menyerah

3.7K 196 18
                                    

Sudah dua jam berlalu, Ibu masih terpejam. Rasa bersalahku semakin besar. Seharusnya Ibu tidak mengalami hal seperti ini. Ibu harus melihatku bahagia di usia senjanya.

Maafkan aku, Bu.

Aku janji setelah Ibu sembuh, kita akan pergi dari sini.

Aku mencium tangan Ibu dan terisak.

Batinku lelah melihat kondisi Ibu. Dokter bilang akibat kebocoran di kepala Ibu mengakibatkan pendarahan. Itu bukan hal yang main-main. Terlambat sedikit saja Ibu tidak tertolong.

Sekali lagi aku mencium tangan Ibu dan meminta maaf dalam hati.

Pintu kamar inap Ibu diketuk kemudian terbuka. Seorang perawat memasuki kamar dengan membawa sebuah box makanan. Sambil tersenyum, dia memberikan kotak yang dibawanya padaku.

"Ada titipan untuk mbaknya."

Dahiku mengerut. "Dari siapa, Sus?"

"Katanya dari teman."

"Namanya?"

Suster itu meringis. "Maaf, Mbak saya lupa nanya tadi."

Aku mengangguk saat suster itu berpamitan. Ada kertas kecil di atas box itu.

Jaga kesehatan, Lily.

Aku terdiam. Hanya duduk menatap box itu. Dia di sini.

Aku membuka box itu dan menemukan spagheti dengan topping keju di dalamnya. Bahkan dia masih mengingat makanan kesukaanku. Air mataku kembali menetes.

Mengapa kami dipertemukan dalam kerumitan?

***

Aku tidak bisa tidur semalaman. Ibu masih belum sadar juga hingga pagi ini. Jelas aku sangat khawatir. Kata dokter, kondisi Ibu baik tapi mungkin tubuhnya masih lemah hingga belum sadar.

Semua gara-gara mereka. Jika sampai siang ini Ibu belum sadar, maka aku akan menuntut keduanya. Mereka harus mendapatkan balasannya.

Aku masih menyusun rencana pengaduanku saat pintu kamar inap Ibu terbuka. Hasbi datang dengan pakaian siap kerjanya. Aku semakin muak melihatnya.

"Bagaimana keadaan Ibu?"

Aku diam.

"Apa kata dokter?"

Bahkan aku menepis tangannya yang akan mengusap kepalaku.

"Leya."

Aku menatapnya tajam dan berdiri di hadapannya. "Jika sampai Ibu belum sadar juga, aku akan menuntut Mama dan si jalang itu."

Hasbi terhenyak. "Kamu nggak bisa melakukannya, Leya."

"Kenapa nggak bisa?"

"Apa buktinya jika Mama yang melakukan hal itu pada Ibu?"

Aku menatap Hasbi tidak percaya. Jadi ini wajah asli suamiku? Tidak ada aasan lagi bagiku untuk bersamanya.

"Bagaimana jika aku benar-benar menuntut keadilan untuk Ibu?"

Hasbi tersenyum sinis. "Kamu nggak akan berani, Leya."

"Apa yang membuatku takut?"

"Ibu akan tahu apa yang sudah aku lakukan pada putrinya. Menjualnya hanya untuk kejayaan perusahaan keluargaku kemudian mempermalukannya di depan publik karena sudah berselingkuh dengan rekan kerjaku. Aku masih menyimpan foto perselingkuhan kalian."

Rasanya kepalaku terbakar. Tanganku mengepal erat dengan rahang mengeras. "Kamu pengecut, Mas."

Hasbi memalingkan wajahnya. "Jika aku nggak bisa memilikimu, dia juga nggak. Jadi, tentukan pilihanmu sekarang."

Mine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang