37. Berkumpul

410 28 0
                                    

"Amnesia?!"

 Pekik seorang wanita membuat orang-orang disana sontak menutupi gendang telinganya.

"Anak laki-laki yang hampir aku bunuh ternyata Ranu. Karena itu, aku merasa bersalah banget sama dia." Matanya yang sayu bergerak ke bawah melihat sebuah benda berkilau di jari manisnya.

"Raline, itu bukan salahmu. Kau hanya ingin melindungi dia. Aku mungkin akan melakukan hal yang sama demi menyelamatkan orang yang aku sayangi." Tukas Brianna sembari mengelus punggung Raline.

Senyum kecut terbit di bibir Raline. 'Ya, Aku sangat menyayanginya melebihi apapun.'

Huaaaa

Hiks

Hiks

Suara isakan keras terdengar membuat orang disana menoleh. Tepat di samping Brianna, seorang wanita berambut sebahu yang menurut Brianna mirip jamur shitake menangis tersedu-sedu. 

Tissu bekas ingus dan airmata berceceran dimana-mana karenanya. Sejak bertemu Raline, air matanya belum juga berhenti.

Brianna berdecak "Hei! Berhenti atau kulempar kau dari rooftop."

"Ini semua salahku—hiks. Kalau aku selalu disampingnya waktu—hiks di puncak. Dia tidak akan—hiks" Venya mengambil satu tissu lagi lalu mengelap ingusnya.

Raline merubah posisi duduk mendekati Venya. "Ssshh Venya.. aku ngga papa. Ini bukan salah kamu, memang sudah takdir begitu."

Matanya masih berkaca-kaca tapi isakan Venya berhenti "Benarkah?"

Raline tersenyum kecil lalu mengangguk. Tubuhnya tersentak sedikit karena Venya tiba-tiba memeluknya begitu erat. Dia kembali terisak sampai air matanya membasahi pundak Raline.

"By the way, apa hubunganmu dengan Mr billioner itu, hm?" Brianna menggoda Raline setelah melihat sebuah cincin berlian di jari manis perempuan itu.

Venya mengerjap, tiba-tiba berhenti terisak dan memasang wajah penasaran. Ia melepaskan pelukannya seraya menatap Raline curiga. "Kau berhutang penjelasan padaku, Raline."

Raline tersenyum kikuk seraya menggaruk lehernya yang tak gatal. "Itu.. Mmm tidak ada apa-apa kok—"

"Tidak ada? Lalu ini apa?" sambar Brianna sembari menunjuk cincin bewarna putih dengan batu pertama indah di tengahnya. Ia memicing menatap was-was pada Raline dengan senyum tertahan .

"Mau nyangkal apa lagi, hm? Ngga mungkin kan kamu mungut cincin 20 karat dengan batu permata yang harganya sampai 200m di kali Ciliwung. Don't make a joke, Raline. Tidak ada yang mampu membeli cincin itu kecuali Zander."

Raline hampir tak berkedip saat gendang telinganya menangkap hal janggal. Tentu dia tidak meragukan kemampuan Brianna dalam mengidentifikasi cincinnya. Kedua orang tua Brianna adalah pengusaha perhiasan terbesar di negara ini. 

Tapi, apa benar harga cincinnya semahal itu? Ah lupakan. Pria itu bahkan punya jas yang harganya bisa menaikkan haji satu kompek. Perkara cincin pasti bukan masalah besar buatnya kan? Walau begitu, bukankah ini masih terlalu mahal?

"Jadi, benar Zander melamarmu?" sambung Brianna sembari mengangkat alisnya.

Ekhem

Bunyi deheman terdengar dari pria yang tampak memutar bola matanya sedari tadi. Ares tampak jengah mendengar mereka terus-terusan membicarakan Ranu. Apa hebatnya pria itu?ck

"Hei, jangan memojokannya dengan pertanyaan bodohmu itu. Raline merasa tidak nyaman, Bri." Ketus Ares.

"Dih, bilang aja cemburu." Brianna menjulurkan lidahnya.

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang