Shania melangkahkan kakinya dengan pasti. Baru saja gadis itu meloncat melewati pagar sekolahnya. Dia mengambil tasnya dan mulai berjalan menyelusuri jalanan di sekitar sekolahannya. Shania terkikik geli membayangkan wajah Bu Helma yang kala itu sedang memanggil namanya dengan keras. Namun, mau seberapa keras suara Bu Helma memanggilnya, gadis itu tetap terus melangkah menjauhi kelasnya. Padahal, Bu Helma adalah guru ter-killer yang ada di SMA Pelita Nusantara.
Shania berhenti di halte sekolahnya. Biasanya, pada jam 12 siang begini, bus yang dia tumpangi tidak begitu banyak penggemar. Jadi, Shania bisa duduk di bangku bus. Tidak perlu bergelayuttan di pintu ala-ala drama India.
Dari kejauhan, tampak sekelompok cowok yang membawa batu. Shania mempertajam pengelihattannya. Ah, lagi-lagi. Kumpulan orang itu adalah siswa-siswa SMA Pelita Nusantara dan Tunas Harapan yang sedang tawuran.
Pasti Fian, Bayu, sama Andri ikut tawuran. Dasar gatau malu. Udah kelas XII masih aja tawuran. Batin Shania sembari melihat kumpulan orang itu yang mulai menyerbu satu sama lain. Berbagai macam senjata tajam telah terpampang jelas di depan mata Shania.
Shania mulai melangkahkan kakinya menjauh dari halte sekolahannya. Dia tidak mau terjebak di dalam tawuran dan ikut-ikuttan dihukum. Sudah cukup namanya tercoreng di SMAnya karna kelakuannya yang sesuka hati, dan kadang, membuat emosi guru-guru SMAnya tidak tertahankan lagi.
Saat Shania sedang berjalan menjauh, tiba-tiba ada yang menabraknya dari belakang. Kontan saja tubuh gadis itu terhuyung kedepan dengan bagian dada menghantam aspal terlebih dahulu.
"Argh! Ini siapa sih yang jalan ga pake mata?! Woy! Jangan nindih gue, goblog! Berat!" maki Shania kepada orang yang ada di atas punggungnya
"Sorry! Sorry banget. Lo gapapa?" tanya orang itu sembari berdiri. Setelah orang itu berdiri, dia mengulurkan tangannya kepada Shania untuk membantu gadis itu berdiri.
Shania mendengus kesal sembari menatap sinis tangan yang ada di depan mukanya saat ini. Dipukulnya tangan itu dengan keras.
"Aw! Santai aja, kali! Gausah emosi gitu!" gerutu cowok itu sambil mengusap tangannya yang tadi jadi sasaran empuk Shania
"Makanya, jalan itu liat-liat dong!"
"Kan, gue udah bilang sorry. Emang, ga cukup, ya?"
Shania berdecak. "Banyak omong ya, lo. Kayak cewek!"
Shania memperhatikan sekelompok manusia di belakangnya yang makin ganas menyerbu satu sama lain. "Lo ikut tawuran?" tanya Shania
Cowok di hadapannya mengangguk.
"Mending lo lari. Orang-orang di belakang lo lagi ngejar lo."
Spontan, cowok itu menghadap belakang. Setelah dilihatnya beberapa cowok sedang mengejar Shania dan dirinya, cowok itu langsung menggandeng lengan Shania dan mengajaknya lari.
Shania yang saat itu sedang tidak bertenaga, kontan saja langsung tertarik mengikuti cowok itu lari. Gadis itu mulai memukul lengan yang mencengkram erat pergelangan tangannya.
"Woy, lepasin! Lo ngapain ngajak gue lari kayak gini? 'Kan, yang dikejar elo doang!"
"Lo mau diem di halte? Bisa-bisa lo mati karna cerulit yang mereka bawa udah nancep di kepala lo!"
Shania memperhatikan cowok di hadapannya. Apa tadi dia bilang? Celurit nancep di kepala? Hih, amit-amit!
Shania terpontang-panting mengikuti langkah cowok itu yang dua kali lebih lebar dari langkah kakinya. Apa lagi, sekarang dia sedang diajak cowok itu berlari. Bagaimana gadis itu tidak keteteran?
Akhirnya, dirinya dan cowok itu masuk di dalam sebuah café. Keduanya langsung memasukki kamar mandi dan diam di dalamnya. Bukan, bukan di dalam bilik. Hanya di westafelnya saja.
Setelah dirasakannya segerombolan cowok yang mengikuttinya sudah pergi, Shania ditarik keluar oleh cowok itu.
"Tadi kita masuk ke kamar mandi ... cowok?" tanya Shania ngeri
"Iyalah. Lo kira gue cewek atau cowok? Masa gue mau masuk ke kamar mandi cewek? Yang ada entar jadi heboh!"
"Lo bego atau pura-pura bego? Tadi, lo masuk ke kamar mandi itu bareng gue! Nah, gue cewek. Dan, ga mungkin seorang cewek masuk ke kamar mandi cowok. Gimana sih?"
Cowok itu menghembuskan nafas jengah. Ni cewek kenapa bawel banget, sih? Kalau aja tadi gue ga nabrak dia, mungkin hari ini gue gabakal sial!
"Oke, karna lo udah gue ajak lari sampe gue gatau ini di mana, gue traktir lo minum di café ini."
Shania mengerutkan kening bingung. "Beneran? Beneran mau traktir? Lo ga bakal ngasih gue permen narkoba, 'kan? Lo ga bakal ngasih gue shabu-shabu, 'kan?"
"Ya enggaklah! Kecuali, lo emang mau. Gue sih ga pernah nyobain. Lo mau nyobain? Gue suruh temen gue bawa ke sini."
"Gila lo!"
Cowok itu tersenyum. "Bercanda. Yaudah, lo mau mesen apa?"
"Samain aja kayak lo."
Setelah cowok itu pergi dari hadapannya, barulah Shania menyadari sesuatu. Kenapa dia dengan mudah menerima ajakan orang asing seperti ini? Biasanya, sama sahabat cowoknya saja, Shania enggan pergi berduaan. Ini kok, dia dengan gampangnya menyetujui ajakkan cowok itu? Padahal, Shania saja belum mengetahui nama cowok tadi.
Cowok tadi datang dengan dua gelas greentea late. Shania melihat wajah cowok itu, tidak sebandel yang dia kira. Cowok itu mempunyai dua bola mata yang setajam elang dengan warna coklat. Rahangnya keras, tubuhnya tegap nan tinggi. Pandangannya fokus dan tidak terbantahkan. Bisa disimpulkan, cowok itu ganteng.
"Nih, minuman lo. Anggap aja bayaran gue atas keringat lo."
Shania menerima dengan malas minuman di hadapannya. Dia sampai lupa dengan niatnya membolos hari ini.
"So, nama lo siapa?" tanya cowok di hadapannya
"Shania."
"Nama yang bagus. Gue Rafel."
"Gue ga nanya nama lo."
Rafel mengedikkan bahunya. "Cuman ngasih tau. Dan, jangan bilang gamau tau."
Akhirnya kedua orang itu terdiam dengan pikirannya masing-masing. Shania yang masih aneh karna tumben-tumbenan dirinya lembut kepada cowok, dan Rafel yang bingung bagaimana bisa dia mentraktir seorang cewek asing padahal dia pelit banget sama teman-temannya.
"Gue harus pulang. Senang bertemu lo di tengah-tengah tawuran dan diajak lari terus ditraktir minuman. Thanks."
Rafel mengangguk. "Thanks juga."
Shania melangkahkan kakinya keluar dari café. Sebelum dia keluar dari café itu, Shania membuang minumannya. Gadis itu tidak suka semua yang berbau greentea. Setelah gadis itu membuang minumannya, dia berjalan keluar dan menunggu bus jurusannya.
Rafel yang melihat Shania membuang minumannya, langsung geleng-geleng kepala.
Benar-benar cewek keras kepala.
HAI! gue balik dengan cerita baru! semoga pada suka yaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Mask
JugendliteraturHidup Shania sudah hancur. Berawal dari kematian Ibunya, Papanya yang tidak berharap dia dilahirkan di muka bumi, hingga dibenci oleh Adiknya sendiri, Calvin. Shania yang hilang arah, akhirnya berubah menjadi bad girl. Menutup kenangan yang bisa mel...