Tahun 2000
------------------Samudera Alatas sosok pria rupawan yang tinggal di Kota Lhokseumawe, Aceh. Tepatnya di pesisir Utara Sumatra. Samudera tinggal di sebuah rumah lusuh bersama pasangan suami-istri yang sudah berumur tua. Nenek Liha dan Kakek Sarwin. Keduanya bukan orangtua kandung Samudera, melainkan dua orang baik hati yang mau merawat Samudera sejak mereka temukan di sebuah perahu. Mereka tak mempunyai keturunan, hingga dengan senang hati mengangkat Samudera menjadi putera mereka. Hingga Samudera tumbuh menjadi pria yang rupawan di mata semua orang yang memandangnya.
Samudera yang sudah menginjak usia dewasa, mendamba seorang gadis primadona di daerahnya. Wajah nan ayu dan senyuman yang menawan. Samudera sungguh jatuh hati dengan anak juragan kapal tersebut. Namanya Kemuning atau sering dipanggil Uni oleh Samudera. Keduanya berteman sejak kecil, walau orangtua Kemuning tak mengizinkan anaknya berdekatan dengan Samudera yang notabennya pria miskin. Namun takdir membuat cinta Samudera semakin rumit, ketika orangtua Kemuning memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan menyekolahkan anaknya di sana. Samudera sangat bersedih hati ketika Kemuning meninggalkannya. Rasa ingin menyusul ke kota begitu besar, tapi kendala biaya sangat mempersulit niatnya. Akhirnya Samudera memilih memendam rasa itu seorang diri, berusaha mengikhlaskan pujaan hati yang telah meninggalkannya pergi.
Panas tengah terik, kapal yang Samudera tumpangi sampai di pesisir pantai. Samudera selalu membantu Kakek Sarwin melaut. Pergi pagi dan pulang sore. Begitulah hidup monoton yang Samudera lakukan tiap harinya. Walau begitu, bukan berarti Samudera benar-benar terbebas oleh lara di hatinya.
Seperti yang Samudera lakukan ketika hari semakin senja. Bukannya masuk ke dalam rumah, ia malah menyendiri duduk di bebatuan sambil menatap senja yang indah.
"Apa kabarmu, Kemuning. Sudah tiga tahun kita tak bertemu. Apa kamu masih ingat aku," lirihan Samudera rupanya terdengar oleh Kakek Sarwin yang tadinya berjalan mendekati anak angkatnya.
Kakek Sarwin menyahut sambil duduk di samping Samudera. "Lara apa gerangan yang sakitnya sampai tak kunjung sembuh?"
Samudera cukup kaget, tapi akhirnya berusaha tegar sambil menatap bebatuan di bawah kakinya.
"Aku rindu Uni, Bapa. Apa kabar dia di kota. Apa dia masih mengingat aku atau tidak. Apakah dia akan menepati janjinya atau tidak."
Kakek Sarwin tertawa. Samudera menatapnya tak mengerti. Tangan keriput itu sedari tadi menepuk pelan punggungnya.
"Jika cinta, maka datangilah dia, Nak. Jangan terlalu dipendam, nanti jadi penyakit."
"Mana mungkin aku tinggalkan Bapa dan Ibu yang sudah sepuh. Sementara Bapa dan Ibu yang merawatku hingga besar seperti ini. Tak mau durhaka aku, Pa," sahut Samudera pelan.
"Justru kami sudah tua. Kamu harus secepatnya mendapatkan pasangan hidup. Nanti ketika kami sudah tidak ada, ada istri yang menemanimu, menjagamu seperti kami yang tulus padamu," ujar Kakek Sarwin menatap penuh sayang pada Samudera. Namun Samudera menggeleng kepalanya.
"Tidak akan. Aku tidak akan tinggalkan Bapa dan Ibu demi kebahagiaanku sendiri. Aku akan tetap di sini menemani hari tua kalian."
"Lahh, tidak boleh begitu. Kami yang menginginkan kamu hidup bahagia dengan orang yang kamu cintai."
Tiba-tiba terdengar suara seruan dari arah gubuk mereka. Itu suara Nenek Liha.
"PA! SAMUDERA! Sudah senja, ayo masuk dulu!"
Samudera tersenyum menoleh ke belakang, lalu perlahan berdiri beriringan dengan Kakek Sarwin. Mereka akhirnya meninggalkan bebatuan itu menuju gubuk mereka.
Gubuk yang hanya diterangi oleh lampu tembok itu terbilang sunyi karena mereka tidak membiasakan berbicara saat makan. Samudera dan kedua orangtuanya menikmati makan hari ini dengan tenang. Namun, tak seperti biasanya Nenek Liha mengajak mereka berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDERA
Mystery / Thriller"Bukan raja sebenarnya, tapi seorang raja di sisi pencinta. Ragaku tak terbuat dari baja, tapi kudapat menjadi seorang Ksatria. Tujuku ingin memilikimu, tapi dengan cara yang berbeda. Hidup bahagia denganmu meski dalam dimensi yang tak semestinya ad...