Keesokan harinya setelah menyadari apa yang tengah terjadi pada Hafshah, Raynald kembali menulis surat untuk kakaknya. Ia hampir melemparkan botol tintanya ke dinding karena berang dan frustrasi saat menulis, tapi ia menahan diri karena berupaya membawa ini semua ke pengadilan pamannya di Yerusalem. Hafshah masih berbaring lemas di kamarnya setelah shalat Subuh, dan memuntahkan seluruh sarapannya pagi itu sambil menangis tersedu-sedu. Keadaannya kacau sekali.
Tentu saja Hafshah tidak menginginkan bayi dalam kandungannya. Pria brengsek. Brengsek! Dia bahkan sudah menikahi perempuan lain ketika kakakku mengandung anaknya!
Ya Tuhan, dia menodai sahabatku hingga hamil. Sahabatku Hafshah. Kekasihku. Cintaku.
Sudah tugasku untuk menjaga kehormatannya. Jika tidak ada pria sesukunya yang bisa menghormati dan menghargainya, aku yang akan melakukannya.
Raynald menatap langit di luar jendela dan mendapatkan pencerahan dalam benaknya. Air matanya menetes, dan ia menyekanya sambil tersenyum.
Mungkin inilah kesempatanku untuk mengangkat derajatnya. Menyelamatkan kehormatannya. Mungkin Hafshah memang telah memberikan kesempatan itu padaku, dengan menolak semua lamaran itu. Dia juga mencintaiku.
Aku sangat mencintai Hafshah. Aku selalu menginginkannya, walaupun aku bersedia menunggunya sampai kapanpun.
Ia keluar dari kamarnya, dan mengetuk pintu kamar gadis itu.
"Hafshah? Kau masih tidur?"
"Huh?"
Hafshah mendengar suara Raynald di luar pintu dan bangkit duduk.
"Aku bangun. Sebentar."
Ia berdiri dengan hati-hati, lalu berjalan menuju pintu dan membukanya.
"Raynald? Kupikir kau sedang menulis surat untuk Agnes."
Raynald memeluk Hafshah tanpa bisa ditahan lagi, membuat gadis itu tersentak kaget.
"Kau baik-baik saja? Suhu tubuhmu masih... hangat. Hidungmu sudah berkeringat sepagi ini."
"Maaf kalau aku mengganggu," Raynald melepaskan pelukannya dengan malu. Dia memang sudah tidak demam, tapi tubuhnya menghangat karena gagasan itu. "Aku baik-baik saja. Er... apakah kau sudah merasa lebih baik?"
"Aku sudah memuntahkan seluruh sarapanku pagi ini, jadi tidak ada yang bisa dikeruk keluar lagi," Hafshah tersenyum lemah sambil mengangkat bahu dengan menggemaskan. "Mungkin aku baru bisa menelan sesuatu lagi nanti siang. Ada yang bisa kubantu?"
"Selain sedang memikirkan apa yang harus kutulis untuk Agnes, tak ada," Raynald tersenyum kecil dan manis sekali pada Hafshah yang menelengkan kepala penasaran, lalu meremas tangannya. "Justru itu aku ingin bertanya, apakah aku bisa membantumu?"
Hafshah mengerutkan keningnya dan menundukkan kepalanya. Kakinya kesemutan dan sedikit pegal, ia juga merasa sangat lelah.
"Aku merasa agak lelah, tapi tenang saj-"
"Baiklah, ada yang bisa kukerjakan untukmu kalau begitu. Ayo masuk."
"Ya ampun Raynald, kau masih perlu istirahat!"
Raynald meraih pergelangan tangan Hafshah dan membawanya masuk ke kamar, membiarkan pintu terbuka sedikit agar orang-orang tidak mengira mereka sedang berbuat tidak senonoh di dalam.
"Berbaringlah dengan nyaman. Aku akan memijat kakimu."
Hafshah tidak menolak, dia sangat memercayai Raynald. Ia pun melepaskan sandal, menggulung sedikit ujung celana panjangnya dan mengizinkan Raynald memijat kakinya. Ia mengamati Raynald mengambil botol kaca kecil berisi minyak zaitun di meja kerja Hafshah dan menuangkannya ke tangannya sebelum mulai memijat kaki gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Redemption of Succubus
Fantastik‼️TW‼️: 21+ ke atas. Tuhan memberikan pertolongannya lewat siapapun, termasuk lewat tangan iblis. Desa Locksley, Britania 1128. Paska Perang Salib Pertama. Godiva, seorang pelacur generasi kedua di rumah bordil tempatnya bernaung mulai mendambakan k...