Empat Puluh Dua

3.4K 690 245
                                    

Malang, rumah orangtua Kyra, Jum'at 09.15

Merencanakan pernikahan merupakan hal yang paling membahagiakan, tak terkecuali Kyra. Setelah melalui persiapan panjang dan penuh drama, akhirnya Kyra bisa berada di titik ini. Tinggal selangkah lagi, maka dia akan memulai kehidupan baru sebagai seorang istri. Meskipun Siero tidak turut serta dalam persiapan pernikahan mereka, tetapi Kyra cukup lega ketika tahu lelaki itu sudah dalam perjalanan menuju Malang.

Sesuai kesepakatan, pernikahan Kyra dan Siero akan diadakan di dua tempat. Akad nikah dan acara temu manten akan diselenggarakan di Malang, sementara resepsi unduh mantu digelar di Surabaya sebulan setelahnya. Khusus untuk acara di Surabaya, Bunda Nia yang mengatur sepenuhnya. Tidak tanggung-tanggung, Bunda Kania membooking ballroom hotel yang mampu menampung ribuan undangan. Bagaimanapun juga, ini adalah pertama kalinya keluarga mereka menggelar acara perkawinan. Terlebih lagi, relasi yang Ayah Keenan miliki lumayan banyak, jadi bisa dibilang jika acaranya akan megah.

Sementara itu acara di Malang juga ditanggung oleh Siero sebagai penebusan atas ketidakterlibatannya dalam segala persiapan pernikahan. Awalnya orang tua Kyra sedikit keberatan jika semua biaya ditanggung oleh pihak laki-laki, tapi berhubung Siero seperti tidak menunjukan rasa hormat atau basa-basi selayaknya calon menantu kepada mertuanya, jadi hal tersebut dirasa cukup adil. Sudah bagus Pak Budi tidak membesarkan ego dengan tetap menerima pilihan putrinya meski tidak bisa dipungkiri, rasa kesal itu pasti ada.

Karena pernikahannya memakai adat Jawa, maka Kyra harus melewati serangkaian prosesi. Diawali dengan pengajian, disusul sungkeman, lalu siraman, setelah itu dulangan yang langsung dilanjut upacara bubak kawah, kemudian malam midodareni.

Pagi itu, Kyra memulai prosesi acara dengan pengajian. Dia sudah bangun sejak subuh tadi, apalagi jam lima Kyra harus sudah mulai make up. Berbalut kaftan warna tosca, Kyra duduk bersanding dengan sang Mama. Wanita yang telah melahirkannya itu memimpin upacara pengajian untuk memberikan doa agar anak perempuannya menjadi istri sholehah dan bisa menjalankan tanggung jawab serta kewajibannya dengan baik.

Tak hanya keluarga, teman dan kerabat dekat Kyra juga turut hadir. Setelah pengajian usai, Kyra kembali ke kamar untuk segera berganti baju. Dia akan segera melakukan prosesi sungkeman kepada kedua orangtuanya. Dengan kebaya modern dipadu dengan kain jumputan, Kyra sudah siap. Rambutnya dibiarkan tergerai indah dengan bando roncean melati.

Dari awal prosesi, semua kegiatan direkam dengan apik oleh videografer dan fotografer yang Kyra sewa. Mereka melakukan tugasnya dengan baik, bahkan mengambil foto Kyra juga dengan sangat ciamik.

"Sumpah, Mbak Kyra cantik banget." puji Mbak Zahra—MUA yang Kyra sewa—seusai memberikan polesan lipstick pada bibir mungil Kyra.

"Ini sih karena make up yang bikin cantik, Mbak. Tangannya Mbak Zahra yang ajaib."

"Mbak Kyra itu aslinya udah cantik, saya make up-innya juga gak tebal banget kok. Kecuali nanti pas nikahan baru beda." ungkap Mbak Zahra membuat Kyra tersipu.

"Foto dulu, ya, Mbak." pinta sang fotografer kepada Kyra.

Acara sungkeman adalah prosesi acara paling mengharukan. Sungkeman sendiri berasal dari kata sungkem yang artinya bersimpuh sambil mencium tangan orangtua. Prosesi ini sangat sakral dan suasananya begitu hangat dan haru. Di sinilah anak akan bersimpuh memohon ampunan kepada orang tua, serta meminta doa restu untuk menuju biduk kehidupan yang baru.

Duduk dengan kedua kaki terlipas ke belakang di bawah pantat, Kyra menatap kedua orangtuanya yang duduk di atas kursi. Mengenakan pakaian adat berwarna hijau muda, Pak Budi mengangguk pada Kyra untuk memulainya.

Menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan, Kyra mengambil microphone dan membuka kertas yang ada di tangannya. "Pa, Ma, dari lubuk hati yang terdalam Kyra memohon maaf jika selama ini banyak melakukan kesalahan pada Papah dan Mamah."

TIC TAC TOETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang