"Sung, sebenarnya lo itu..."
"Apa, Lix?" tanya Jisung.
"Anak angkat." Jisung menatap Felix datar, sudah biasa jika kembarannya itu sering berucap sedemikian rupa hampir setiap harinya.
"Iya gue tahu, Lee Jisung adalah anak yang beberapa tahun di temuin di bawah jembatan lalu di angkat jadi anak keluarga Lee," ujarnya.
Felix terkekeh, ia suka sekali menggoda kembarannya itu. Ia hanya beda beberapa menit saja dengan Jisung, tapi ia sering bilang bahwa sang kaka adalah anak temuan. Bahkan saat kecil Jisung sempat percaya pada ucapan Felix. Konyol memang dirinya.
Felix menatap kembarannya itu yang kini sedang duduk di kursi pojok kamarnya, entah sadar atau tidak tapi laki-laki dengan freckles itu tahu bahwa Jisung tumbuh menjadi laki-laki yang sangat cantik dan menggemaskan. Sedangkan dirinya tumbuh lebih dominan cool, dan juga auranya seperti sugar daddy.
"Biasa aja liatin gue, Lix," tegurnya.
"Lo cantik, Sung."
Jisung memutar bola matanya malas, Felix selalu seperti itu. Memuji dirinya cantik atau manis, bahkan imut. Ia laki-laki dan ia itu tampan, ingat dirinya tampan.
"Gue ganteng, Lix..." elaknya.
"Tapi dominan cantik, kalau makek presentase gitu ganteng lo cuma 0,0% tapi cantik Lo itu 100%."
"Stress."
Jisung beranjak dari duduknya, ia segera pergi dari kamar kembarannya itu. Entah mengapa ia sekarang menjadi sedikit risih dengan Felix.
.
.
.Pagi ini kediaman Lee cukup sunyi, dan Jisung sadar akan hal itu. Pasti urusan kerja lagi dan ia pasti juga di rumah sendiri. Eh, tunggu ada Felix.
"Duh, kok ngery," gumamnya.
Jisung memukul ringan kepalanya, ini masih pagi dan ia berburuk sangka pada sang kembaran yang sama sekali tidak mirip dengannya.
Orang tuanya pergi ke luar negeri selama dua minggu, dan itu saja mereka pamit lewat secarik kertas di meja makan. Harusnya berisi makanan malah pesan tugas. Ia tahu menjadi anak dari pengusaha besar tidak lah mudah, kadang kala orang tuanya itu di rumah tapi kadang kala juga harus ke luar kota bahkan negeri.
Felix dari lantai dua melihat sang Kaka sedang memasak, tapi melihat pemandangan itu membuat dirinya ereksi. Jisung hanya memakai celana pendek, dan atasan baju tidur yang sangat tipis.
Gila!
Felix harus ke kamar mandi, adiknya meminta keadilan sekarang juga.
Tanpa pikir lama laki-laki dengan freckles itu segera memasuki kamar mandi kamarnya, dan segera mengocok adik kecilnya yang tegang.
"Duh, Yongbok kenapa bangun gara-gara lihat Jisung," cerocosnya.
Jangan heran jika Felix memberi nama adiknya Yongbok. Katanya biar berbeda dari temannya yang lain.
Lupakan tentang itu.
Kini Felix mengurut adiknya yang tegang itu, tidak lupa ia membayangkan kakanya itu.
"Stts, Jisung ahh..."
"Terus, Sung. Gila lubang Lo enak banget..."
Sedangkan di bawah kini Jisung sedang menatap pintu kamar adiknya yang masih tertutup itu. Mereka harus kuliah, tapi kenapa Felix belum turun juga untuk sarapan.
"Pasti tu anak lagi ngocok, gue yakin," dumalnya.
Bukan rahasia lagi jika Felix salah satu pangeran kampus adalah seorang yang gila seks. Bahkan banyak perempuan dan uke yang terang terangan ingin di gagahinya.
Gila, itu pikir Jisung.
Tok... Tok...
"Lix, kalau ngocok cepetan elah. Keburu dingin makanan di bawah."
Felix terdiam, ia takut jika kembarannya itu mendengar desahannya. Seketika adiknya melemas padahal belum klimaks.
"Iya, Sung. Bentar gue mandi."
Jisung mendegus, ada saja kembarannya itu. Biasanya juga siap lebih awal dari Jisung.
Felix segera menyelesaikan acara mandinya, ia tidak jadi menidurkan adiknya karena sudah tertidur mendengar suara Jisung. Ia segera turun dan mengambil kursi di depan saudaranya itu.
Mata elangnya menatap bagaimana bibir Jisung mengunyah makanan, meminum jus jeruk yang di meja. Sekali kali bahkan lidah Jisung menjilat bibir merah itu karena sisa makanan di bibir. Felix bisa gila harus melihat pemandangan ini setiap hari.
"Lo sange jangan sama gue asu!"
Felix se akan di seret paksa dari pikiran kotornya. Jisung mengerti ternyata bahwa dirinya di tatap mesum oleh kembarannya.
"Pd bener, mana mungkin gue sange sama orang modelan, Lo. Masih mending Ayen kemana-mana."
Jisung berdecih, masih bisa mengelak juga kembarannya itu. Jelas jelas ia tahu Felix menatap lapar dirinya, ia kira Jisung bodoh.
.
.
.Malam harinya mereka berdua memutuskan untuk delivery makanan, karena faktor malas memasak.
"Kita makan sambil nonton, mau?" tawar Felix.
Jisung menimang nimang, ia sebenarnya tidak suka tapi sepertinya quality time dengan kembaran tidak masalah.
"Yaudah, ayo."
Felix mengambil flashdisk di kamarnya, ia baru saja mendownload film tadi siang.
"Lix, lo sama Ayen gimana?" tanya Jisung tiba-tiba.
"Percaya nggak kalau gue sama dia nggak pernah pacaran, perasaan gue buat orang lain," tutur Felix. Jisung hanya menjawab itu dengan anggukan kecil saja, ia tidak terlalu tertarik.
Film yang di putar ternyata film romantis, bahkan ada beberapa adegan kissing. Jisung yang masih suci menutup matanya sedangkan Felix hanya biasa saja, bahkan ia terlihat santai sembari meminum cola terakhir.
Laki-laki berfreckles itu memanggil Jisung untuk mendekat dengan isyarat tangan. Laki-laki mirip tupai itu yang memang sedikit sedikit goblok hanya terdiam. Felix yang geram mendekat, lalu mendekat wajah keduanya. Tanpa aba-aba ia menarik tengkuk Jisung dan mempertemukan bibir keduanya. Ia memberikan minuman cola terakhir yang tadi ia minum.
"Goblok! Maksud lo apa, Lix?" sentak kasar Jisung.
"Gue suka lo, Sung. Apa kurang jelas?"
Jisung berdecih, apa Felix sudah gila hingga lupa hubungan keduanya.
"Kita saudara dan nggak bakal bisa bersatu, gue harap lo inget itu."
"Apapun itu hubungan kita, gue bakal pastiin lo milik gue. Jisung hanya milik Felix!"
Jisung berdecih lalu segera pergi ke kamarnya, ia muak melihat wajah saudaranya itu.
.
.
.TBC