Chapter 17

581 150 162
                                    


 
 
 
Tidak pernah menyangka bahwa akan menghabiskan masa liburan sekolah di kota kecil yang pernah terpikir dalam benaknya, bahkan pada semester ajaran baru ia sudah akan menempuh di sekolah berbeda, sekolah yang kualitasnya jauh dari sekolah yang pernah ia tempuh sebelumnya.
 

Tapi baginya tidak pernah jadi masalah selama bayarannya adalah melihat, bercanda tawa dan bermain bersama sang Adik yang pelan-pelan mulai menerimanya sebagai seorang Kakak. Tentu ia melewati banyak usaha untuk mendekati Adiknya.
 

Hari ini adalah hari pertama dimulainya sekolah. Ravi yang masih mengenyam pendidikan dasar dan Selena yang sudah mulai mengenyam pendidikan sekolah menengah atas.
 

Bel pulang sekolah berbunyi lebih awal karena seperti budaya bahwa hari pertama hanya sebagai formalitas untuk mengenal ruang kelas dan wali kelas baru.
 

Disini lah kedua buah cinta Sehun dan Luhan berada, di bawah taman bermain kecil yang letaknya tida jauh dari sekolah Ravi. Dan sedikit jauh dari sekolah Selena.
 

Selena membuka bekal yang diberikan sang Ibu ketika ia akan berangkat sekolah tadi. Melirik pada sang Adik yang tampak malas-masalan membuka bekalnya.
 

“Kenapa tidak semangat..? Adek tidak suka menu bekal Ibu hari ini..?”. Tanyanya dengan tangan yang mengusap lembut rambut jamur Adiknya.
 

Ravi menggeleng. “Ini masakan kesukaan Ravi..”. Menyangkal praduga saudara perempuannya.
 

“Lalu kenapa tampak lesu begitu..? Mau Kakak suapin..?”.
 

Ravi menggeleng lagi.
 

“Terus maunya gimana..?”. Tanyanya sabar menghadapi sang Adik yang dalam mode manja seperti saat ini.
 

“Ravi ingin  ice cream..”.
 

“Iya nanti Kakak belikan, tapi makan nasi dulu..”. Nasehatnya sembari mengambil bekal sang Adik lalu menyendok nasi berniat menyuapi.
 

“Tidak boleh ice cream dulu..? Biasanya kalau bareng Paman boleh-boleh saja makan ice cream lebih dulu..”. Masih belum bisa memanggil Sehun dengan sebutan Ayah.
 

“Ihh.. Ayah memang begitu. Kalau ketahuan Ibu bisa kenak jewer..”. Meraung sebal karena terlalu menuruti permintaan sang Adik yang memungkinkan bisa menganggu kesehatan Ravi.
 

Ravi melirik sendok berisi sedikit nasi dan banyak lauk tersebut di tangan sang Kakak. “Tidak boleh ice cream dulu..?”. Mencoba bernegoisasi sekali lagi menggunakan wajah melasnya.
 

Selana tegas menggeleng. Sebagai seorang Kakak ia bisa mewujudkan apapun yang diinginkan oleh Adiknya. Tapi jika berkaitan dengan kesehatan sang Adik, maka akan menolak dengan tega meski harus disuguhi raut wajah kecewa Adiknya.
 

“Tapi Ravi ingin sekali makan ice cream..”. Merengek tanpa sadar. Nada rengekan yang sama ketika ia merengek pada Ibunya.
 

“Iya nanti Kakak belikan setelah Adek makan bekal yang dibuatkan Ibu. Ayo.. aaaaaa buka mulutnya..!”. Perintahnya lembut.
 

Ice cream dulu tidak mau tahu..!”. Watak keras yang sama persis seperti yang dimiliki oleh Ayah kandungnya.
 

“Makan bekal Ibu dulu, nanti Kakak belikan dua porsi ice cream..”.
 

“Tiga porsi atau Ravi tidak mau makan bekal Ibu..”. Ancamnya yang membuat Selena menghela jengah.
 

“Okay, 3 porsi. Tapi habiskan bekal Ibu, tidak boleh meninggalkan sisa meski hanya satu butir nasi..”. Mengalah adalah kebiasaan baru jika berhadapan dengan sang Adik.
 

Soleluna-PDF (HunHan GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang