Jake berjalan di tengah derasnya hujan dengan tangannya yang menyilang di dadanya. Dingin, itu yang ia rasakan. Walau kini semua itu sudah biasa baginya, di dunia ini tidak ada kehangatan yang tersisa dalam dirinya.
Dia adalah orang pendiam pada saat ini dan entah sampai kapan. Dulu, ia bukanlah orang yang pendiam, dirinya adalah orang yang sangat ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja. Karena masa lalunya yang begitu menyedihkan dan juga mengerikan.
Ia menjadi pendiam seperti ini. Menyendiri, selalu terdiam di sudut kelas, bahkan ia tidak pernah mengobrol dengan teman sekelasnya sekalipun. Ia bahkan selalu menghindari keramaian karena hal itu mengingatkan ia kepada masa lalunya.
Setiap hari, ia selalu melewati hari-hari dengan diam dan menyendiri. Meski, ia mengobrol walau singkat, tapi ia selalu memilih diam jika tidak diharuskan untuk membuka suara.
Semua Therapist yang pernah ia kunjungi selalu berkata bahwa Jake mengidap PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Tetapi Jake tidak ingin mengikuti proses penyembuhan tersebut, perilaku Jake sekarang adalah bentuk dari pilihannya sendiri, tidak ada yang bisa mereka lakukan kepada Jake, memaksa sekalipun tidak ada untungnya karena itu hanya akan memperburuk keadaannya.
Jake sendiri cenderung menghindari semua masa lalunya agar gangguan kecemasan yang ia alami tidak terulang kembali. Mungkin dengan Jake seperti ini, ia bisa bernapas dengan sedikit tenang tanpa ada gangguan kecemasan apapun. Walau Jake tidak tahu apakah ini pilihan yang tepat atau tidak.
Ia terduduk di halte bus dengan keadaan basah, tanpa memperdulikan orang yang berlalu lalang dengan payung maupun kendaraan mereka masing-masing.
Dengan pandangan kosong dan lirih ke arah depan, ia menanti bus yang akan datang. Sambil menunggu, ia berusaha untuk memejamkan matanya dengan gusar dan sedikit bergetar karena kedinginan.
"Hei, ini sudah malam. Kau tidak pulang?" ucap seorang lelaki tua dengan menepuk-nepuk bahu Jake yang bersandar di pojokan halte bus.
Jake membuka matanya perlahan dan melirik lelaki tua di sampingnya.
"Ini sudah larut nak, sudah pukul sepuluh. Tidak ada lagi bus yang akan beroperasi," tukas orang tersebut iba.
Jake tidak menjawab.
"Apa aku perlu untuk mengantarmu pulang?" tawarnya.
Jake tidak menjawab tetapi mulai meneteskan air mata.
"Kau menangis?" ucap lelaki tua itu sembari membelai rambut basah Jake
Jake lagi-lagi tidak menjawab.
"Apa kau baik-baik saja?" ucap lelaki tua itu lagi dengan nada iba.
Jake masih tidak menjawab.
Dengan terisak Jake pergi meninggalkan lelaki tua itu, tak lupa ia membungkukkan badannya sedikit ke arah lelaki tua itu.
Jake kemudian berjalan dengan isakan yang kini semakin deras dan tidak tertahan.
Sudah lama sejak dirinya tidak dipanggil dan ditepuk dengan lembut seperti itu. Sudah lama sejak terakhir kali dirinya di perhatikan oleh orang lain, itu membuatnya terharu.
Dia mempercepat langkahnya menuju rumah dengan isakan yang semakin deras. Deru bayangan dan memori masa lalunya kembali terukir begitu jelas dalam pikirannya.
Tangisannya seolah pecah saat dirinya menjatuhkan tubuhnya dengan punggung yang bersandar di tiang jalanan dengan hujan yang masih mengalir deras di langitan.
"Kau sudah pulang?," tanya paman.
Jake mengangguk perlahan.
"Makanlah, paman sudah membuatkanmu sup daging," ucapnya sembari meletakkan mangkuk serta sendok dan garpu di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope For Happiness || Sungjake
FanfictionJake hanya ingin mengabulkan salah satu harapannya, harapan untuk bahagia. Sungjake! Top! Sunghoon Bot! Jake BxB! Rated - 15+ (Very slow update) [Road to Paradise remake story] [06.02.22 - Present]