❥14. Strong

1.7K 256 106
                                    

Bunyi bel, tanda pulang sekolah sudah berbunyi setengah jam yang lalu. Harusnya setelah bel itu berbunyi, Jeonghan dan Jisoo sudah pulang ke rumah masing-masing. Mengingat, hari ini tak ada jadwal organisasi. Jeonghan sebenarnya ingin pulang, tapi Seungcheol mengikuti ekskul basket. Jadinya dia menunggu bersama Jisoo, sembari mengerjakan--- tugas yang harusnya dikerjakan di rumah.

"Jisoo! gue gak ngerti rumusnya ini," gerutu Jeonghan.

Mereka berdua duduk di kursi masing-masing. Jeonghan sibuk mengerjakan Pr, sementara Jisoo sibuk melamun. Gadis berambut sebahu itu, menompang dagu dengan sebelah tangannya. Mata rusanya menatap ke arah papan tulis, tak mendengar gerutuan Jeonghan.

"Shua!!!!" panggil Jeonghan. Gadis itu kemudian melambaikan satu tangannya di depan Jisoo. Sayangnya, Jisoo tetap menatap ke depan, dengan tatapan kosong.

"JISOO!"

Tak!

"Aww," ringis Jisoo saat jidatnya mendapatkan sentilan pelan dari Jeonghan. Lamunan Jisoo buyar, dia kemudian mengusap-ngusap keningnya. Bibirnya maju beberapa senti, sementara matanya berpindah melihat Jeonghan.
"Sakit!"

Jeonghan mendengus, "Lo dari kemarin ngelamun terus! masih mikirin si Seokmin?!"

Jisoo tanpa ragu mengangguk. Dia kemudian menaruh jidatnya di meja. Sementara wajahnya menunduk, melihat sepatu berwarna hitam khusus untuk sekolah.

Bohong jika Jisoo adalah gadis kuat. Bohong jika Jisoo bilang dia tidak cemburu. Bohong jika Jisoo bilang dia menitipkan Seokmin pada Yuzu.
Bohong juga jika Jisoo masih bisa bersabar menunggu Seokmin.

Semua perkataan yang Jisoo sebutkan waktu dulu, hanyalah kata-kata pelindung. Padahal Jisoo waktu itu sangat ingin memukul-mukul atau mencakar Seokmin. Bagaimana bisa dia memberikan harapan palsu seperti ini?!

Jisoo cemburu! melihat Seokmin bergandengan tangan dengan pacar barunya. Sebut saja ---Choi Yuzu--- gadis berambut panjang dengan segala talentanya. Yuzu itu cantik, pintar, baik hati, sopan, ramah, dewasa, humoris, berbakat. Itu jelas membuat Jisoo insecure.

"Jeonghan, gue gak pernah ngerasain rasa iri kayak gini," jujur Jisoo. Wajahnya memerah malu, dia tak boleh iri hati pada orang lain.

Jeonghan yang merasakan aura putus asa Jisoo mulai merasa sedih. Dia menghela napas, memutuskan untuk ikut mengerjakan tugas Jisoo. Biasanya Jisoo yang selalu mengerjakan tugas Jeonghan. Sekarang, biarlah makhluk rebahan sepertinya membantu Jisoo.

"Iri itu biasa. Gue juga sering ngalamin. Tapi, lo juga harus inget ... kalo yang lo punya sekarang, itu juga perlu lo syukurin!" jelas Jeonghan melantur.

Jisoo mengangkat wajahnya, "Harusnya gue sadar diri, terus gak berharap lebih sama si Seokmin."

Sudut bibir Jeonghan melengkung ke atas, akhirnya kewarasan Jisoo kembali. Dia ingin berkata-kata sebelum Jisoo menyambung kalimatnya lagi.

"Sayangnya gak bisa! Gue gak bisa ngelepas Seokmin dengan gampangnya!"

Oke, sudut bibir Jeonghan melengkung ke bawah. Tampaknya Jisoo masih belum waras.

"Ya udah Jisoo, cari aja cowok lain. Mau gue bantu cariin? Supaya lo bisa move on dari Seokmin. Dino pasti punya banyak rekomendasi." Jeonghan kemudian mengambil ponselnya. Dia menelpon Dino, supaya anak itu pergi ke kelasnya.

Mata Jisoo tiba-tiba berair,"Cinta pertama gue ... Akhirnya harus kandas kayak gini?"

"Demi Seokmin yang pernah jatuh ke got, gue masih cinta sama dia ...," gumam Jisoo.

Dia kemudian menjatuhkan keningnya ke meja lagi. Sementara matanya menatap ke arah sepatunya. Tiba-tiba genangan air bening jatuh mengenai sepatu Jisoo. Jisoo menangis, dia lelah berpura-pura kuat.

🌼CHAN COMBLANG |Svt Gs|[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang