"Udah tiga minggu, Mbak ini ...."
"... Kasihan, ya ... cantik gini ...."
Angin berhembus pelan, mengusik tirai putih di suatu ruangan. Terdengar juga suara percakapan antara dua orang dengan seragam putih. 'Andini' dan 'Rani' adalah nama yang tertera di name-tag kedua perawat tersebut.
Keduanya larut dalam percakapan dan pekerjaan mereka, hingga tak sadar jari-jari lentik seseorang yang mereka bicarakan bergerak pelan. Tidak hanya sekali, namun belum ada yang menyadarinya.
Andini menyudahi perbincangannya, tenggorokannya terasa kering dan ia berkata akan keluar untuk mencari minum. Ketika ia berbalik, matanya menangkap pergerakan jari-jari pasien yang tadi ia bicarakan.
"Ran, Rani! Jarinya gerak! Tunggu disini, gue panggil dokter dulu!" seru Andini sambil keluar ruangan dengan tergopoh-gopoh. Rani tak kalah terkejut, ia tidak menyangka pasien yang menjadi objek ghibahnya menunjukkan pergerakan.
"Baru aja dibicarain kapan sadarnya, ehh, langsung direspon ...,"
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Seorang gadis terduduk lemas di atas sebuah ranjang putih. Netra hitam pekatnya menatap ke jendela dengan tirai putih yang melambai-lambai. Ekspresi datar menghiasi wajah cantik, namun pucat itu.
Ada yang salah. Tidak, kata 'ada' bukanlah pilihan kata yang tepat, namun 'semua'nya salah! Ini kesalahan!
"Ya Tuhannnn!!!" jerit gadis itu melepaskan rasa kesal dan bingung dalam hatinya. Ia menjambak pelan rambut sebahunya yang terasa sangat asing.
"Ini ... mimpi, kan? Ta-ta ... pi, gue udah nyubit tangan gue, kok gak bangun-bangun, sih?!"
Gadis itu berguling-guling frustasi, ia bahkan tidak memedulikan infus yang menancap di tangan kanannya. Jujur, ia sangat bingung dan tidak tau harus bagaimana.
"Oke, oke, stay calm and keep santuy, ayo kita becermin lagi. Pasti tadi mata gue salah karena baru sadar!" ucapnya sambil berjalan menuju kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi, ia segera berjalan menuju cermin dan refleks menutup kedua matanya. Ia berbisik, "satu, dua, ti .... "
Belum sampai hitungan ketiga, matanya sudah berkhianat dan menangkap pemandangan yang terpantul di cermin.
Rambut hitam sebahu, manik mata hitam pekat, dilengkapi dengan hidung mancung dan bibir tipis yang pucat. Tubuhnya langsing, tetapi tinggi semampai dan bisa dikatakan bohay.
Sejenak gadis itu terpaku, tangannya bergerak membelai rambut hitamnya. Tak lama setelah itu, ia menyentuh wajahnya. Aneh. Ini semua terasa asing. Semua yang dia liat di depan cermin bukanlah dirinya!
Seketika kesadarannya seperti ditarik kembali, ia refleks mengatakan, "LO SIAPA BAJINGANNNN?!?!"
Ia shock dan jatuh terduduk. Gadis itu bahkan tak acuh lagi pada infus yang bergeser karena ulahnya, begitu juga dengan lantai yang dingin.
Gimana coba gak kaget, bayangkan kalian bangun dan dikerubungi oleh beberapa perawat juga dokter. Setelah memeriksa kondisi dan ditanyai beberapa pertanyaan, mereka pergi dan mengatakan akan memanggil wali gadis itu.
Awalnya, gadis itu belum terlalu 'ngeh' dengan situasi kondisi, karena kepalanya berdenyut-denyut kencang. Ketika ia berbaring, ia menyadari ada sesuatu yang salah dengan rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Re-Life: Between Two Hearts
FantasyBaca novel? Sudah mainstream. Terlempar ke dalam dunia novel? Sudah mainstream. Pindah ke tubuh antagonis? Sudah mainstream. Masalahnya, Zefanya pindah raga ke tokoh antagonis di novel Between Two Hearts tanpa pernah membaca novel itu sama sekali...