"Lho, mama sama papa kemana mbok?" Tanya Grego ketika suatu pagi tak di jumpainya sosok kedua orang tuanya di meja makan. Padahal setiap dia turun untuk sarapan, orang tuanya sudah berada di sana terlebih dahulu.
Mbok yang sedang mengatur meja makan dan menu sarapan, sedikit kaget, "Oh iya den, kemarin ibu bilang kalo ibu mau ikut bapak ke luar negeri katanya." Jawab mbok.
"Kok gak bilang sama Grego, sih?" Tanya pemuda itu lagi dan langsung memposisikan diri di kursinya seperti biasa.
"Kemarin katanya ibu udah nelpon tapi ponselnya den gak aktif." Jawab mbok sambil menuangkan susu ke gelas. "Makanya ibu cuma nitip pesan aja, katanya den kalo bisa setiap malam pulang, jangan nginep di apartement lagi selama ibu sama bapak pergi." Lanjut mbok.
"Ya udah mbok, nanti aku telpon mama. Oh iya Edel mana mbok? Kok blom turun sarapan?"
"Mungkin bentar lagi den, soalnya pagi-pagi neng Edel udah masak. Dia yang bikin nasi goreng ini lho."
"Dih, emang bisa masak dia, mbok?"
"Neng Edel masakanannya enak lho. Udah beberapa hari ini setiap makan malam pasti neng Edel yang masakin."
"Ah, paling juga cuma bantuin mama doang."
"Wuiihh, jangan salah den..."
"Selamat pagi."
Obrolan mbok dan Grego terputus karena sapaan Edel yang kini duduk di kursi seberang Grego atau lebih tepatnya di hadapan pemuda itu, sehingga kini mereka duduk berhadapan dalam satu meja makan berdua, dan bersiap mengambil nasi goreng buatannya untuk sarapan. Tapi ketika tatapan matanya bertemu dengan Grego, terlihat keduanya langsung sibuk dengan kegiatan masing-masing. Itu semua tak lepas dari perhatian mbok, sehingga mbok hanya geleng-geleng kepala.
"Mama sama papa gak ada..." Grego memulai percakapannya dengan nada pelan, ketika mbok kembali ke dapur dan menyisahkan mereka berdua.
"Udah tau." Jawab Edel acuh sambil menyeruput susu coklatnya.
"Pulang sekolah, langsung pulang ke rumah. Gak usah keluyuran." Sahut Grego sedikit berteriak kesal, karena gadis di hadapannya itu memotong ucapannya yang belum selesai.
Bibir masih menempel di gelas, ketika Edel memandang sengit ke arah Grego. "Gue bilang, gue udah tau. Gak usah teriak-teriak kenapa?" Balas gadis itu mendengus.
"Lah, lo kenapa teriak-teriak juga?" Kembali Grego dengan emosinya berteriak tepat di hadapan gadis itu.
"Lo yang duluan teriak-teriak ke gue, jadi gue cuma ngebalas doang."
"Lagian siapa suruh lo potong omongan gue."
Gadis itu tak menanggapi lagi, melainkan gadis itu meletakkan gelas susunya dengan sedikit sentakan sambil melototkan matanya kearah Grego dan mengelap mulutnya dari sisa-sisa susu coklat."Gue udah selesai. Gue mau berangkat. Bye." Sahut gadis itu langsung berdiri dan pergi meninggalkan Grego yang memandang tak percaya.
"Cih, gila bener tuh bocah. Awas lo ya." Tiba-tiba terlintas satu ide di pikiran pemuda itu, kemudian tersenyum puas.
"Haha, rasain pembalasan gue cewek bodoh."
***
"Jadi gimana? Lo mau ikut gak?" Valent dan Edel kini terlihat sedang duduk di bangku taman samping sekolah, mereka baru saja menyelesaikan makan di kantin untuk jam istirahat. Karena masih banyak waktu merekapun duduk di taman itu sambil bercakap-cakap ria. Dan terlihat kini Valent dengan tampang memelasnya, memohon sesuatu kepada Edel, sahabatnya tersebut.
Baru saja Valent mengajak Edel, sahabatnya berlibur ke Bali sekalian merayakan ulang tahun sepupunya. Meskipun pada awalnya Valent tampak antusias dengan ajakannya tersebut, namun dalam hati Valent berharap semoga Edel tak menolaknya. Karena sesungguhnya dirinya memang telah berjanji untuk selalu ada buat sahabatnya tersebut, dan kalau bisa akan selalu melindungi sahabatnya tersebut dari apapun, bagaimanapun caranya. Karena sesuatu dalam dirinya seolah menuntunnya melakukan itu, semua hanya karena rasa...