Purnama ; 2

2 1 0
                                    

"Aduh, bagaimana ini?" Ujarku gelisah karena tak dapat menemukan buku antologi puisi.

Aku menyemangati diriku lalu mulai mencari buku antologi itu didalam kamarku. Tentu saja ini akan menjadi hal yang cukup sulit, aku memiliki tiga rak penuh berisi buku. Malam ini mungkin akan menjadi malam yang menyebalkan.

"Kok tidak ada disamping bantal? Bukankah kemarin sebelum tidur, aku meletakkannya disini?" Lagi-lagi aku berdecak kesal.

Aku sungguh mengingat dimana letak buku itu terakhir kali kuletakkan. Namun kenapa buku itu seolah menghilang dari tempatnya? Apakah abah atau bunda tadi pagi telah mengambilnya dan meletakkannya di lemari buku? Ah, aku sudah membongkar tiga rak bukuku, aku sama sekali tidak melihatnya.

Akhirnya dua puluh menit telah berlalu. Aku menyerah untuk mencarinya, tanganku kebas karena kelelahan mencari, membongkar, dan merapikan.

Dengan wajah merenggut kesal, aku berjalan keluar kamar menuju pelataran rumah. Aku berharap dengan melihat bulan dan teman-temannya, aku bisa sedikit merasa terhibur.

Bunda yang tengah duduk pada bangku kayu pelataran rumah menoleh kearahku. Bunda mengajakku untuk duduk disampingnya.

"Haduh.. anak cantik, kenapa wajahmu merenggut begitu? Tidak ingin ceritakan pada bunda?" Bunda bertanya padaku saat aku telah duduk sempurna disebelahnya.

"Tidak bunda. Aku hanya tidak bisa menemukan buku antologi pemberian abah kemarin." Ucapku seadanya sembari menatap tanaman hijau milik abah yang berjejer manis didepan pelataran.

Bunda terkekeh ringan lalu menepuk-tepuk pelan punggung tanganku.

"Nanti juga akan ketemu." Bunda mengulum senyum. "Kamu mau bunda beri saran?"  Lanjut bunda dengan menatapku elok.

Entah kenapa kepalaku mengangguk tanpa sadar. Setiap kali aku menatap netra hitam milik bunda, aku merasa seperti melihat purnama dengan bias putih kehijauan disana. Aku merasakan sengatan tipis, rasanya seperti sedang deja vu.

"Saran bunda, saat kamu sedang mencari sesuatu yang hilang, jangan mencarinya dengan kekesalan apalagi amarah. Carilah dengan sabar dan tenang. Pandanglah duniamu dalam ketenangan, lalu melangkahlah dengan kesabaran."

Setelah mengucapkan kalimat panjang itu, bunda bangun dari duduknya lalu izin untuk masuk kedalam rumah.

Aku selalu penasaran kenapa bunda selalu melakukan itu. Setelah mengucapkan hal yang kurang kumengerti, bunda selalu saja pergi.

Malam ini, purnama juga nampak tak bercahaya seterang kemarin. Purnama terlihat lesu malam ini. Aku meneguhkan hati lalu berusaha tersenyum simpul. Lantas malam itu pula, tanpa aku ketahui, sang purnama bersinar lebih terang setelah aku tersenyum.

.....

[;] Hai, masih betah disini? Terima kasih!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Sang MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang