Prolog

24 6 2
                                    

[sebelum membaca alangkah baiknya, follow terlebih dahulu, baru bisa membaca. Dan setelah membaca alangkah baiknya, hargai karya penulis dengan cara berkomentar, vote, dan kasih saran/kritikan.]
TERIMAKASIH:)

"Ibu!!!." Teriakan tangis seorang anak yang begitu sangat terluka pada hari itu. Dengan secepat kilat Shisi yang tengah memainkan handphone nya langsung berlari ke luar kamar menghampiri sang adik dan langsung memeluknya dengan sekuat tenaga untuk menenangkan hatinya.

"Ibu hiks hiks!!!." Air matanya mengalir begitu deras tanpa henti, membasahi baju yang dikenakan Shisi. Shisi pun ikut merasakan apa yang di alami adiknya tersebut sangat sangat sakit, Shisi ikut menangis sesenggukan.

Dengan mulut yang bergetar Shisi berusaha untuk berbicara "Hikss hikss, sabar ya sayang, TUHAN sayang ibu, kita harus ikhlas ya"

Seluruh tubuh Shisi bergemetar dan tetap memeluk Shasa dengan erat, dengan memegang handphone di tangannya Shisi berusaha untuk menghubungi kerabat-kerabatnya, termasuk papahnya yang kini tengah berada di luar negri untuk mengerjakan suatu bisnisnya.

Beberapa kerabat dekatnya sudah di telpon dan sudah mengetahui berita dukanya, tapi sementara papahnya masih belom bisa di kabari.

"Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi"

"Kakak Ibuuu!!!." Lagi lagi Shasa terus berteriak sangat kehilangan ibunya. "Iya tau, sabar ya sayang kita semua juga sedih kehilangan ibu bukan cuman kamu, yang kuat, yang tegar ya cantik." ucap Shisi dengan nada sesegukan.

Drttttt.....drttttt...drtttt

"Halo",

"Iya halo, gimana?."

"Ibu pah, hiks hiks,"

"Ibu kenapa ka?."

"Ibu udah ga ada pah,  hiiiikss hikss," air mata Shisi yang tengah mereda, kini kembali pecah karena percakapan dengan papahnya.

"Astaghfirullah, ya Allah Ibuuu hiks, hiks," papah begitu terkejut tidak pernah menyangka akan dapat kabar buruk seperti ini.

"Cepat pulang pah, hiks hiks," suara Shisi bergemetaran.

"Iya sayang, papah minta tolong jagain adek kamu dulu sementara ya, ini papah mau langsung urus-urus surat, supaya bisa cepat pulang ke Jakarta."

"Iya pah."

Setelah semuanya merasakan lebih baik dan sedikit lebih tenang, Shisi yang duduk di samping Shasa dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan Shasa, tetapi Shasa menghentikan nya.

"Kakak mau kemana?" Shasa begitu lemas dia tak henti-henti menangis.

"Hiks, mau wudhu ke kamar mandi terus ngaji buat Ibu, mau ikut?" sekuat tenaga Shisi menahan tangisnya itu.  Shasa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari apa yang dikatakan Shisi.

Setelah mereka berdua selesai berwudhu, mereka berdua duduk dan mengaji di hadapan jenazah orangtua mereka. Orang yang menguatkan mereka, yang selalu mendampingi mereka, selalu membenarkan di saat mereka berdua salah, seseorang yang paling dibutuhkan di dunia ini, seseorang yang sangat berharga. Kini dia telah berbaring tenang tanpa ada rasa sakit ditubuhnya lagi, meninggalkan orang-orang terdekatnya, meninggalkan semua kerabat-kerabatnya tanpa sepatah kata apapun.

"Bismillahirrahmanirrahim.."

"Yaa-siiin.."

"Wal-qur-aanil-hakiim.."

"Innaka laminal-mursaliin.."

Saat mengaji Shisi hanya bisa mengingat apa yang dikatakan ibunya sebelum dia pergi selamanya, dia hanya mengingat satu kalimat dari ibunya. "Kakak jagain adek baik-baik, jangan sampe adek bersedih saat merasakan kehilangan selalu awasi dia apapun yang dia lakukan, Ibu sayang kakak".  Air matanya kembali pecah mengalir sangat deras, dadanya merasa sesak saat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang dia lontarkan oleh mulutnya.

Shasa terus melantunkan bacaan surat Ya-Sin, meski dia terus sesegukan menangis, Shisi sesekali merangkulnya dan mengelus pundak adiknya itu. Setelah mereka selesai mengaji, mereka berdua meminta maaf kepada sang Ibu yang tengah berbaring tenang, mereka mendekatkan mulut mereka ke telinga sang Ibu. Dengan bibir yang bergemetar mereka berusaha berbicara sekuat mungkin untuk meminta maaf atas apa yang pernah kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan yang disengaja maupun tidak.

"Ibu Shasa minta maaf kalo Shasa ada salah sama ibu, Shasa minta maaf kalo selama ini Shasa suka nyusahin ibu, ibu yang tenang disana ya insyaallah Shasa ikhlas Bu, hiks hiks" begitulah permintaan maaf Shasa terhadap sang ibu.

Kini giliran Shisi yang berbicara "Bu Shisi juga minta maaf ya kalo Shisi punya salah, Shisi minta maaf kalo Shisi ga pernah dengerin omongan Ibu, Ibu yang tenang di sana, Shisi janji Shisi akan selalu jagain Shasa ko" sekilas Shisi memandang wajah Shasa dengan senyum tipis di bibirnya.

Seorang wanita paruh baya menghampiri Shasa dan Shisi dengan tatapan mata yang berkaca-kaca, lalu merangkul mereka berdua. "Yang sabar ya non, masih ada bibi disini buat nyiapin semuanya," tutur bi Cun. Sementara Shasa dan Shisi hanya bisa tersenyum tipis sebagai balasan terhadap bi Cun.

TEGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang