17. Tolong!

968 55 0
                                    

Kicauan burung memecah kesunyian pagi disertai semburat cahaya kuning keemasan yang menembus masuk melalu celah udara. Suasana pagi ini begitu cerah. Saat menyibak gorden bewarna krem muda dan membuka jendala kaca berukuran besar, angin pagi langsung berembus membelai kulit wajah wanita cantik berumur dua puluh empat tahun.

Perempuan itu berdiri menatap kagum seisi ruangan luas bernuansa klasik nan elegan itu. Semalam, dia tidak sempat melihat-lihat sebab rasa kantuknya begitu berat. Dia sangat takjub dengan desain kamar yang sederhana namun terkesan mewah tersebut.

Di sudut ruangan ada pintu yang terhubung ke walk in closet yang di dalamnya berjajar pakaian mewah dengan beragam merk ternama. Selain itu, koleksi sepatu mulai dari flat shoes hingga high heels yang juga berlabel merk mahal pun turut mengisi bersama dengan jajaran tas dan perhiasaan mewah lainnya. Bahkan saat ini, Raline tengah memakai dress sederhana bewarna beige yang menyatu dengan warna kulit cerahnya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai, sedikit bergelombang. Polesan make up tipis natural membuatnya semakin molek.

Berbeda dengan laki-laki yang baru saja masuk ke ruangan tersebut tanpa mengetuk lebih dahulu, wajah dinginnya terlihat sedang tergesa-gesa.

"Tidak tahu cara ketuk pintu?" ucap Raline bernada dingin.

Sementara, Laki-laki itu terdiam ketika melihat penampilan wanita di depannya.

"Kau?" Ranu menatap Raline dari ujung kaki ke atas hingga berhenti ketika bertemu dengan sepasang netra teduh yang kini menatap dingin kearahnya.

Cantik.

"Kenapa? Apa ada yang salah? Kau bilang boleh memakai semua yang ada disini," Perempuan itu menatap Ranu penuh tanya.

"Ngomomg-ngomong apa pacarmu tidak marah aku pakai barang-barangnya?" Raline berlanjut tanya. Sedari tadi ia bertanya-tanya tentang siapa wanita pemilik kamar elegan ini.

"Itu kamar mendiang ibuku." Raline manggut-manggut paham. Selera ibunya sangat tinggi.

"Jika sudah selesai,cepat keluar! Aku bisa terlambat karenamu." Perintah Ranu. Dia berbalik melangkah keluar kamar diikuti Raline.

Mereka berdua berjalan menuju sebuah mobil jenis SUV berwarna hitam legam yang Raline taksir harganya mencapai sepuluh digit. Raline berjalan dengan matanya yang terus berputar menyapu sekeliling. Ia takjub dengan desain arsitektur mansion milik Ranu. Sedangkan Sang Pemilik tengah sibuk dengan panggilan telepon.

"... Apa perlu orang sebanyak itu hanya untuk acara pembuka?"

"..."

"Aku mengerti. Setelah memberikan sambutan akan kuserahkan semuanya padamu."

Tutt

Ranu memutus sambungan telepon dari sekretarisnya, Jay. Hari ini, perusahaannya akan mengadakan siaran pers tentang proyek mega industri miliknya. Seperti yang sudah diketahui, dia merupakan salah satu pemilik perusahaan real estate yang masuk sepuluh besar perusahaan terbesar di dunia. Menjadi sibuk adalah makanannya sehari-hari.

Setelah memakai sabuk pengaman, Ranu menekan pedal gas kemudian mulai mengemudi menerabas hutan. Medan hutan yang penuh dengan bebatuan tidak membuatnya kesulitan. Sebab. mobil mewah yang dia kendarai memang didesain khusus bisa digunakan baik dalam on the road maupun off the road.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih lima jam—itupun dengan kecepatan yang terbilang 'diluar nalar'—mereka sampai di depan sebuah bangunan tinggi pencakar langit. Ranu keluar dari mobil terlebih dahulu diikuti perempuan yang duduk disamping kemudi.

Seorang pria bersetelan formal menghampiri Ranu "Kemana saja kau? Kemarin kau tidak bisa dihubungi sama sekali. Apa ada masalah?"

Ranu menggeleng "Tidak ada." Pria yang berstatus sebagai sekretaris Ranu menangkap sosok wanita cantik yang berdiri dibalik mobil hitam majikannya. Dia terperangah melihat betapa cantiknya wanita berdress sepanjang lutut itu.

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang