01: Di bulan Desember, Ada Nyawa yang Harus Diambil.

32 11 1
                                    

Tepat tanggal 13, tahun 2020.

Kala itu aku terbangun pukul 8 pagi. Sinar matahari mulai menyinari meski masih dengan malu-malu. Ku usap mukaku yang lembab, ku kucek mataku yang berat, lalu ku garuk kepalaku yang terasa gatal. Tampilanku hari itu masih berantakan, sangat khas dengan bau orang bangun tidur. Beberapa menit setelah aku hanya diam memandang lekat dinding atas, aku bangun dan melangkah menuju kamar mandi untuk cuci muka.

Aku kembali ke ruang depan dan setelah itu hanya berdiam diri tanpa melakukan apa pun. Sesekali aku akan menguap karena masih mengantuk. Aku hampir terlelap kembali kalau saja Mas Aji tak memanggilku dari luar.

"Aliya! Ayo jemur badannya, ini udah panas," teriak Mas Aji dari luar.

Karena memang aku tak ada kegiatan, aku melangkahkan kakiku keluar dan ikut berjemur dengan Mas Aji. Tapi bukan hanya kami berdua saja, karena Ibu juga ikut berjemur. Biasa, setiap hari kami pun begini semenjak pandemi berlangsung. Kulihat Ibu yang hanya diam memandang kosong ke depan, tapi bibirnya menyunggingkan senyuman yang cantik dan indah. Ya, meski umurnya sudah tua, kadar kecantikannya tak akan pudar.

"Aliya udah cuci mukanya?" tanya Ibuku pelan. Aku hanya mengangguk mengiyakan sambil tersenyum menatap Ibu. Wanita tangguh itu berbalik tersenyum dan setelahnya kami bertiga terdiam. Terkadang Ibu bertanya kepada Mas Aji soal pekerjaannya, atau pun keadaan rumah, dan lain sebagainya. Aku hanya menyimak dan sesekali tertawa bila baik Ibu mau pun Mas Aji melontarkan candaannya.

Beberapa menit kami berjemur, sudah seharusnya kami sudahi. Maka dari itu, aku, Ibu, dan Mas Aji, memutuskan untuk menyudahi dan kembali masuk ke rumah bercat kuning milik kami. Langsung saja aku lanjut memainkan hp ku yang ku tinggal cas semalaman, sedangkan aku lihat Ibu dan Mas Aji keluar lagi.

Entah apa yang mereka bicarakan, aku hanya diam saja di dalam. Aku juga mendengar suara capitan gunting yang mungkin Bapak sedang menggunting sesuatu. Benar saja, lelaki yang berstatus sebagai Bapakku ini sedang menyabuti daun pepohonan sampai bersih tanpa sisa. Ia membiarkan pohon belimbing yang ada di teras rumahku menjadi botak tanpa rambut alias daun.

Tak lama dari itu, Kulihat Ibu kembali masuk. Aku merasa biasa saja karena mungkin Ibuku ingin tidur karena lelah. Tanpa tau kalau konteks lelah yang dimaksud bukan hanya lelah karena kegiatan.

"Bu? Ibu? Ibu?!!"

Aku berseru saat Ibu tak kunjung bangun ketika aku memanggilnya. Bahkan tanpa sadar, suaraku meninggi dan dadaku mulai dilanda rasa sesak. Perasaanku tak enak, apalagi melihat kaki Ibu yang terlihat lemas seakan-akan yang ada disitu hanya badan tanpa jiwa didalamnya. Sebab panik, aku terburu-buru memanggil Bapak dan Mas Aji karena takut terjadi apa-apa melanda Sang Ibu.

"Kenapa, Al?" tanya Mas Aji dan Bapak yang masih santai karena belum paham situasi. Mereka mendekat, dan aku menunjuk Ibu yang masih betah memejamkan matanya tanpa tau kepanikan yang aku rasakan. Kami bertiga mulai mencoba membangunkan Ibu, tapi tak kunjung bangun. Ini aneh dan menakutkan, sebab tak mungkin Ibu tak bangun kala dibangunin seperti ini. Hanya karena satu suara saja, Ibu bisa sadar.

Tiba-tiba Ibu mengeluarkan suara layaknya orang yang cegukan. Kami bertiga panik bukan main sebab Ibu tiba-tiba begitu, bahkan tanpa mau membuka matanya. Rasanya, aku ingin sekali menjerit dan menangis sebab merasa sangat takut akan menghadapi sesuatu yang berat. Tapi Bapakku tidak, karena Beliau sudah menangis tersedu-sedu sambil dengan terburu menyuruh Mas Aji untuk meminta bantuan kepada Mas Fauzi; yang letak rumahnya memang dekat dengan kediaman kami bertiga.

Sambil menunggu Mas Aji yang juga meminta bantuan kepada tetangga di sekitaran sini, aku mencoba menghubungi Kakak sulungku; Mba Nisa. Sebab aku memang tak tau harus berbuat apalagi. Dan ketika panggilan itu terangkat, aku berbicara dengan nada yang tercekat, "Mba Nisa dimana?! Ibu, Mba! Ibu! Ini Ibu gak tau kenapa, Mba Nisa bisa gak kesini?!"

Menetap dan DitinggalkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang