28

23.5K 1.3K 25
                                    

Suasana ruang makan terasa tidak sehangat tadi. Bukan Nami tidak menyukai kehadiran mertuanya, tetapi ia tahu betapa kedua pasutri paruh baya di depannya yang tidak pernah mau menerima kehadirannya.

Ia hanya berharap tidak ada menimpa hubungannya dengan Levin. Akan tetapi, apakah harapannya bisa terkabul saat mata ibu mertuanya kini memandangnya dengan ekspresi datar.

"Levin, Mom mendengar Heize ingin cerai denganmu?"

Nami terdiam sejenak. "Ternyata kehadiran mereka untuk Heize," batin Nami.

Levin mengembuskan napas. Ia saja masih merasa bersalah akan Heize, tetapi ia bersumpah, andai ia tahu jika Heize adalah tema kecilnya, ia tidak akan pernah menyakiti gadis itu walau seinci pun.

"Mom, jika Heize ingin bercerai biarlah. Hubungan kami tidak pernah baik sejak berumah tangga," tutur Levin.

Sora memandang putranya dengan mata mendelik. Ia tidak menyukai penuturan putranya yang terkesan santai.

"Justru karena tidak pernah baik maka perbaikilah. Kamu tahu sekarang dia siapa, 'kan? Dia Heize yang selalu kamu jaga dulu," tukas Sora.

Nami meremas baju yang ia kenakan. Memang tidak pernah kedua orang tua suaminya menerima kehadirannya. Bahkan kedatangan mereka untuk meminta Levin memperbaiki rumah tangga suaminya dengan Heize.

"Mom, aku dan Heize sepakat untuk hidup jalan masing-masing. Yang dulu biarlah itu menjadi kenangan kami," bantah Levin.

Sora berdiri dengan murka dan menatap putranya tajam. Jemarinya terangkat dan mengepal hingga mengeluarkan jari telunjuknya.

"Gara-gara wanita seperti dia kamu berani membantah orang tuamu, ha?" Wajah Sora merah padam.

Nami semakin menunduk dalam seraya menahan isak tangis. Lagi-lagi ia merasa selalu membuat pertengkaran antara anak dan ibu itu.

"Mom ...." Napas Levin tercekat. Dia merasa frustrasi lagi-lagi istrinya yang disalahkan ibunya. "Nami, tidak tahu apa-apa. Aku yang bawa dia datang ke kehidupanku, Mom," ucap Levin berusaha membuat ibunya mengerti.

Sora yang memang tidak pernah menyukai Nami tidak peduli dengan kata anaknya. Baginya Nami tidak ubahnya hanya seorang penganggu yang membuat putranya berani melawannya.

"Puas kamu?! Sekarang kamu membuat saya kehilangan menantu kesayangan saya dan membuat anak kandung saya sendiri berani melawan saya!" bentaknya pada Nami.

Nami mengangkat wajahnya yang kini sudah bersimbah air mata. Levin merasa dadanya sesak menatap mata sayu istrinya.

"Sa-saya .... tidak bermaksud-" Nami tidak tahu harus berkata apa lagi pada mertuanya. Ia hanya melihat betapa mata hitam itu penuh dengan tatapan kebencian.

"Ayo, Dad! Kita pulang dan dengar, ya, Levin. Mommy tidak mengizinkan kamu menginjak rumah jika membawa wanita itu. Jika datang, maka sendirilah!"

Jae Won berdiri dan menatap putranya dalam diam. Ia hanya memejamkan mata sejenak kepada putranya sebelum pergi. Setidaknya ada daddynya yang terlihat luluh dengan Nami. Mommynya memang sangat keras kepala.

"Sayang," lirih Levin dan menarik Nami dalam dekapannya. Nami semakin terisak.

"Hiks, aku selalu membuat masalah," isaknya menyalahkan diri.

Kecupan hangat mendarat di ubun-ubunnya. Levin tidak bisa mengatakan apapun selain menyalurkan kehangatan lewat pelukan dan ciuman untuk istrinya.

"Aku rela hidup bertiga dengan Heize," ucap Nami membuat Levin melonggarkan pelukannya. Ia menatap mata Nami dalam.

Jemarinya mengusap air mata yang mengalir di pipi istrinya. Bibirnya ia sempatkan menderat singkat sebelum berkata, "Sayang, kamu mungkin rela berbagi setelah tahu semuanya, tetapi hati ini tidak bisa terbagi untuk siapapun. Aku hanya menginginkan satu wanita dalam hidupku. Heize selamanya hanya menjadi masa lalu untukku."

Kepala Nami melemas dan menyandar di dada suaminya. Ia tahu suaminya memang paling bisa mengerti dirinya.

"Mommy mungkin saat ini tidak bisa menerima kehadiranmu, tetapi suatu saat nanti akan luluh. Apalagi kalau kehadiran bayi kita."

"semoga."

"Masih mau makan, Sayang?" Nami menggelengkan kepala.

Levin menggedong istrinya membawa ke kamar mereka. Seperti biasa rutinitasnya mengelus perut Nami dan sesekali mengajak calon anaknya mengobrol.

Perlakuan Levin membuat Nami memejamkan mata dan jatuh tertidur. Terlelap begitu polos membuat Levin meneteskan air mata.

"Maafkan aku, Sayang. Belum bisa membawa bahagia dalam hidupmu selama pernikahan kita," ucapnya seraya mencium bibir Nami dengan bibir bergetar.

Bersambung ....

Halo semua sayang-sayangku! Apa kabar semua? Hehehe, maaf, iya, terlalu lama update. Angan lupa tinggalkan jejak!

Posesif Bos! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang