Matahari
Aku meletakkan telapak lengan kananku di dada, sambil agak membungkuk ke arahnya.
Ia menatapku sedikit aneh, tapi kemudian tersenyum tipis. Aku masih bingung dan terkejut bagaimana bisa ada nama orang yang sama dengan wujud yang berbeda. Aku mengingat-ingatnya, dan ternyata laki-laki ini adalah yang sekitar dua minggu lalu kutolong karena lengannya terluka. Seorang anak muda, sepertinya masih SMA.Waktu itu, ia terjatuh saat sedang bermain dengan skateboardnya, sikut kanannya sedikit robek dan berdarah. Kebetulan saat itu aku sedang pas sekali mengambil vidionya untuk yang awalnya akan aku share di story instagramku. Akhirnya dengan cepat kumatikan ponsel dan berlari ke arahnya, kebetulan lagi aku sedang membawa perlengkapan perawatan luka di tasku, padahal biasanya aku selalu meninggalkan itu semua di mobilku.
"Terima kasih ya, kak. Sekarang lukaku sudah sembuh. Lihat. Sudah mulus lagi."
Ia bercerita soal lukanya dengan antusias. Aku hanya membalasanya dengan senyuman."Oiah, kita belum kenalan. Siapa nama kakak?"
"Mmm.. Matahari."
"Waktu itu aku mencari kakak. Tapi sepertinya kakak sudah pulang duluan. Sebagai ucapan terima kasih, kakak mau apa?"
"Nghahhh?! Mau apa?"
"Iya. Kakak mau aku traktir?! Sudah makan?"
"Oohhh.. Sudah." Aku agak grogi. Padahal sejujurnya aku belum makan sejak siang tadi.
"Yah, terus mau apa?"
"Skateboard."
"Maksudnya?" Ia bertanya sambil mengangkat kedua alisnya.
Aku bingung menjawab pertanyaannya, yang ada di kepalaku adalah skateboard, maka kupinjam skateboardnya. Sejujurnya aku malu. Tidak ada yang sepertinya umur 25 tahun memainkan alat ini di sini. Tapi, bukankah kita tak pernah terlalu tua untuk mencoba hal yang baru?