Sharenada Raharja POV
Setelah dua jam lebih perjalanan akhirnya aku sampai di rumah. Untung di rumah sedang kosong, hanya ada Mbak Sri yang sedang nonton acara gosip di TV. Aku mengajak Juna masuk ke rumah karena aku tau sejak tadi pagi kami belum makan, lebih tepatnya aku karena aku tidak mau makan sup sisa semalam. Alhasil Juna yang bertindak sebagai "tong sampah."
"Masuk dulu, Jun. Kamu makan dulu baru pulang."
Juna hanya mengikutiku berjalan di belakang dan aku segera menuju ke dapur. Aku melihat Mbak Sri belum memasak karena mungkin tidak ada orang dirumah, hanya ada nasi di magiccom. Aku membuka kulkas dan menemukan ada ikan nila, santan, daun kemangi, tomat. Aku berpikir masakan apa yang akan aku buat dan tiba-tiba aku berpikir untuk membuat mangut ikan nila.
"Jun, kamu doyan nggak kalo aku masakin mangut ikan nila?"
"Emang kamu bisa masak kaya begituan?"
"Suka remehin aku banget kamu mah. Gini-gini aku rajin ikut kelas masak. Cuma kalo kelas kecantikan malah belum pernah," jawabku sambil masih sibuk di depan kulkas.
Aku mendengar Juna tertawa di kursi bar dapur dan berjalan mendekatiku.
"Ya sudah kamu masak saja. Ada yang perlu dibantu nggak?"
"Coba deh kamu panenin serehnya di halaman belakang. Nih pisaunya," Kataku sambil menunjuk pintu belakang dan memberikan pisau padanya.
Aku sibuk mempersiapkan semuanya dari mencuci ikan, menyiapkan santan, bumbu, kemangi dan lainnya hingga tanpa aku sadari ternyata Juna telah selesai dengan tugasnya lalu duduk di kursi sebelahku yang ada di dapur kotor.
"Ini Nad," kata Juna menyerahkan sereh padaku.
"Nad, biasanya mangut itu kan pakai ikan lele, bisa gitu diganti nila. Rasanya nggak akan aneh apa?"
"Bisa saja kalo aku yang masak. Nanti kamu cobain sendiri."
Setelah itu satu jam kemudian aku sudah bersama Juna di meja makan. Duduk sambil menikmati masakanku hari ini. Hal yang jarang orang ketahui tentangku adalah keahlianku di dapur. Orang selalu beranggapan perempuan pekerja sepertiku yang lebih banyak menghabiskan waktunya di depan laptop, memiliki jam kerja hampir 60 jam dalam seminggu masih bisa "mengolah" dapur. Bahkan di rumah orangtuaku antara dapur bersih dan dapur kotor pun berbeda. Entah karena mengetahui Mama yang tidak pernah bisa memasak sejak aku kecil dan aku tidak pernah puas dengan masakannya atau hal lain, hingga akhirnya aku selalu menghabiskan waktu senggangku didapur dan belajar memasak. Sering mencoba berbagai resep, gagal ulang gagal ulang hingga berhasil. Disaat banyak temanku menghabiskan masa liburan sekolah untuk berlibur bersama keluarga, aku lebih suka untuk mengikuti kelas memasak, sampai pernah Mama dan Papa protes dengan kegiatanku itu karena aku selalu menolak diajak berlibur.
"Nggak nyangka aku, Nad masakan kamu enak banget. Kenapa kamu nggak buka resto atau catering saja daripada kerja kantoran seperti sekarang?" tanya Juna di sela-sela sesi makannya.
"Itu dua hal yang berbeda, Jun. Kalo kerjaan itu mata pencaharianku, buat aku menghasilkan duit. Kalo masak itu hoby aku, semacam penghiburan diri, kaya kamu hoby mendaki dan camping gitu."
"Tapi dari hoby kan bisa menghasilkan juga, Nad. Aku aja buka adventure store itu berawal dari hoby. Ya walau aku akui, kerjaan pokok aku di perusahaan garmen punya Papa dan megang beberapa bisnis lainnya di sektor wisata selain aku trading dan investor juga."
"Sibuk juga ya, kamu? Aku kira cuma ngerti buang-buang duit aja buat main."
"Sebenarnya hoby mendaki itu nggak bisa dikatakan murah juga sih, Nad apalagi kalo gunungnya di luar kota atau lebih jauh lagi di luar pulau dan luar negri."
KAMU SEDANG MEMBACA
#ArjuNada (END)
ChickLitSebagai perempuan modern yang sukses dalam karier, dijodohkan adalah sesuatu yang sangat konyol dalam hidupku. Tapi ketika aku mulai mengenalnya apakah aku sanggup untuk mengubah semuanya, termasuk pandangan hidupnya tentang hubungan dan pernikahan...