Episode 13

353 168 26
                                    

Langit bersandar di pinggiran ranjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit bersandar di pinggiran ranjang. Matanya terpejam rapat-rapat. Dijemput paksa dari sekolah, dia menjadi sorotan teman kelasnya. Ferry, menjemput dengan berteriak-teriak, mencengkeram tangan, mendorong asal kursi rodanya, bahkan tidak membantu Langit menaiki mobil dengan baik.

"Bangun!" Ferry membentak dengan penuh kebencian.

"Siapa yang suruh kamu tidur? HAH?" ucapnya keras. Laki-laki berjas kantoran itu mendorong Duta terjatuh ke lantai, menyiram dengan air dingin-es balok.

"Pa," lirihnya. Kepala Langit berdenyut. Matanya merah. "Jangan untuk hari ini aja." Langit mengangkat tangannya, meminta bantuan ke sang Papa. "Aku capek, Pa."

"Aku mau istirahat. Boleh, ya, Pa?"

Langit begitu rapuh, bibirnya pucat. Ferry malah semakin banyak mengguyur air dingin itu ke dirinya. Ferry tidak merasa ragu melakukan tindakan jahat kepada anaknya, Langit.

"Istirahat? Coba bilang sekali lagi." Ferry menjerit kuat. "Kasih Papa satu alasan untuk biarkan kamu istirahat?"

"Jawab Duta! Jangan nangis aja taunya." Ferry memukul Langit, badannya yang lemah tertekan ke belakang.

"Siap-siap sekarang! Kita ke rumah sakit!" Laki-laki berperawakan kejam itu menyeret sembarangan anaknya ke kamar mandi. Tidak memperhatikan kaki Duta yang beku, keram, sama sekali sulit digerakkan.

"Pa, berhenti!" Langit menyentak sekuat tenaga. "Kaki aku sakit, gak bisa gerak."

Ferry yang sangat temperamental, makin meledak. "Makanya gak perlu sok-sokan sekolah umum. Udah tau cacat! Jangan menambah beban Duta."

Langit yang kerap kali mendapat perlakukan yang tidak menyenangkan dari keluarganya hanya diam, menunduk. Dadanya sesak, mau melawan, percuma. Ferry makin bringas menghabisinya.

"Tunduk aja terus! Laki-laki jangan lemah! Cengeng banget!" Ferry bergerak ke sisi kakinya. "Gara-gara ini kaki, kamu enggak bisa apa-apa," ucapnya dengan suara rendah.

"Papa tunggu 10 menit. Kalau belum siap juga! Gak boleh sekolah selamanya!"

"Jangan main-main sama Papa, ingat! Janji kamu sama Papa!" Ferry menerjang kaki Langit, melampiaskan amarahnya. Langit, dia menahan napas, menggenggam erat kemeja sekolahnya. Duta menahan sakit yang amat pedih. Kakinya mati rasa.

"Aku capek, capek, Pa."

***

Esoknya, Ferry dan Evie kembali bertengkar di ruang makan.

"Mengapa keras sekali kepada Duta, Mas? Dia anakmu, anak kandung. Dia butuh kasih sayang. Jangan hanya membentaknya. Tidak berpengaruh sama sekali untuk kesehatannya." Perempuan anggun itu berseru.

Ferry diam, memandang sinis.

"Kau tau siapa yang mau dia seperti itu? Anak itu tidak tau diuntung. Sejak kecil aku udah berusaha keras untuk menyembuhkannya, mencari dokter hebat, melatihnya agar bisa berjalan kembali. Aku frustasi, Evie. Dia harus berjalan mau bagaimana pun caranya."

Seul, Love & YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang