13. Tak Sesuai Harapan

804 147 25
                                    

Note: pencet bintangnya, ya! Follow juga Instagram @satriaos_ biar kita makin dekat! Happy reading!

-

Gue telat lima belas menit ke sekolah hari ini. Tentu, karena gue anak Langga, jadi permintaan gue pada sang satpam—gue suruh semua murid yang telat diperbolehkan masuk—dipatuhi. Mereka melompat kegirangan lalu bilang terima kasih seakan gue jadi penyelamat mereka hari ini.

Maklum. Ujian semester akhir tinggal tiga bulan lagi. Tugas udah pada menumpuk, termasuk gue yang sekarang berniat untuk membereskan semua tuntutan sekolah yang harus gue patuhi.

Dengan tangan yang mengepal karena semangat, gue terus berlari sepanjang koridor. Hari yang cerah ini nggak boleh gue sia-siakan. Kaki gue terpaksa berhenti saat gue melewati kelas IPA-2, di depan kelas, ada Ning yang lagi berdiri dengan satu telapak kaki menempel di lutut. Bukan cuma itu, ternyata di sebelahnya ada Gladys. Gue udah punya firasat nggak enak saat tahu mereka berada di kelas yang sama. Karena tiga hari belakang Ning terus mengeluh pada gue dengan sikap Gladys yang kekanakkan. Ning sangat terganggu, dia jadi nggak fokus buat mengikuti kelas remedial, tapi gue nggak habis pikir kenapa bisa tuh dua cewek hari ini kena hukum berbarengan?

"JAY?" seru Gladys saat melihat gue. "Jay, masa guru di dalam itu jahat. Dia menghukum kami cuma karena kami ketahuan saling ngobrol." Gladys langsung mengutarakan apa yang terjadi. "Tolong kami dong... capek juga begini terus sampai setengah jam."

Ning melirik sinis Gladys. "Lagian kamu dibilang nggak ngerti-ngerti! Jangan main hape kalau lagi belajar, eh malah nggak dipeduliin! Aku yang ngasih tau, malah aku yang kena imbasnya!"

"Aku cuma mau ngabarin Mamaku kalau aku udah makan di rumah tadi."

"Intinya kamu yang salah!"

Gue melihat keduanya yang saling menatap malas. Dilihat sekilas mereka lucu. Meskipun keduanya sama-sama otak udang, tapi gue akui mereka pernah membuat hati gue berbunga-bunga.

"Lagi jamnya Bu Ajeng, ya?"

Ning mengangguk, dia menarik tali ransel gue. "Aku kangen," ucapnya pelan. Gue nyengir kayak kuda.

"Nanti kita ketemu di perpus pas istirahat, ya? Ada yang mau gue omongin."

"Tapi ini capek," keluhnya.

"Tapi gue nggak bisa bantu apa-apa, Ning. Itu lagi diajar sama Bu Ajeng. Maaf, mungkin nanti gue lapor ke bokap gue, kalau hukuman begini tuh nggak pantas diterapkan di SMA."

"Hei, Jay Zanneth Adiputra! Ngapain kamu di situ? Bisa-bisanya kamu pacaran! Balik ke kelas kamu sekarang!" Bu Ajeng mendadak melihat gue. Dari kaca jendela, gue menempelkan kedua telapak tangan.

"Maaf, Bu! Iya, ini saya balik ke kelas! Semangat ngajarnya, ya!!" seru gue pada Bu Ajeng. Gue kembali melirik Ning dan Gladys. "Ke depan kalian harus jaga sikap kalau belajar sama Bu Ajeng. Buat lo, Glad, jangan sampai ini terulang buat yang kedua kali. Hanya karena lo nggak mau dibilangin, jangan sampai lo bikin orang lain kena getahnya. Ngerti?"

Gladys kelihatan murung, nggak seceria tadi. Dia juga nggak membalas ucapan gue. Sedangkan gue beralih menyentuh pipi Ning lalu membelainya lembut. "Nanti jangan lupa, ya? Gue tunggu! Sekarang gue cabut dulu! Bye!"

***

Melihat Ning yang sering masuk kelas remedial, bikin gue berniat untuk jadi tutornya. Bukan apa-apa, gue cuma pengin presensi gue berarti di dalam hidupnya. Kasihan, di saat dia mengeluh tentang pelajaran yang sulit, gue cuma menyemangati dengan kata-kata. Sebagai cowok, gue sangsi kenapa nggak dari dulu gue kepikiran jadi tutor belajarnya?

Matahari Sebelum Pagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang