Prologue.

798 99 21
                                    

[Linimasa Pertama]

Chapter Warning  : NSFW Content, Suicide.

Sebuah kantor megah bernuansa Eropa klasik, dengan kertas dinding merah gelap bercorak daun tanaman ivy yang berlilit-lilit. Furnitur berbahan kayu cendana impor menghias ruangan itu, memberi kesan elegan nan apik – kesan ini makin terasa dibantu karpet berwarna cokelat yang menutupi lantai.

Di sisi ruangan nampak sebuah jendela raksasa yang menjulang sampai ke atap, terlihat di luar sana pemandangan malam distrik Yokohama nan indah dari atas gedung pencakar langit tempat ruangan itu berada.

Dirimu berada di dalam ruangan itu, dengan sebuah kaki terangkat di atas meja kerja kayu sambil kau duduk di sebuah kursi empuk yang bantalannya berwarna merah.

Kau bosan, sungguh sangat bosan. Bosan, bosan, bosan.

Dor!

Dor!

Dor!

Tiga kali tembakan, tiga peluru terbuang sia-sia – tertancap di sisi ruangan yang merupakan dinding dan bukan kaca. Sebenarnya kau ingin menembakkan lebih, tapi pistol di tanganmu berbunyi klik tidak berguna pertanda amunisinya sudah habis.

Tembakan dari Glock-mu itu kau arahkan kepada sebuah wajah tersenyum berwarna kuning yang tadi sempat kau gambar – iya, kebosananmu ini sudah berlangsung sangat lama. Kau bahkan sempat menghiasi dinding ruang kerja itu dengan sebuat cat spray warna kuning.

Cklek. Pintu ruangan terbuka, kau bahkan tidak menoleh ke orang yang berjalan masuk. Perhatianmu masih tertuju ke gambar wajah smiley di dinding. Kau sungguh mengapresiasikan aestetik kakakmu yang merombak seisi ruangan begitu ia naik jadi Boss – warna wallpapernya cocok sekali dengan kuningnya cat spray kesayanganmu, kontrasnya begitu jelas.

"Tuan Muda, Boss tidak akan senang kalau tau kau menjadikan ruang kerjanya sebagai kanvasmu lagi."

Sebuah deheman singkat, sepasang netra [Eye Color] kelam berpendar memperhatikan kreasi abstraknya. "Ya kalau begitu carikan orang untuk perbaiki, besok pagi harus sudah selesai. Kakak akan sampai di bandara siang hari."

Jawabanmu itu kau utarakan sambil tersenyum begitu lebar ke arah pendatang yang mengomentari kesenanganmu itu, sebuah senyum dingin tanpa emosi – hampa dan beku. Permintaan yang tidak logis, namun untuk seseorang sepertimu, mereka akan lebih memilih untuk menurut.

Di surga dan di dunia, hanya aku seorang yang terhormat. Kau adalah seorang penguasa di dunia bayangan, mereka yang menentang keinginanmu akan berakhir naas.

Sesuai kata orang – kesialan terburuk musuh kakakmu adalah menjadi musuhnya. Kamu itu adiknya, sudah sewajarnya dirimu bisa mengundang ketakutan yang sama dengan yang berhasil diciptakan kakakmu dalam relung hati orang lain – rasa takut yang tak pernah pergi, menghantui dan meneror sampai mati.

Sebuah helaan nafas menjawabmu, wanita yang sudah bekerja untuk kakakmu tiga belas tahun lamanya itu menatap kepadamu dibalik kacamata berbingkai kotaknya.

"Akan segera saya carikan, Tuan Muda. Sekarang, bisa saya mulai melapor?"

Kamu mengibaskan tangan acuh, sebuah aba-aba untuk wanita itu mengemukakan urusannya denganmu.

Asisten pribadi kakakmu yang ditinggal untuk tetap kerja di Jepang sementara kakakmu mengurus pekerjaan di Beijing itu memulai pembacaan berkas laporan kejadian yang terjadi beberapa hari ini, kau mendengarkan setiap kata dan mengingatnya namun tidak benar-benar memperhatikan. Niatmu adalah membaca sendiri isi laporannya nanti.

HYPOCRITE.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang