Bab 1: Suara dan Pintu

6 1 0
                                    

"Ace...Ace...ACE!"

"Hah!? Oh, ternyata hanya mimpi itu lagi"

Seketika aku membuka kedua mataku hanya untuk melihat dunia yang hampir hancur ini. Seiring berjalannya waktu, suara misterius yang selalu melintas di mimpi menyebut namaku semakin keras dan jelas. Entah mengapa rasanya seperti suara yang pernah kukenal. Badai pasir diluar sana yang tak kunjung usai masih menahanku untuk keluar dari gedung yang hampir runtuh ini. Perlahan-lahan, gedung-gedung mulai ditelan oleh para pasir.

"Kapan badai ini akan selesai?"

Ditengah ku mengamati badai pasir diluar sana, perutku pun bersuara. Ku melepas kain yang menutupi mukaku dan sarung tangan. Lalu kuambil kotak bekal dari dalam tasku. Ku cuil remah-remah roti yang tersisa lalu dipadatkan sehingga berbentuk seperti obat pil. Aku bahkan sampai lupa belum menemukan makanan 3 hari ini, hanya mengandalkan remah-remah yang tersisa. Sudah pasti perutku takkan mungkin terganjal dengan ini, namun aku harus bisa bertahan hidup sampai mendapatkan bekal makanan lagi. Kukenakan kembali kain dan sarung tangan yang kulepaskan tadi. Sambil menunggu badai pasir di luar sana berhenti, ku isi kekosongan waktu ini dengan mencari beberapa barang di gedung ini. Kunyalakan pemantik api di ujung tongkat ini alih-alih sebuah obor. Perlahan kulangkahkan kaki ku di koridor yang gelap ini. Beberapa kotak logistik dengan logo 'UNION' berserakan di sepanjang koridor. Hanya suara langkah kakiku dan tetesan air-lah yang terdengar. Sebuah hal lucu bagiku jika mendengar suara orang disini seperti dulu.

"Ace..."

Spontan aku menoleh ke belakang karena terkejut mendengar suara tadi. Tidak mungkin, aku yakin itu bukanlah suara sungguhan. Suara itu tiba-tiba saja muncul entah darimana. Jantungku mulai berdetak dengan kencang. Sudah lama sekali aku berada di posisi seperti ini. Aku berusaha mengatur nafas untuk menenangkan diri. Mengatakan kepada diriku sendiri...

"Tenang, Ace. Tenang. Ini mungkin hanya halusinasimu karena kau lapar"

Berusaha tuk menenangkan diriku, aku pun mulai melihat-lihat ke sekitar. Dan secara tidak sengaja mataku menangkap salah satu kotak logistik yang bertuliskan 'Perbekalan Pengungsi' di balik pintu yang nampaknya sudah berlumut dikarenakan bocornya pipa. Tanpa pikir panjang aku langsung berlari kearah ruangan itu dan langsung membuka kotak itu. Untung saja kotaknya tidak dikunci. Namun sayangnya apa yang aku harapkan tidak sesuai ekspektasiku yang terlalu tinggi. Bukannya satu paket makanan lengkap yang terdiri atas makanan utama dan cemilan, apa yang terpampang di hadapanku hanyalah bagian cemilannya saja. Sebuah plastik silver kedap udara yang bertuliskan 'Extra Fooding' yang dicetak dengan warna hitam tebal kuambil dengan penuh rasa kecewa.

"Hanya bagian cemilannya saja ya?" aku mengamati bungkusan plastik tersebut.

"Nampaknya, aku harus mengendalikan nafsuku saat hendak memakan ini"

Seingatku, dulu badan pemerintahan membagi-bagikan paket makanan kepada para pengungsi sekaligus, tanpa dipisah. Namun itu dulu, saat dimana populasi manusia di dunia ini masih sangat banyak. Sekarang, jika melihat dari data online user di server milik UNION hanya tersisa beberapa puluh orang di dunia ini. Termasuk diriku. Aku telah mencoba berbagai cara untuk menghubungi mereka melalui sinyal radio ataupun pengiriman sinyal radar. Tapi jawaban tak kunjung datang. Penyebab dari musnahnya sebagian besar populasi dunia adalah sebab dari bencana besar-besaran dan cuaca yang sangat ekstrim tak pernah berhenti berdatangan.

"Mungkin setelah ini aku akan mencari gedung logistik UNION terdekat"

Akhirnya badai pasir di luar sana sudah berlalu. Kuturuni gedung ini perlahan-lahan sambil melihat keadaan kota yang tertutupi oleh pasir yang jumlahnya terlalu banyak. Gedung-gedung sperti pencakar langit yang sudah runtuh, bangunan-bangunan yang bermiringan, serta kendaraan-kendaraan yang mati dalam kondisi berkarat, selalu menjadi pemandangan bagi kedua mataku ini. Semua ciri-ciri tadi cukup untuk menggambarkan deskripsi sebuah kota yang hampir mati. Jika saja aku sudah tidak ada dikota ini lagi, maka kota ini akan berubah julukan menjadi kota mati. Aku teringat akan perkataan Menteri Pembangunan dan Pertahanan tempo waktu saat populasi manusia masih dalam jumlah yang normal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNI.ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang