Chapter 21. Identitas Pelaku

49 11 7
                                    

Mendung yang menggantung di Blok G Kawasan Perkebunan Sawit PT Purnabhawa sejalan dengan suasana di dalam gedungnya. Jika dilakukan sesuai jadwal, mereka harusnya akan dijemput menggunakan bus besok pagi. Namun, kondisi hujan terus menerus dan jalan yang pasti rusak sedikit meruntuhkan harapan mereka. Kali ini kekelaman mereka digantikan oleh pembongkaran identitas pelaku yang dilakukan Vira, Leo, dan Bernard. Semua orang bertanya-tanya tentang satu sosok yang terpojokkan di hadapan Vira.

Vira menggoyang-goyangkan kunci kamar seseorang di hadapannya sambil menatap remeh.

"Kau kehilangan satu kunci kamarmu. Benarkan, Elsa?"

Setiap orang menatap bergiliran antara wajah yang terpampang di layar dengan paras jelita gadis yang syok karena dituduh sebagai pelaku. Ia menggeleng sambil mundur beberapa langkah. "Aku.., bukan aku! Itu juga bukan kunci kamarku."

"Oh ya? Tapi aku tadi mengambilnya saat sedang memelukmu. Aku bukan tipikal yang bisa memeluk orang sembarangan, Sayang."

Elsa menatap sedih dan penuh ketidakpercayaan atas tuduhan tersebut. Baginya adalah sebuah penghinaan harus tertuduh untuk hal yang tidak dilakukan. Ia mengeluarkan kunci dan menunjukkannya pada semua orang. "Vir, semuanya, lihatlah. Ini kunci kamarku. Kau bisa pastikan bahwa itu sama dengan yang dipegang oleh Leo. Semua kunci memiliki ukiran nomor kamar di ganggangnya."

Vira memperhatikan kunci yang ia pegang. Nomornya memang tidak sama dengan yang dipegang Elsa. "Tapi, aku mendapatkannya dari sakumu."

"Ucapanmu tidak beralasan, Vir. Semua orang bisa menuduhkan hal itu padaku, sementara aku tidak merasakan seseorang menyentuh bokongku untuk mengambilnya."

Senyum Vira tertarik. Telunjuknya menyentuh dada Elsa―menimbulkan penolakan karena tindakan itu hampir mirip dengan pelecehan. Vira kembali menunjuk kedua paha Elsa. "Ada banyak saku di tubuhmu. Kau mengeluarkan kunci tadi dari saku di paha. Kenapa kau bisa menyebut tentang bokongmu? Oh ya, kebetulan aku menariknya memang dari saku belakangmu."

Elsa gugup, terutama karena semua menghujamkan tatapan penghakiman padanya. Ia menggeleng beberapa kali, meyakinkan bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu mengenai kunci. "Aku bersumpah, aku hanya memegang 1 kunci kamar. Aku yakin, yang kau pegang bukanlah milikku. Kau tidak bisa membuktikannya."

Aziz segera menghilangkan rasa syoknya. Ia berdiri untuk menengahi acara tuduh-menuduh di sini. "Kurasa Elsa benar. Kita tidak bisa menuduhnya seperti ini, kecuali dengan membuktikannya. Bagaimana kalau kita ke kamarnya dan mengetes ketiga kunci yang dipermasalahkan ini?"

"Idemu itu didasari oleh penilaian subjektif karena kau menyukainya, Aziz." Leo menyeletuk dengan wajah meremehkan. "Vira akan mengajakmu berpikir lebih rasional, jadi dengarkanlah."

Semua mata melihat Vira. Gadis itu mengangguk. "Aku akan mengikuti saranmu, Aziz. Tapi, setelah kita melihat ini." Flashdisk di tangan Vira sudah dipasangkan ke dalam laptop. Ia membuka galeri dan memamerkan foto hasil jepretan Aziz. Sebagian besar adalah penampakan Elsa dari berbagai sudut pengambilan gambar. Flashdisk itu merupakan kejujuran yang terkuak di muka publik bahwa Aziz sungguh sangat menyukai Elsa.

Aziz hendak menutup muka dengan apapun. Ia terbersit menyesali tindakannya untuk menyerahkan folder foto itu kepada Vira.

"Tidak, Aziz. Semua orang tidak tertarik dengan romantisme ala anak sekolah yang kucing-kucingan mengejar cinta. Kita semua sedang fokus menemukan pembunuh yang berkedok malaikat di rumah ini." Vira membuka salah satu foto. Di sana terlihat Elsa, Vira, Arman, Jessica, Aziz, dan Leo. Sangking detilnya, adegan Elsa yang meletakkan tas di atas kursi saja sudah tertangkap 3 foto oleh Aziz. Setelahnya adalah foto Jessica yang sedang memuji otot Aswin beratasnamakan Vira.

IN Series 5: CincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang