psikolog, tersesat dalam hutan terlarang karena dikejar oleh pria bertopi fedora. Pertemuannya dengan Ranu, bilioner tampan berdarah dingin dan kejam, membuat Raline bertekad untuk menyembuhkan luka batin Ranu dan membuat laki...