Bab 1 Dulu Kita

5 1 0
                                    

안녕하세요
.
.
~Karena cinta bukan hanya tentang menerima. Bahwa cinta, butuh perjuangan~
.
.
.
.
.
.

Ketika sebuah pertanyaan bersarang dalam benak kalian selama bertahun-tahun dan tidak ada yang bisa menjawabnya, apa yang akan kalian lakukan? Mengingat nama itu dadanya terasa sangat sesak. Setiap hari selalu ada pertanyaan baru dalam benak Anna tentang Namjoon. Bagi Anna Namjoon hanya sebuah nama, sebuah nama yang bisa membuat gadis itu meradang dalam waktu singkat.

-28 DESEMBER 2006

“Namjoon~ah, kau bawa baju ganti?” Tanya Anna sambil membenarkan poni doranya.

“Tentu saja, kita kan mau bermain air!” Namjoon menjawab dengan lantang, wajahnya menunjukan bahwa dia sangat bahagia.

Kajja-ayo -!!!!!” Mereka bersorak seakan hanya mereka berdua saja yang ada disana.

Saat itu mereka  masih berumur 8 tahun, usia dimana hanya ada kebahagiaan dan keceriaan. Usia dimana mereka hanya tau bahwa hidup ini selalu indah. Namanya  Jung Anna dan teman kecilnya Namjoon, Kim Namjoon.
“Anna…“ Namjoon mulai berbicara.
Mwo-apa-??” Anna menjawab dengan nada yang terdengar acuh.

“Suatu hari aku ingin membuat rumah yang sangat mewah. Di dalamnya ada kolam yang sangat besar. Kita bisa berenang setiap hari, bagaimana??” Ucap Namjoon penuh semangat. Matanya selalu berbinar setiap kali berbicara dengan Anna.

“Mmm, kau membuat rumahnya dimana dulu, kalau dekat aku datang tapi kalau jauh ya susah juga, harus meminta izin ibu.” jawab Anna tanpa melihat lawan bicaranya.
“Kita kan nanti tinggal bersama, iya kan Anna??”

“Terserah kau saja!” Anna menjawab dengan nada datar, tapi sangat terlihat ia sedang menyembunyikan senyum.

Anna dan Namjoon sangat dekat, mereka selalu bersama sejak umur mereka 4 tahun. Sejak saat itu mereka selalu melakukan kegiatan bersama-sama. Dari mulai bermain bersama, belajar bersama, makan bersama, dan yang paling mereka suka adalah berenang bersama.

Namjoon memang cukup baik dalam berenang, sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar dia selalu memenangkan lomba atau olimpiade. Beda dengan Namjoon, Anna berenang hanya karena ia menyukai Namjoon. Ya dia suka, sangat suka.

-18 JANUARI 2010

Seperti biasa Anna berangkat sekolah bersama Namjoon menggunakan bus sekolah. Karena sekarang sedang musim hujan mereka jarang berangkat menggunakan bus, tapi hari ini keduanya memutuskan untuk bangun lebih pagi agar bisa berangkat menggunakan bus bersama-sama ke sekolah.

“Namjoon, kau membawa bekal apa hari ini?” Anna bertanya pada Namjoon sambil duduk di kursi paling belakang.

“Seperti biasa, kimbap. Kenapa? Kau mau?” Namjoon menyodorkan bekalnya pada Anna yang memandangi itu seakan ingin melahapnya habis.

“Iya. Aku tidak membawa bekal hari ini, ibu memintaku untuk makan di kantin. Tapi makanan rumah kan lebih sehat, jadi minta ya?” Anna memasang wajah memelas.

“Iya iya,” jawab Namjoon pasrah, lalu melanjutkan perkataannya, “Nanti pulang sekolah kita pulang bersama, pelatih mengatakan padaku minggu depan ada lomba jadi aku harus latihan, kau mau ikut?”

“Oke, bawa bekal lagi. Akhir-akhir ini aku sering lapar. Hehe---,”

“Iya iya!!” lagi-lagi Namjoon menjawab dengan suara yang terdengar  pasrah. Ada yang aneh dengan sikap Namjoon hari ini. Dia terlalu pendiam, biasanya dia selalu melawan perkataaan Anna dengan ejekan, meskipun pada akhirnya dia akan mengiyakan.

Kringgg.......

Bel pulang akhirnya berbunyi, “Assa!!-Yeay!!!! berenang!!” Seru Anna girang, ia sudah tidak sabar menghabiskan waktu bersama temannya, Namjoon.

Anna menunggu Namjoon di gerbang, tapi Namjoon tidak terlihat. Melihat ke sekeliling gerbang pun tapi Namjoon tetap tidak ada. Anna memeriksa ke kelas Namjoon  tapi tidak ada orang disana. Mereka memang berada di kelas yang berbeda, Anna di kelas 1A sedangkan Namjoon ada di kelas 1B.

“Kau cari siapa nak?” Tanya ahjuma-bibi- yang bertugas sebagai petugas bersih-bersih.

“Saya cari Namjoon, apa ahjuma melihatnya?”
“Bukannya Namjoon sudah pulang? saat jam istirahat ada orang yang menjemputnya. Kau tidak tau?” wanita itu balik bertanya pada Anna.

“Pulang dengan siapa? Ibunya? Ayahnya? Siapa?” Desak Anna lagi.
“Sepertinya di jemput supir, mereka pergi buru-buru.” ucapnya.
Kamsahamnida-terima kasih-, kalau begitu saya pergi dulu,” Anna beranjak pergi.

Anna berlari menuju rumahnya, dia memilih tidak naik bus. Hati Anna sangat kacau, dia menangis sepanjang jalan.
“Jangan, jangan pergi Namjoon, aku mohon!” Nafas Anna memburu, dia terus menangis.

Sesampainya di rumah Namjoon , Anna mengetuk pintu dengan kasar.
“Namjoon~ah!!!!Kim Namjoon!!!!” Anna berteriak memecah hening di rumah itu.

Lenggang.

Pintu rumah Namjoon terbuka, tapi yang keluar hanya asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya.

“Maaf agassi-nona-, tuan sudah berangkat ke luar negri bersama nyonya, baru saja mereka meninggalkan rumah ini.” terang wanita setengah baya itu.

“Tidak! Namjoon tidak mungkin pergi tanpa pamit—” Anna tidak menyangka bahwa mengetahui kepergian Namjoon akan sangat menyakitinya. Dadanya terasa sakit sekali, dia ingin menahan tangisnya, tapi tidak bisa.

“Namjoon kau tidak boleh pergi! Kau sudah janji mau berenang bersama-sama. Mana bekal yang kau janjikan Namjoon, aku ingin itu sekarang!!” Anna menangis, dia ingin berteriak sekencang mungkin 'jangan pergi Namjoon, jangan pergi!' tapi yang keluar hanya suara yang lebih terdengar seperti nafas yang tercekat.

Mengejar Namjoon sudah tidak mungkin lagi, yang bisa Anna lakukan sekarang adalah menunggu. Menunggu keajaiban datang dan Namjoon kembali padanya. Atau sebenarnya ia tidak ingin ini terjadi, semoga besok pagi saat ia bangun Namjoon sudah mnunggunya di depan rumah dan mereka berangkat sekolah bersama-sama.

Bukankah ini lebih terdengar seperti mimpi?

Anna masih terus menangis, hingga berhari-hari ia tidak masuk sekolah. Semangatnya menurun saat ia mulai kehilangan harapan bertemu dengan Namjoon lagi.


Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Autumn Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang