The Red Fool (Bagian 2)

875 125 44
                                    

Sejak dulu, Shima selalu mengagumi kakaknya.

Keluarga Sakuragawa terkenal akan kepiawaian dalam pertimbangan finansial. Secara turun temurun keluarga mereka selalu mendapatkan posisi penting dalam kementerian keuangan. Begitu pula kepala keluarga saat ini yang masih menjadi menteri keuangan negara.

Sudah menjadi tradisi pula, anak tertua dari keluarga Sakuragawalah yang akan menjadi penerus kepala keluarga. Seharusnya begitu. Shima juga berharap begitu. Namun kenyataannya, seluruh keluarga sudah memperlakukan kakaknya secara berbeda sejak mereka kecil.

"Tuan Muda Sakata terlalu bodoh untuk menjadi penerus keluarga," begitu yang ia dengar suatu hari dari kepala pelayan.

Para pelayan dan pekerja di kediaman Sakuragawa juga seakan mengucilkan sang kakak. Tentu saja Shima sedih. Bukan hanya mendapat kamar sempit, tapi juga jauh dari rumah utama keluarga Sakuragawa. Sakata ditempatkan di paviliun sendiri, yang bagi Shima lebih pantas disebut gudang. Setiap hari, hanya Shima yang mau mampir dan bermain dengan sang kakak.

"Kalau kita pangkas anggaran untuk proyek gedung baru ini sebesar 20% ngga akan buang-buang dana. Sebagai gantinya, sebagian besar sisanya fokuskan pada pemilihan material dan kesejahteraan pekerja. Pemakaian material mahal memang menguras dana lebih, tapi pada akhirnya akan menghemat biaya maintenance dan mengurangi pengeluaran dana percuma kalau di kemudian hari terjadi kerusakan. Lalu, sebaiknya masalah asuransi pekerja juga diperhatikan. Kalau dana sebesar ini dipakai hanya untuk membuat gedung dua lantai, akan rawan terjadi penggelapan dana," terang Sakata suatu hari saat Shima mampir ke paviliunnya.

Mata bocah bersurai ungu itu berbinar kagum. "Sugoii yo, Nii-sama! Sudah kuduga Nii-sama benar-benar pintar. Perkataan para pelayan kalau Nii-sama bodoh itu cuma bualan saja, ya!"

Sakata hanya terkekeh pelan mendengar ujaran polos sang adik.

Awalnya, Shima berpikir ejekan para pelayan hanya karena mereka benci pada kakaknya, tetapi saat ia baru naik ke kelas 2 SMP, sang Ayah memanggil ke ruangannya.

"Seluruh keluarga sepakat menjadikan kamu calon penerus keluarga ini," kata sang ayah to the point. Tentu saja Shima terkejut. Ia langsung protes, "Naze desu ka, Oto-sama (kenapa, Ayahanda)? Bukankah Nii-sama jauh lebih pantas daripada saya?"

Sang ayah justru mendengus. "Pantas? Kakakmu? Jangan bercanda," ujarnya membuat Shima tercekat. Ayahnya mengibaskan tangan, "Sudah berapa kali dia gagal dalam ujian sekolah? Bahkan gurunya sendiri bilang sudah menyerah mengajari kakakmu itu. Nilai matematikanya juga paling rendah. Mau ditaruh dimana muka keluarga ini kalau nanti dia tidak becus jadi kepala keluarga?"

Shima menggigit bibir. Tidak ada seorangpun yang mengenal kakaknya. Mereka tidak memperhatikan! Tega sekali mereka memperlakukan kakaknya seperti orang buangan?!

Sejak kejadian itu, orang-orang mulai memanggil Sakata "Penerus gagal keluarga Sakuragawa". Sebuah julukan yang tentu saja memalukan. Selama ini, belum pernah ada anak pertama keluarga Sakuragawa yang digantikan posisi oleh adiknya.

"Ii yo, Maashi," ujar Sakata sambil mengelus-elus kepala Shima ketika si bocah masuk ke paviliunnya sore itu sambil menangis. Masih sesenggukan, Shima membalas, "Habisnya, bahkan sampai Ayah dan Ibu semuanya merendahkan Nii-sama. Memangnya Nii-sama tidak merasa kesal sama sekali?"

Mendengar hal itu, Sakata menggigit bibir. "..Gomen na, Maashi," katanya, "aku memang tidak mau jadi kepala keluarga. Makanya aku begini."

Sang adik mengangkat wajah, menatap wajah kecut sang kakak. "Harus aku akui aku memang sengaja bertingkah bodoh dalam beberapa hal. Meski untuk hal lainnya, aku bodoh betulan. Menjadi kepala keluarga adalah hal yang sangat merepotkan makanya aku tidak mau. Tapi... sebagai gantinya malah kau yang jadi terikat dengan posisi itu. Aku sangat egois, kan? Aku kakak yang buruk. Maafkan aku," tutur Sakata sembari menunduk.

Fake Me [Soraru Utaite Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang