part 1. Pertemuan Tak Terduga

17 0 0
                                    


Lembayung di ufuk mulai menampakkan warnanya. Pemandangan cakrawala begitu indahnya. Hawa panas di siang hari tadi, berangsur-angsur sejuk dibarengi semilir angin yang berhembus semakin melengkapi kesejukan yang terasa di kulit. Seakan mengingatkan pada setiap insan, bahwasanya alam adalah teman yang dapat menemani dikala sepi.

Wanita cantik itu belum juga beranjak dari tempat ia duduk. Pandangannya masih saja menerawang menembus senja yang menyapanya. Seakan ia ingin menikmati semesta ini dengan leluasa tanpa beban.
Seakan ia ingin berlomba dengan hembusan angin yang bertiup di setiap sudut ruang semesta.

Pemilik mata cantik berhias buluh lentik di bawah alis tebal yang rapi, hidung bengir di atas bibir tipis dengan kedua pipi yang berlesung. Sangat sempurna. Siapapun yang melihatnya, pasti tak ingin cepat-cepat mengalihkan pandangan dari wajah itu.

Wanita itu duduk di samping pusara Bimo, suaminya.
Puasara dan sekitarnya sangat bersih. Beberapa kuntum bunga tertata rapi di pinggirannya. Alih-alih, sepeninggal Bimo, Silvie sangat rajin mengunjungi dan membersihkan pusara itu.

"Mas ...! Setahun sudah ..., tapi rasanya baru kemarin
engkau pergi meninggalkan aku dan anak-anak!." Silvie berujar pelan dengan netra yang berkaca-kaca.
"Mas ...! Aku pulang," sambungnya lagi sambil berbalik meninggalkan pusara itu. Berjalan dengan santai melewati pusara-pusara lain menuju parkiran.

Laras menjalankan mobilnya dengan pelan menembus senja yang semakin temaram. Wajah tampan Bimo masih bermain dikedua netranya. Setiap lekukan pada wajah almarhum suaminya masih sangat jelas dalam ingatannya. Karena asyiknya bermain-main dengan khayalannya, ia lupa kalau lagi menyetir.

Criiitt ... ! refleks Silvia menginjak rem . Bunyi gesekan ban dan aspal membuat orang-orang yang mendengarnya menoleh. Seorang pria yang menggendong balita menyebrang jalan hampir jadi korban tabrak.

"Menyetir mobil, jangan menghayal mbak!" Umpat pria itu sambil berusaha menenangkan si anak yang menangis karena terkejut.
Tergopoh-gopoh Silvie turun dari mobil dan menghampiri pria dan anak itu.
"S - saya, mohon maaf pak, tidak sengaja!" Ujar Silvie ketakutan.
Pria itu menoleh pada Silvie.

Ka - kamu? Ujar mereka bersamaan dengan wajah terkejut dan tak percaya.
Sejenak hening tanpa cakap. Silvie menenangkan rasa keterkejutannya.

"Mas Brian?" Tanya Silvie masih ragu.
"Silvie?" Balas pria itu tersenyum
"Iya, Mas." Jawab Silvie merasa yakin dengan tebaran senyum dari Brian.
"Apa kabar, Sil? Lama tak jumpa."
"Seperti yang Mas lihat, aku baik saja," balas Silvie tersenyum datar.
"Oh ya, Mas mau kemana? Sepertinya buru-buru."
"Kamu sendiri dari mana dan mau kemana?" Pertanyaan beruntun dari Brian tanpa menjawab pertanyaan Silvie.
"Aku habis menjenguk pusara Mas Bimo dan sekarang mau pulang, Mas." Jawab Silvie sendu.

Raut terkejut tak dapat Brian sembunyikan. Wanita yang pernah menghadirkan kenangan indah bersamanya kini telah menjanda seperti dirinya yang telah menduda lima bulan lalu.
"Mas turut berduka Sil, sajak kapan Mas Bimo dipanggil?" Tanya Brian simpati. Pria itu tak mengetahui kematian Bimo. Sejak Silvie menikah dengan Bimo, ia bagai ditelan bumi. Ia tak pernah lagi mendengar kabar tentang Silvie. Begitu pula dengan Silvie, tak tahu kabar tentang Brian.

"Setahun yang lalu, Mas." Jawab Silvie berusaha tegar.
"Maaf ya, Mas, aku lanjut dulu, ntar anak-anak kuatir." Pamit Silvie lebih tenang.
"Boleh Mas minta nomor kamu, Sil?" Pinta Brian datar. Silvie menyebutkan urutan angka 12 digit nomor handphon miliknya. Brian mengetik dengan lincah kemudian memencet tanda panggilan. Handphon milik Silvie merdering.
"Nah, itu nomor aku Sil, Save ya!" Ujar Brian penuh harap.
"Iya, Mas. Aku lanjut ya," pamit Silvie sekali lagi.
"Sampai jumpa lagi, Sil." Balas Brian.

Setelah pertemuan itu, masing-masing pulang dengan sekian tanya yang bermain di benak mereka.
Ruang nostalgia di bilik memori kembali mengajak menampilkan setiap kenangan. Setelah sekian lama terpisah oleh jarak dan waktu, mereka berjumpa melalui sebuah insiden.
Ah ... hidup ini aneh.

KETIKA CINTA MEMILIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang