Chapter 11

34.1K 3.6K 21
                                    

Pagi ini matahari bersinar lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini matahari bersinar lembut. Menyinari lapangan basket, aku tengah berdiri di tengah lapangan sedang melakukan pemanasan sebelum bermain basket. Selesai melakukan pemanasan, suara peluit menarik seluruh atensi para siswa di lapangan. Di depan kami berdiri laki-laki berbadan tegap memakai pakaian ketat yang mencetak dada bidang berotot miliknya, ia adalah Pak Niko selaku guru pembimbing mata pelajaran olahraga. Pak Niko memberikan penjelasan singkat mengenai teknik bermain bola basket.

"Oke, silakan pilih tim kalian. Lima menit lagi kalian akan bertanding," pungkas Pak Niko seraya melirik jam dipergelangan tangannya.

"Leta, aku masuk tim kamu ya."

Aku yang sedang mengobrol dengan teman sekelas ku agar kami bisa satu tim sontak menoleh saat Karin menawarkan diri ingin satu tim denganku.

"Sorry ya, Rin. Tim kami udah cukup, lo bisa masuk tim lain." Bukan aku yang membalas perkataan Karin, melainkan April.

Priittt

Peluit Pak Niko berbunyi nyaring menandakan waktu memilih tim sudah berakhir. "Ayo siap-siap, tim cewek bertanding lebih dulu, setelah itu baru tim cowok," jelas Pak Niko.

"Ayo, Let." April menarik tanganku, mendekat ke arah Pak Niko.

Pak Niko berdiri di samping ku dan seorang gadis yang berhadapan-hadapan denganku.

"Pertanding sederhana. Tim yang berhasil memasukkan bola sebanyak tiga kali, itulah pemenangnya. Kalian siap?"

Aku dan gadis di depanku mengangguk serempak, mata kami saling bertatapan untuk sesaat. Pak Niko melempar bola ke atas. Aku segera lompat menyambarnya, disusul oleh tim lawan. Hap! Aku menyambar bola lebih cepat, lantas men-dribble bola, maju menuju ring. Aku bergerak lincah ke kiri dan ke kanan untuk menghindari tim lawan yang menghadang hendak merebut bola dari tanganku.

Aku meliuk sambil men-dribble bola melewati gadis di depannku sampai aku tiba di titik menembak terbaik. Aku melompot dan menembak bola menuju ring.

Bugh!

Bola yang aku kira akan masuk sempurna ke dalam ring malah mengenai kepala Karin sampai gadis itu tergeletak duduk di lapangan.

Aku menatap ke arah Karin, mendengus sebal. Kenapa Karin harus menghalangi bola menggunakan kepalanya, apa tangannya tidak bisa berfungsi dengan baik. Sebelum terjadi sesuatu yang buruk dengan Karin, aku langsung berlari menghampiri Karin untuk memastikan keadaannya.

"Lo nggak apa-apa?" Aku mengulurkan tangan ke depan wajah Karin.

Karin belum merespon perkataanku, ia sibuk memegang kepalanya. Aku tahu kepalanya pasti sakit, mengingat betapa kerasnya bola basket. "Kepala aku, sakit." Tepat setelah menyelesaikan ucapannya, karin tumbang, ia pingsan.

A or A [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang