11. Sakit

1.2K 65 0
                                    

Perempuan berambut hitam itu terdiam menatap datar selembar roti tawar di depannya. Tangannya terlipat di depan dada, beberapa gerutuan sesekali terdengar dari bibirnya. Setelah lebih dari satu jam mencari makanan, hanya itu yang bisa dia temukan di dapur seluas lapangan futsal itu.

"Sial! Dapur sebesar ini cuman punya selembar roti tawar." Gerutunya.

"It's okay, yang penting bisa dimakan kan?" Raline menghembuskan napas.

Tangannya kini terulur untuk mengambil roti itu namun suara gebrakan pintu membuat perhatiannya teralih.

Perempuan berpakaian training itu membalikkan badan segera namun belum sempat ia sempurna berbalik gerakannya terhenti saat sebuah tangan besar tiba-tiba saja mencekik lehernya. Orang itu terus mendorong Raline sampai tubuhnya membentur meja pantry dapur. 

Dia masih terus mendorong Raline hingga punggung wanita itu bertabrakan dengan permukaan atas meja dengan posisi tercekik.

Wujud laki-laki berparas tampan menatap tajam dirinya. Wajah bengisnya begitu kentara. Rahang tegasnya mengeras dengan gigi geraham yang waking beradu. Lengan kemejanya digulung sebatas siku membuat otot-otot lengannya terlihat jelas.

"Ap-apaan ini?" ucap Raline terbata-bata. Napasnya tertahan di tenggorokan sebab Ranu mencekiknya begitu kuat.

Rahang laki-laki itu mengeras, "Jalang sialan! Kau dikirim Adyan untuk membunuhku kan?"

"Siapa Ad-yan? Aku ti-dak mengenalnya. Lepaskan!" 

Raline mencoba melawan, dia memegang tangan Ranu agar laki-laki itu memberikan sedikit jalan udara di tenggorokannya. Usahanya sia-sia, cengkeraman Ranu di lehernya begitu kuat membuat Raline semakin susah bernapas. 

Dia kemudian mencoba cara lain yaitu dengan menggerakkan lehernya ke kanan, akibatnya bagian kiri lehernya terkespos membuat Ranu membelalakan matanya. Tanpa ia sadari, cengkeramannya mengendur sehingga membuat Raline mudah bergerak. Perempuan itu segera meraih pisau buah yang tak jauh darinya.

Wajah pucatnya tertegun melihat bekas luka di leher perempuan itu. Saking terkejutnya, dia terlambat menyadari jika perempuan itu kini tengah melayangkan pisau ke perutnya.

Tes

Tes

Setitik demi setitik tetesan darah mulai mengotori lantai marmer dapur. Raline membelalakkan matanya saat menyadari jika ia tengah menikam seorang laki-laki. Beruntung walau terlambat, benda tajam dan mengkilap itu tidak sempat menusuk perut karena Ranu menggenggam pisau itu kuat-kuat dengan tangan kekarnya.

Ranu merasakan darah mengucur deras dari tangannya. Namun, hal itu tidak membuat perhatiannya dari perempuan itu teralih, ia masih menatap perempuan di depannya dengan tatapan yang sulit di definisikan.

Astaga. Apa yang aku lakukan. 

 Tangan kanannya menggenggam gagang pisau yang ujungnya digenggam erat oleh laki-laki yang masih menatapnya sejak tadi. Wajahnya semakin memucat, Raline baru menyadari jika tangan laki-laki itu lebih hangat.

Rasa bersalah tiba-tiba saja menyelumuti batinnya. Ia benar-benar khilaf saat mengambil pisau dan mengarahkannya pada laki-laki itu.

 Sementara itu, kepala Ranu tiba-tiba dirambati rasa nyeri dan lehernya menjadi kaku. Perlahan penglihatannya memburam dan seketika itu juga tubuhnya ambruk menindih perempuan yang kini memasang wajah panik.

"Hei! Hei! Jangan pingsan begini please aku jadi susah bangun!" Raline menepuk punggung laki-laki yang kepalanya tanpa ijin masuk ke ceruk leher Raline.

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang