Hari ini adalah hari yang dinantikan banyak orang. Hari dimana penantian dua manusia untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Sang wanita sangat terlihat berseri-seri dan senyum tak pernah hilang dari wajahnya. Rambutnya yang sudah di tata sedemikian rupa menunjang penampilannya. Riasan wajahnya pun terlihat lembut dan semakin menunjukan aura kemanisannya. Perempuan itu tak henti hentinya menatap kaca besar, takjub pada penampilannya sendiri. Sang ibu yang ada di sana berdiri dan ikut tersenyum. Menandakan kebahagiaan atas apa yang kini ada di hadapannya.
"Kau sangat cantik, Marina!" Sang ibu kini merapihkan sisi pakaian Marina yang tergulung.
"Ibu, aku gugup." Sahut Marina meremas tangannya sendiri.
"Kau sangat cantik, nak!" Suara yang familiar mengalihkan perhatian ibu dan anak itu kearah sumber. Dimana terdapat lelaki yang sangat dewasa dan seorang perempuan di belakangnya.
"Ayah, aku sangat gugup." Marina memeluk sang ayah untuk mendapatkan support.
"Kau harus menghilangkan itu, ini hari bahagia mu. Jangan biarkan rasa gugup mu menutupi kecantikan mu." Sang ayah bersuara dan kini membelai pucuk kepala sang putri.
Sementara itu, perempuan yang sedari tadi terlihat sangat mengantuk dan tak bergairah untuk mengikuti energi positif di ruangan itu. Perempuan itu hanya diam menyaksikan interakasi ketiga orang di sana.
"Messha, kau tampak lelah. Apa kau tidak cukup tidur semalam?" Marina menyadari ekspresi datar dari wajah Messha.
"Ya. Apa bisa aku tidur sebentar??" Messha memang tak cukup tidur karena semalam suntuk perempuan itu terus memikirkan Beam. Lelaki itu sempat mengatakan hal yang kini masih terbenam di kepalanya dengan baik.
"Tidur lah, acara masih satu jam lagi." Sang ibu menuntun Messha untuk tidur di kamar tamu tepat di sebelah ruangan tersebut.
"Apakah kau ingin mengganti pakaian mu dulu? Kau tak akan nyaman jika tidur dalam gaun itu." Tawar sang ibu.
"Aku membawa pakaian ku, ada di mobil." Sahut Messha singkat.
"Akan aku ambilkan untuk mu, sayang!" Sang ibu keluar dari kamar dan meninggalkan Messha sendiri ke kamar. Suara bising dari luar menatik perhatian Messha. Jendala besar itu tepat menghadap kearah halaman belakang. Tempat acara di selenggarakan nanti.
Messha memandang kesibukan disana. Bunga-bunga yang indah memenuhi tempat itu. Helaan nafas terus dilakukan Messha untuk menetralkan emosinya.
Mau bagaimana pun, Messha tak seharusnya memiliki skandal dengan Beam. Hal itu dapat menimbulkan banyak masalah. Seharusnya sejak pertama Messha tak seharusnya melangkahkan kakinya pada Beam. Tak seharusnya dia membiarkan lelaki itu di dekatnya.
Messha berjalan menuju sisi lain kamar. Berdiri ada jendela besar di sisi lain kamar tersebut yang menghadap sisi lain halaman belakang rumah.
Pintu kamar terbuka dan muncul sang ibu dan beberp pelayan yang membawa barang miliknya dari mobil. Messha langsung meraihnya dan mengeluarkan baju yang dimaksud tadi. Semua orang meninggalkan Messha sendiri di sana membiarkan perempuan itu melakukan urusannya.
Messha membaringkan tubuhnya pada ranjang yang berada di tengah ruangan. Messha menatap lurus kearah langit-langit. Larut dalam pikirannya hingga matanya terpejam.
Para tamu sudah berdatangan. Kebanyakan tamu acara itu di dominasi oleh kolega masing-masing pihak. Marina terlihat gugup saat melihat tamu yang berdatangan namun belum melihat Beam yang muncul.
Semenatara itu, Beam. Lelaki itu masih terduduk di kegelapan kamarnya. Seharusnya dia merasa bahagia karena ini adalah hari besarnya. Namun tidak, dia terlihat sendu dan kusut. Lelaki itu beberapa kali menggosok kasar wajahnya dengan kedua telapak tangannya sebelum akhirnya bangkit meninggalkan ruangan, bergegas pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I Love you
Ficção AdolescenteMessha merasakan jantungnya terus berdetak cepat saat berdekatan dengan Beam, kekasih Marina-kembaranya sendiri.