🎶
"Cinta juga berarti luka, Ava. Kalau kau mencintai seseorang, kau harus siap terluka." –Alby
🎶Sudah bermenit-menit kami dalam posisi ini. Alby mengurungku dengan tangannya. Masih seperti ini dan tidak berubah. Dia tampak enggan membiarkanku pergi sebelum aku menjawab pertanyaannya. Jarak wajahnya sangat dekat, aku sampai mampu melihat anak-anak rambut di sekitar rahang dan dagunya yang bekas dicukur. Bibirnya kemerahan dan tidak pucat atau kehitaman, bukti bahwa dirinya hidup dengan baik. Aku hanya bisa berharap jangan ada orang yang datang ke sini dulu dan berujung salah paham atas situasi ini—meski aku seratus persen yakin itulah yang Alby inginkan.
Atensi Alby teralihkan ketika terdengar suara hak beradu dengan lantai di luar restroom. Bola matanya bergulir ke kanan, seakan-akan sedang menantikan siapa yang akan datang. Sedangkan aku berusaha mendorong dadanya meski tidak membuatnya bergerak sedikit pun. Tubuhnya terlalu kokoh.
"Alby, kau harus pergi dari sini." Aku berbisik dengan sedikit nada paksaan.
"Itu Claudia," sahutnya. Aku yang tidak percaya lantas mengernyit. "Aku hafal tempo langkahnya. Kalungkan tanganmu di leherku," ujarnya lagi.
"Tidak mau."
"Lakukan saja. Ini momen yang tepat."
"Tapi—"
"Cepat!" Itu sudah berupa perintah, aku sampai kaget karena desisannya dan berujung menurut.
Alby meletakkan tangan kanannya di leherku, kemudian mendekatkan wajah bersamaan dengan terdengarnya suara knop pintu yang diputar, hingga sesuatu yang sangat tidak kuinginkan pun terjadi. Tidak, hanya nyaris, karena aku jauh lebih cepat mengerucutkan bibir ke sebelah kanan, seperti orang stroke, demi menghindari bibir Alby menyentuh milikku. Akhirnya benda kenyal itu menempel di sudut bibirku. Bulu kudukku meremang ketika bibirnya bergerak-gerak di sana dan membuat hidung kami saling bergesekkan. Dia mungkin sedang membuat adegan ini terlihat intim dan sensual untuk dipertontonkan pada siapa pun yang memasuki toilet. Gara-gara merasa geli dan aneh, aku mencengkeram bagian belakang kerah kemejanya.
"Ekhem."
Alby lantas berpura-pura tersentak ketika seseorang itu berdeham. Dia memundurkan wajahnya dan aku menarik napas sekuat mungkin untuk mengisi paru-paruku yang mungkin sudah berkerut karena hidungku tersumbat oleh wajahnya. Siapa pun orang yang berdeham tadi, aku benar-benar sangat berterima kasih.
"Oh, Claudia." Aku refleks melirik melalui bahu Alby untuk memastikan kalau dia memang benar-benar Claudia. Dan aku nyaris berdecak kagum karena Alby benar-benar mampu menebak pemilik suara hak tersebut. "Maaf, kami kelepasan."
Aku berusaha menahan diri agar tidak berdecih.
"Um, aku yang minta maaf karena ... mengganggu kalian. Aku benar-benar sangat ingin ke toilet."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart to Break [✔]
Romance[Song Series][Completed] Ava, seorang layouter majalah, tidak pernah sesial ini dalam hidupnya; kekasihnya setuju dijodohkan dengan wanita lain, dan dia juga harus kehilangan pekerjaan di saat yang bersamaan. Orang bilang, di balik kesialan, akan di...