10. Hukuman

637 86 0
                                    

IRIS hitam pekat milik Aoi terus menatap lurus pada seseorang yang bersandar di mobil. Kebetulan gerbang sekolah sudah ditutup, kemungkinannya ia sedang menunggu untuk dibukakan pintu oleh satpam sekolah.

Sialnya hari ini Aoi tidak membawa motor karena ban motornya bocor, mobilnya sedang diservice. Hingga cewek itu memilih menaiki taksi untuk pulang. Aoi perlahan melangkahkan kakinya mundur, rasa sesak dan emosi selalu ada setiap melihat orang itu.

Tapi orang itu menyadari kehadirannya.

"Yaya," panggilnya dengan suara bariton miliknya, dan Aoi sangat membenci panggilan itu.

Aoi berbalik berlari meninggalkannya tanpa mau menoleh barang sedetik pun.

"Yaya tunggu!" teriaknya.

Di perempatan dekat sekolah Aoi melihat seseorang berseragam sama sepertinya sedang duduk di atas motornya. Helmnya yang full face membuat Aoi tak bisa mengenali wajahnya. Ah, masa bodo yang penting Aoi bisa menghindar dari lelaki itu.

Aoi segera naik, cowok yang sedang tidak siap itu langsung terkejut. Beruntung dengan gerakan refleksnya ia dapat menjaga keseimbangan motor.

"Jalan buru!" Aoi menepuk pundaknya.

"Apaan sih, turun!!"

"Please gue butuh banget bantuan lo, nanti gue kasih duit kok. Ini genting banget soalnya." Aoi tak pernah berbicara dengan nada memohon seperti ini. Bisa dibilang ini kali pertamanya.

Cowok itu terlebih dahulu mendengus kasar sebelum akhirnya menjalankan motornya menjauh. Aoi menoleh dan melihat lelaki yang berstatus sebagai ayahnya itu berdiri di tepi trotoar dengan mengatur nafasnya.

Motor dilajukan tanpa tujuan, hanya memutari sekitar SMA Pelita, sampai mungkin cowok itu lelah dan memilih memberhentikan motornya di sebuah warung belakang sekolah tempat anak-anak nakal membolos atau yang dikenal sebagai markasnya Batavia.

Turun dari motor Aoi merogoh saku seragamnya mengeluarkan selembar uang berwarna biru, "Thanks."

Di balik helm full facenya cowok itu mengerutkan kening.

"Nih orang ngira gua miskin atau apa," gerutu Athala seraya membuka helmnya.

"Lah lo ternyata." Aoi menunjuk Athala terkejut.

"Ya lo berharap siapa emang? Pangeran berkuda putih? Mimpi aja lo!" Athala ikut turun setelah menaruh helmnya.

"Nggak gitu juga kali. Nih uang karena udah nolongin gue dan makasih." Aoi memberikan uang secara kasar di dada cowok itu.

"Lo nih jadi cewek nggak ada lembut-lembutnya," ujar Athala.

Dibawanya tangan Aoi dan diletakkan lagi uang itu ke telapak tangan cewek itu, "Dan gue nggak butuh duit lo."

"Idih sombong bener." Aoi menatap kesal.

"Bukan sombong, cuma gue nggak suka aja cara kasar lo yang ngasih gue uang. Mau ngasih sesuatu juga ada adabnya!" kesal Athala.

"Ya maaf." Aoi menggaruk tengkuknya.

"Nggak usah minta maaf kalau kepaksa."

"Terserah deh, banyak mau lo jadi cowok!" Aoi ikut tersulut emosi.

"Lo yang gak bener."

Aoi menatap tajam Athala.

"Ngomong-ngomong kenapa lo pake kabur segala? Ada guru yang lagi keliling?"

Aoi menggeleng, "Ada yang lebih memalaskan dari pada itu."

"Bokap lo pasti?" tebak Athala.

"Eh." Aoi menatap terkejut.

ATHALA [SGS#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang