Yen kowe wis ra tresno,
Ngomong ojo trus lungo—Lemah Teles | Happy Asmara—
***
Malam minggu malam yang panjang
Malam yang asyik buat pacaran
Pacar baru, baru kenalan
Kenal di jalan Jendral SudirmanBegitulah senandung yang keluar dari mulut Abah. Sabtu malam, dua laki-laki beda generasi ini tengah duduk-duduk seraya berbincang ringan di depan teras. Netra keduanya sama-sama tertuju pada objek nasi sisa kemarin yang sengaja di jemur di atas bale bawah pohon rambutan. Sudah tahu ini malam, hujan bisa kapan saja turun. Bukannya disimpan, tampah berisi nasi aking itu malah dibiarkan berteman dengan angin-angin malam.
Abah sesekali menyeruput kopi yang tersaji dalam gelas beling putih. Ditambah rokok yang tidak boleh disebutkan mereknya, syahdu rasanya seperti kembali ke masa bujangan. Tidak untuk si muda di sebelahnya. Sedaritadi mengapit dua lubang hidung dengan jari. Tak tahan dengan aroma rokok yang mulai merasuki.
"Bah, mbok ya kesehatannya itu dijaga. Jaga kesehatan aja gak bisa gimana mau jaga Bunda. Kabur duluan kan," sinis Jati yang beberapa kali dibuat terbatuk-batuk.
Kalau tidak dengan iming-iming kuaci rebo, mana mau Jati mengistirahatkan bokong di sebelah Abah. Bukannya tak suka menghabiskan waktu dengan bapaknya itu, lebih tepatnya ia agak sensi dengan keberadaan rokok.
Abah menepuk pundak Jati dengan sedikit kekuatan dalam. Mandor proyek tenaganya tak main-main. "Ti, Jati... Lanang kok ra doyan kopi ra seneng udud."
Jati menghela napas. "Bukan masalah LAKIK atau enggak, Bah. Kesehatan itu milik semua orang, mau laki-laki atau perempuan. Kalau diri sendiri aja gak sayang kesehatan gimana mau sayang sama pasangan."
Abah tersenyum tipis pada anak semata wayangnya. Anakku sudah dewasa ternyata, begitu pikirnya. Untuk urusan ngopi, boleh lah sesekali icip tapi jangan keterusan juga. Tapi kalau rokok, tak ada toleransi secuil pun.
Kopi, satu kata yang mampu membuat jantung Jati berdebar hebat layaknya sedang kasmaran ketika meminumnya. Antara jatuh cinta dan mabuk oskadon campur sprite memang beda tipis. Dan untuk rokok, baru mencium baunya saja ia bisa terbatuk hebat.
"Kamu tahu kenapa Abah kasih kamu nama Jati?" tanya Abah tiba-tiba. Dengan jari menyentakkan abu rokok pada asbak di atas meja.
Jati mulai tertarik pada topik pembicaraan. "Lah iya kenapa gak dinamain sengon atau gedebog aja?"
Abah menempeleng kepala Jati dengan pangkal korek api. Anak muda satu ini memang sebelas dua belas dengan Abah. Sama-sama slengean orangnya. Susah untuk diajak serius.
"Emang mau dikasih nama gedebog? Kalau mau ayo besok bubur abangan."
"Eitss... Ojo to, Bah. Masa nanti kalau ijab kabul namanya jadi gedebog bin Karsa."
"Prett... Rupamu kaya yak yak'o wae." Abah mencibir lalu tersenyum sesaat kala Pak Jumani—tetangganya, menyalakan klakson mobil bak terbuka.
Hening sesaat, disusul iringan musik dari rumah tetangga sebelah. Tembang Lemah Teles milik Happy Asmara menjadi backsound kesunyian di antara keduanya. Entahlah mungkin si tetangga sedang galau ditinggal pacarnya, apalagi malam minggu seperti ini.
"Tahu Pak Jumani yang tadi kan?" tanya Abah yang diangguki oleh Jati. Jeda sejenak guna mengebulkan asap rokok. Membentuk bulatan-bulatan tipis berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinanthi | Jay
ФанфикDwika Sokajati Karsaputra, abg labil yang masih butuh tuntunan dari Abah. Mulai dari kisah pertemanan, cinta, bahkan peliknya hidup dengan sedia Abah tampung semua keluh kesah. Jati tak lebih dari daun sirih tanpa tongkat kayu sebagai penopang. Abah...