Quality time bersama di Pagliuzza merupakan hal yang berharga bagi mereka berdua, dikarenakan kesibukan Vincenzo yang mengelola banyak bisnis. meskipun yang mereka lakukan adalah hal-hal biasa seperti jalan santai, atau sekarang sedang menikmati kopi pagi dan sarapan sederhana di teras balkon sambil menikmati langit yang cerah berawan. Sepulang dari Milan kemarin dan setelah mengalami banyak hal di kota itu, ikatan diantara mereka semakin kuat, dengan bagaimana Chayoung merespon dan menyikapi membuat Vincenzo kagum, dan ia semakin merasa nyaman untuk terbuka kepada perempuan itu."Apa kejadian di Milan sering terjadi pada kalian?" Tanya Chayoung sambil mengolesi roti gandumnya dengan selai coklat dan irisan strawberry serta sedikit taburan granola.
"Kau harus lebih spesifik." Ujar Vincenzo ketika memasukkan gula kubus kedalam cangkir kopinya.
"Diserang saat di jalan, dibuntuti, membakar bangunan sebesar itu yang pasti menarik perhatian, serta dibunuh dan membunuh." Chayoung memelankan suaranya di akhir kata.
"Yang terjadi di Milan kemarin, sebenarnya jarang terjadi. Serangan terbuka besar-besaran adalah langkah terakhir bagi mereka yang putus asa, itu sebabnya ada celah dalam rencana mereka. Mafia selalu memilih cara elegan untuk menjatuhkan lawannya." Ujar Vincenzo yang setelah itu menyesap kopinya.
"Yeah.. aku bisa lihat itu." Kemudian Chayoung mengulurkan tangannya untuk menyuapi Vincenzo roti coklat tersebut, pria itu langsung melahapnya.
"Bagaimana? enak?" Tanya Chayoung menaikkan sebelah alisnya. Vincenzo merespon dengan anggukan.
"Aku ingin membuat ulang sandwich yang dibuatkan oleh pelayan itu, tetapi Mia bilang roti ciabatta sudah habis." Lanjut Chayoung sambil mencicipi roti kreasinya, Mia adalah kepala pelayan di mansion, dan sudah akrab dengan Chayoung sepuluh hari terakhir ini.
"Pelayan itu? siapa?" Tanya Vincenzo
"Itu.. pelayan perempuan di kediaman Cassano, dia berumur sekitar 40-an, berambut merah, dan agak sedikit pendek. Aku lupa menanyakan namanya. Dia yang membuatkanku cemilan sebelum kita... ekhmm."
"Kukira kau sendiri yang memasak!" Saut Vincenzo, lalu meminum tegukan terakhir kopi espressonya.
"Tidak, dia yang memasak. Kau pasti sudah berpapasan dengannya, sebelum aku menyadari kau berdiri di belakangku waktu itu."
"Aku tidak menemukan siapapun di ruang makan selain dirimu, dan Frans yang datang mengganggu." Ia mengingat malam dimana mereka bercumbu di ruang makan dan diinterupsi Frans.
"Heii.. mana mungkin." Chayoung mengibaskan tangannya mengelak pernyataan lelaki itu.
"Tunggu!" Vincenzo menghadap Chayoung dan mencondongkan tubuhnya. "Aku pernah mendengar rumor bahwa di kediaman Cassano, tahun 60-an pernah ada pelayan yang bunuh diri dan menjadi hantu. Semula aku tidak percaya, tapi karena kau sudah --"
"aish.. jangan bercanda!" Ujar Chayoung kesal memukul lengan Vincenzo.
"Tanyakan pada Frans, tidak ada pelayan dengan ciri-ciri yang kau sebutkan di kediaman Cassano." Ucap Vincenzo dengan wajah serius.
Chayoung mulai kepikiran, ia mengingat kembali malam dimana pelayan itu muncul tiba-tiba di balik pintu kulkas, bagaimana sepi dan heningnya dapur kala itu, dan pelayan itu menghilang tiba-tiba sebelum ia menemukan Vincenzo berdiri di belakangnya. Sedangkan Vincenzo melipat bibirnya menahan tawa melihat ekspresi Chayoung yang bingung, ragu, dan mungkin mulai merinding. Sembari ia menghabiskan roti buatan Chayoung, kapan lagi bisa menjahili gadis itu.
"Ikut aku." Vincenzo membersihkan tangannya lalu berdiri.
"Kemana?"
"Menuntaskan sisa pertanyaanmu seputar mafia."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Soul || [Vincenzo]✔
FanfictionDi satukan kembali oleh sebuah musibah, melanjutkan kisah cinta paling murni di kehidupan yang keruh. Vincenzo dan Chayoung, belum selesai berurusan dengan iblis lain yang berani mengganggu keluarga mereka. Dan untuk berhasil membalas dendam, dua in...